Lakukanlah sesuatu itu karena itu memang baik untuk dilakukan, bukan karena apa yang akan kamu dapatkan.

Selasa, 22 Oktober 2013

Ombudsman RI Sorot Bupati Kampar

Selasa, 22 Oktober 2013


Ombudsman RI Sorot Bupati Kampar
Tribunpekanbaru/Riki Suardi
Petugas Medis RSUD Arifin Achmad terlihat memberikan pertolongan kepada korban demo
TRIBUNPEKANBARU.COM, BANGKINANG - Ombudsman Republik Indonesia memberi sikap terkait konflik di Senama Nenek. Wakil Ketua Ombudsman RI Azlaini Agus menyebutkan, Bupati Kampar Jefry Noer telah menyetujui PTPN V mencari lahan pengganti bagi masyarakat.
"Persoalannya adalah Bupati Kampar sudah menyetujui PTPN V mencari lahan pengganti bagi masyarakat," ujar Azlaini lewat layanan pesan singkat (SMS) yang diterima Tribun, Senin sore.
Menurut Azlaini, saat sekarang ini, sulit untuk mencari lahan seluas 2.800 hektare sebagai pengganti. Ia menyatakan, Ombudsman sependapat dengan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, bahwa PTPN V harus mengembalikan lahan yang telah diserobot atau dirampas dari masyarakat.
Dikatakan Azlaini, lahan 2.800 hektare tersebut sampai saat ini belum diproses dan dikeluarkan status Hak Guna Usaha (HGU)-nya oleh BPN RI karena masih bersengketa. "Dan cara PTPN V memperoleh lahan tersebut tidak prosedural," ungkapnya.
Lanjutnya, tidak dikeluarkannya HGU oleh BPN RI sebagai pertanda bahwa ada permasalahaan dengan lahan 2.800 hektare yang saat ini dikuasai oleh PTPN V. Dikatakan, seharusnya Bupati Kampar bersikap tegas dan mendesak agar PTPN V mengembalikan lahan konflik kepada warga Senama Nenek.
Azlaini menuturkan, Ombudsman RI, setelah beberapa kali menemui pihak PTPN V yang difasilitasi oleh Pemprov Riau, yakin bahwa PTPN V tidak akan mampu mencari lahan pengganti sampai akhir tahun 2013 ini. Apalagi menurut ketentuan bahwa perusahaan harus menyediakan 20 persen dari lahan HGU untuk masyarakat sekitar areal perkebunannya. 
Ia menjelaskan, jika dihitung 20 persen dari luas HGU-nya adalah kurang lebih 2.800 hektare. "Jika sudah klop itu, nggak perlu mencari lahan pengganti. Tinggal lagi bagaimana komitmen Bupati Kampar," ujarnnya.
Azlaini menyebutkan, dalam beberapa kasus di Kampar, tampaknya jalan penyelesaian yang diambil Bupati Kampar tidak merujuk pada kepentingan masyarakat. Selain itu, terkesan Bupati tidak punya niat untuk menyelesaikan persoalan yang ada secara tuntas.
"Kesannya sengaja membiarkan berlarut-larut," tandas Azlaini. Selain itu, ia menilai, langkah penyelesaian yang diambil Bupati tanpa merujuk pada peraturan perundang-undangan yang ada. "Hampir semua permasalahan di Kampar ditangani dengan cara seperti itu. Lost of Contact, lost of procedure and bias of law," pungkasnya.
Sementara itu, dalam tanggapan pihak PTPN V lewat e-mail yang diterima Tribun, lahan 2.800 hektare tersebut merupakan bagian kecil dari kurang lebih 32.000 hektare yang dikuasai perusahaan. Dikatakan, perusahaan telah mengantongi izin prinsip di antaranya, SK Menteri Pertanian Nomor 178/KPTS/UM/III/1979 tahun 1979 tentang Daerah Pengembangan P.N/P.T Perkebunan, SK Gubernur Riau Nomor Kpts.131/V/1083 tahun 1983 tentang Pencadangan Tanah untuk Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet seluas lebih kurang 30.000 hektare di Kecamatan Tandun dan Siak Hulu Kabupaten Kampar yang dikelola oleh PT Perkebunan II Tanjung Morawa serta SK Menteri Kehutanan Nomor 403/KPTS-II/1996 tentang Pelepasan Hutan Seluas 32.235 Ha di Kelompok Hutan Sei Lindai, Tapung Kiri.
Friando mengatakan, Menteri Negara BUMN dan Komisi VI DPR RI telah menolak penyerahan lahan dan agar diselesaikan lewat jalur hukum. Dikatakan, Meneg BUMN mengirim surat kepada Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang untuk melakukan mediasi pada Juli 2009.
Setelah itu, muncul gugatan kepada PTPN V di PN Bangkinang dari KUD Bina Mandiri yang mewakili 1.400 warga Senama Nenek. Oleh Majelis Hakim, gugatan itu ditolak. Pada tahun 2011, ada dua gugatan kepada PTPN V di PN Bankinang, tetapi penggugat mencabut gugatannya pada proses persidangan.
Lanjutnya, pada Juli sampai Oktober 2012, masyarakat kemudian melakukan pendudukan paksa terhadap areal konflik. Selama itu, kata Friando, perusahaan mengalami kerugian produksi yang sangat signifikan.
Selanjutnya, dilakukan beberapa pertemuan antara warga Senama Nenek dengan perusahaan yang difasilitasi oleh DPD RI, Ombudsman, Komnas HAM dan Pemerintah Daerah. "Kesimpulannya, berdasarkan musyawarah mufakat pada tanggal 23-24 Oktober 2012, Perusahaan dan masyarakat sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini dengan cara mencari lahan pengganti/take over lahan dengan skim KKPA untuk masyarakat Dusun I Desa Senama Nenek," jelas Friando.
Ia bahkan menyebutkan, percepatan merealisasikan kesepakatan, Pemkab Kampar memberi dukungan dengan membentuk Tim Terpadu melalui SK Bupati Kampar Nomor 500/adm-EK/114 tanggal 26 Maret 2013.
Friando berharap, semua pihak menyetujui kesepakatan bersama. Ia meminta masyarakat bersatu dan membentuk kelembagaan sebagai mitra untuk membangun kebun SKIM pola KKPA. (*)
Penulis: nando
Editor: zid

tanah untuk keadilan

tanah untuk keadilan

Visitor

Flag Counter

Bertuah

Blogger Bertuah