Senin, 03 Sep 2012
Kegiatan investasi dan perdagangan global menjadikan Indonesia sebagai
korban parah kerusakan lingkungan hidup di Indonesia, seperti penebangan
hutan secara besar-besaran
di Sumatera, Kalimantan (berlangsung lebih tiga dekade), kemudian
aktivitas pertambangan seperti di Kalimantan, Papua, Sulawesi, Nusa
Tenggara Barat dan Timur.
Pengerusakan hutan yang
kerap terjadi di Indonesia ini juga ternyata dijadikan sebagai lahan
perkebunan sawit, selain melakukan upaya perampasan lahan milik
masyarakat. Bisa dipastikan bahwa perdagangan internasional minyak sawit
menjadi perangsang kehancuran hutan tropis di republik ini dan
mensukseskan maraknya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).Perkebunan Sumber
Kerusakan Lingkungan Hidup
Maraknya penggundulan hutan, besarnya konflik penguasaan lahan serta parahnya kerusakan lingkungan menjadi simpul negatif yang harus ditanggung puluhan juta rakyat Indonesia akibat ulah pelaku minyak sawit global. Upaya ekspansi setiap harinya dilakukan dan sejalan juga dengan kehancuran ekosistem dan keanekaragaman hayati yang sudah lama terjalin di hutan setiap harinya. Licinnya minyak sawit ternyata sangat sejalan dengan derasnya keuntungan yang didapat oleh produsen, penyalur dan lembaga keuangan di dunia, sebab minyak sawit saat ini paling banyak diproduksi, diperdagangkan dan dikonsumsi masyarakat dunia.
Pertumbuhan dan ekspansi industri minyak sawit dalam skala luas selain menghancurkan hutan juga kerap disertai dengan upaya pembakaran hutan. Kemudian disusul terjadinya erosi, pembuangan limbah pengolahan kelapa sawit dalam jumlah besar serta pengunaan pestisida yang merugikan buruh dan kondisi air tanah.
Besarnya dampak kerusakan lingkungan yang diakibat derasnya laju industri minyak sawit global khususnya Indonesia ternyata tidak menjadi keresahan pemerintahan negara ini, sebab pemerintah tetap saja melakukan pembiaran ekspansi perkebunan kelapa sawit sampai Papua (MIFEE) dan setiap tahunnya memberikan izin baru perkebuan kelapa sawit dalam skala besar.
Pemerintah kini juga memantapkan posisinya menjadi pelayan setia dalam memfasilitasi minat pengusaha untuk melakukan penguasaan lahan di bidang perkebunan. Mental memfasilitasi nafsu pengusaha ini juga terjalin secara sistematis sampai ke pemerintahan daerah yang lebih banyak juga memberikan izin pembangunan perkebunan kelapa sawit.
Konflik Agraria Akibat Perampasan Lahan
Perlu dipastikan bahwa sektor perkebunan merupakan sektor yang menimbulkan banyak konflik di Indonesia (sektor paling rentan konflik) terutama terkait perizinan penguasaan tanah serta tidak adanya perlindungan hukum bagi masyarakat. Banyaknya konflik tanah ini juga diakibatkan banyaknya perlawanan dan aksi pendudukan kembali (reclaming) yang dilakukan oleh masyarakat desa akibat kehilangan tanah dan sumber penghidupannya serta akses terhadap sumber daya alam.
Sejatinya, pembangunan industri kelapa sawit di Indonesia berada di kawasan lahan yang disewakan oleh pemerintah. Namun pada prakteknya tak jarang kita temui justru pratek ilegal yang melanggar konstitusi bangsa ini, seperti melakukan aktivitas sebelum mendapatkan izin dan mengembangkan perkebunan di kawasan yang lebih luas dari perizinan, sehingga mengakibatkan hilangnya akses masyarakat atas sumber daya dan meruginya pemerintah terhadap akses pendapatan negara.
Maraknya perlakuan penyuapan dan korupsi menjadikan pemerintah tidak lagi membela kepentingan dan hak rakyat. Hutan yang musnah, meruginya masyarakat dan hilangnya akses penghidupan rakyat jelas menimbulkan konflik sosial yang tidak berkesudahan sampai yang kita alami saat ini. Rakyat bersatu dan berdaulat dalam memperjuangkan haknya serta mengatasi persoalan yang dihadapinya secara sendiri.
Konflik agraria yang meletus tidak mengurungkan niat perusahaan untuk menghentikan aktivitas perusahaannya, justru perusahaan melakukan upaya memobilisasi dan membayar pihak kepolisian, militer dan pejabat pemerintah untuk mengatasi konflik tersebut, sehingga tidak jarang pelanggaran HAM yang justru terjadi, seperti penggusuran, pembakaran rumah, pemukulan, intimidasi, dan bahkan berujung pada penembakan.
Banyaknya konflik agraria dewasa ini yang bertujuan untuk perjuangan menguasai tanah harus menjadi perjuangan bersama seluruh rakyat Indonesia, sebab perusahaan-perusahaan kini semakin marak dan norak untuk merampas lahan dan hak masyarakat. Gerakan sosial perjuangan petani untuk pengakuan hak atas tanah harus menjadi tugas bersama kita demi terwujudnya negara kesejahteraan (welfare state).***
*Penulis adalah aktivis Eksekutif Nasional WALHI
Sumber: http://www.analisadaily.com/news/read/2012/09/03/71731/menilik_maraknya_konflik_agraria/#.UEuVFa5i55Y