JAKARTA: Pengusutan 14 perusahaan pemasok Asia Pulp and Paper (APP) dan
PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) berpotensi menyelamatkan hutan
gambut di Riau seluas 60.000 hektar. Hingga kini hanya pejabat
pemerintah daerah di provinsi tersebut yang telah diusut hingga diadili.
Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Muslim
Rasyid mengatakan fakta sidang korupsi kehutanan yang melibatkan banyak
pejabat pemerintah Riau menjadi terpidana, dapat mendorong dibukanya
kembali pengusutan kasus 14 perusahaan hutan. Menurutnya, hal itu akan
menyelamatkan hutan Riau sedikitnya 60 ribu hektar.
Polda Riau sebelumnya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3) pada tersangka dari perusahaan pada 2008 terkait dengan kasus
dugaan penebangan liar. Menurut kepolisian, dikeluarkannya surat itu
dikarenakan mereka tak memiliki cukup bukti atas dugaan kejahatan
tersebut. Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya
mengusut sejumlah pejabat pemerintah daerah yakni mantan bupati hingga
kepala dinas kehutanan, namun gagal membuktikan terjadinya suap.
Perbuatan yang terbukti adalah penyalahgunaan wewenang.
"Pengungkapan unsur korupsi dalam proses mengeluarkan izin oleh
sejumlah pejabat di Riau adalah pintu masuk untuk mengusut keterlibatan
perusahaan. Fakta sidang memperkuat dugaan keterlibatan itu,” kata
Muslim dalam siaran pers bersama Greenpeace, Aliansi Jurnalis Independen
Pekan Baru, dan Riau Corruption Trial hari ini, Kamis (28/06/2012).
Dia mengungkapkan fakta yang terungkap dalam persidangan kasus korupsi
kehutanan dalam 5 tahun terakhir memperkuat dugaan bagaimana tindakan
korupsi dilakukan oleh perusahaan bersama pejabat pemerintah daerah. Hal
itu terkait dengan lolosnya berbagai perizinan bisnis dan akhirnya
menghancurkan hutan penting Riau.
Jikalahari mencatat total wilayah konsesi 14 perusahaan itu sebesar
194.000 hektar, dengan proyeksi telah dihancurkannya hutan gambut
sekitar 100.000 hektar dan hutan alam dataran rendah seluas 30.000.
Muslim memaparkan jika penyidikan dilanjutkan, maka potensi hutan gambut
Riau yang bisa diselamatkan sebesar 60 ribu hektar.
"Penyelamatan hutan hujan Indonesia dapat dilakukan juga melalui
penegakan hukum yang seharusnya mampu melindungi kekayaan alam dan
habitat satwa penting seperti harimau Sumatra, gajah Sumatra dan lainnya
yang satwa tersebut kini terancam punah. Membongkar kembali kasus
keterlibatan 14 perusahaan dapat mengembalikan harapan masyarakat pada
keadilan hukum,” kata Rusmadya Maharuddin, Jurukampanye Hutan Greenpeace
Indonesia.
Riau merupakan provinsi yang menjadi tempat dua perusahaan kayu raksasa
dunia beroperasi serta menimbulkan kerusakan dan kehancuran hutan alam
dan gambut. Dampak operasi perusahaan itu tidak hanya pada lingkungan
tetapi juga menyebabkan kehilangan mata pencaharian bagi masyarakat di
sekitar hutan.
Data Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), salah satu
organisasi dalam koalisi tersebut, menyebutkan nama perusahaan itu
adalah PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Riau
Andalan Pulp & Paper, PT Arara Abadi, PT Suntara Gajah Pati, PT Wana
Rokan Bonai Perkasa, PT Anugerah Bumi Sentosa, PT Madukoro, PT Citra
Sumber Selaras, PT. Bukit Betabuh Sei Indah, PT. Binda Daya Lestari, PT
Rimba Mandau Lestari, PT Inhil Hutan Pratama, dan PT Nusa Prima
Manunggal. Seluruh perusahaan itu memasok untuk dua perusahaan kayu
besar yakni Asia Pulp and Paper (APP) dan Asia Pacific Resources
International Limited (APRIL). (sut)
Sumber : http://en.bisnis.com/articles/jikalahari-proses-hukum-terhadap-14-perusahaan-pemasok-app-ditunggu