28 Oktober 2013
Riau Pos
Online-Kapolres Inhu AKBP Aris Prasetyo menegaskan belum melakukan
tindakan kepolisian terhadap pelaku pembacokan karyawan PT Tunggal
Perkasa Plantation (PT TTP) yang dilakukan oleh salah seorang oknum
warga empat bulan lalu, karena melihat situasi di lapangan. Demikian
juga masalah penjarahan buah sawit PT TPP oleh oknum warga belum diambil
tindakan kepolisian karena masih melihat situasi di lapangan.
Hal ini dijelaskan Kapolres Inhu AKBP Aris Prasetyo kepada Riau Pos Online Senin pagi tadi (28/10) menyusul pihak korban Ngatimin melalui pengacaranya Iwan Sumiarsa SH dan pihak Ketua Pengurus Unit Kerja SPSI PT TPP Heber D Lubis mempertanyakan hal ini yang sudah berlarut-larut dilaporkan korban namun terduga pelaku pembacokan belum juga ditindak Polres Inhu. "Kami tetap bekerja profesional , semua tetap ditindaklanjuti. Memang kami belum melakukan tindakan kepolisian karena melihat situasi lapangan," kata Kapolres Inhu AKBP Aris Presetyo via ponselnya Senin tadi (28/10). Sementara menurut Ketua Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT TPP Indragiri Hulu, Heber D Lubis saat ini situasi terakhir di lapangan antara warga dan karyawan PT TPP masih terjadi ketegangan di mana warga menguasai dan memanen sawit PT TPP. Sudah dilaporkan ke polisi penjarahan ini tapi dibiarkan. Karyawan akan mengadukan kasus pembacokan karyawan PT TPP Inhu ini ke Kapolri di Jakarta jika masalah ini tidak juga ditindaklanjuti polisi sejak empat bulan lalu hingga kini. Hal ini ditegaskan Heber D Lubis dan kuasa hukum korban pembacokan Iwan Sumiarsa SH kepada pers dan Riau Pos Online, Ahad kemarin (27/10) di Pekanbaru. Menurut Heber D Lubis, situasi sulit dialami ribuan karyawan PT TPP enam bulan terakhir karena adanya aksi sekelompok oknum warga menduduki kebun sawit PT TPP membuat aktivitas karyawan tidak sepenuhnya normal. Karyawan diintimidasi, disandera hingga dianiaya oknum warga. Seperti dialami Angga Permana, Setiawan dan Suhadi. Ketiga karyawan PT TPP ini disandera 18 Juli 2013. Selanjutnya Ngatimin karyawan panen PT TPP dibacok oknum warga. Terduga pembacokan itu inisial M sudah dilaporkan ke aparat berwajib di Inhu dan Riau sejak empat bulan lalu tapi tidak diproses. "Sudah empat bulan lalu kami mengadu ke aparat berwajib di Inhu dan Riau ini tapi sampai sekarang tidak digubris. Bukti penganiayaan dan penculikan itu sudah lengkap, jadi tak ada alasan bagi aparat tak menindaknya," kata Heber dan kuasa hukum Iwan Sumiarsa SH. Menurut Heber dan pengacara Iwan Sumiarsa SH sikap pembiaran aparat berwajib juga terjadi pada aksi penjarahan kelapa sawit yang dilakukan oknum warga. Setiap hari rata-rata buah kelapa sawit yang dijarah 15 sampai 20 truk. Jumat lalu (25/10) aparat kembali melakukan pembiaran terhadap aksi anarki oknum warga yang melakukan penebangan pohon sawit di Desa Jatirejo Afdeling K dan L. Saat kejadian berlangsung karyawan PT TPP sedang berada di lokasi kejadian, berjarak 400 meter dari kerumunan oknum warga yang berjumlah sekitar 150 orang. "Kami sangat menyayangkan kejadian itu, kenapa karyawan perusahaan yang mau bekerja memanen dan membersihkan lahan kok dilarang aparat berwajib. Tapi warga yang bawa parang, golok, senapan angin seenaknya masuk ke kebun menebang pohon sawit, padahal ada banyak aparat polisi dan Brimob Polda Riau di lokasi kenapa semua itu dibiarkan. Ini jelas aksi anarkis, dan kesabaran kami sudah habis," kata Heber D Lubis. Kondisi demikian berimbas ke perekonomian karyawan. Selama tujuh bulan karyawan hanya dapat gaji pokok Rp1,6 juta. Sebelumnya karyawan dapat Rp3 sampai Rp4 juta, tambahan pendapatan didapat dari premi dan upah lembur. dampaknya daya beli karyawan turun, sulit bayar biaya sekolah dan kuliah anak, banyak karyawan merelakan motornya diambil kembali perusahaan leasing karena tak mampu bayar angsuran kredit kendaraan bermotor. Hal ini dibenarkan Community Development Officer (CDO) PT TPP Sukmayanto mengatakan karyawan yang paling kena imbas adalah karyawan tetap 2.400 orang hanya dapat gaji pokok dan buruh harian lepas 1.500 orang yang 90 persen naker lokal meradang karena tidak lagi dapat bekerja. Warga nekad menduduki dan memanen sawit PT TPP karena ada isu Hak Guna Usaha (HGU) PT TPP akan habis Desember 2013 dan warga ingin mengambilalih sebagian kebun sawit. Malah ada pohon sawit yang sudah ditebang warga. Namun menurut Pengacara Iwan Sumiarsa SH bahwa BPN Pusat sudah menerbitkan perpanjangan izin HGU PT TPP Nomor 90/2013. "Tapi anehnya, karyawan minta perlindungan hukum kepada polisi di Inhu dan Polda Riau saat ini tidak mendapat perlindungan hukum," kata Iwan Sumiarsa SH.(azf) Sumber:Tribunpekanbaru |