10 JUNE 2014
16:30 - FB RIAN ANGGORO
Pekanbaru, (Antarariau.com) - Lembaga kemasyarakatan Scale Up menyatakan
jumlah korban meninggal dunia akibat konflik lahan di Provinsi Riau dalam dua
tahun terakhir terus bertambah, yang salah satu sumber masalahnya adalah
ketidakjelasan payung hukum dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Riau.
"Selama 2013 telah ada lima jiwa melayang dan 27 korban luka-luka dalam konflik lahan di Riau. Angka ini jauh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya," kata Direktur Eksekutif Scale Up, Harry Oktavian, dalam pernyataan pers di Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan, jumlah korban jiwa yang meninggal dunia pada 2013 akibat konflik lahan hanya satu orang sedangkan 37 orang mengalami luka-luka.
"Selama 2013 telah ada lima jiwa melayang dan 27 korban luka-luka dalam konflik lahan di Riau. Angka ini jauh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya," kata Direktur Eksekutif Scale Up, Harry Oktavian, dalam pernyataan pers di Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan, jumlah korban jiwa yang meninggal dunia pada 2013 akibat konflik lahan hanya satu orang sedangkan 37 orang mengalami luka-luka.
"Belum disahkannya Rancangan Tata Ruang Tata Wilayah Provinsi Riau oleh Menteri Kehutanan, tak hanya menciptakan ketidakpastian mengenai kawasan, melainkan juga berdampak terhadap peningkatan jumlah konflik," katanya.
Menurut kajian Scale Up, lanjutnya, tingginya konflik dalam masalah agraria salah satunya akibat ketidakpastian RTRWP yang pemicu gesekan serta bentrokan warga dengan perusahaan.
"Akibat belum disahkannya RTRW Riau oleh Menhut, membuat ketidakpastian masyarakat terhadap ruang kelola sebagai sumber kehidupan, ketidakpastian bagi bisnis, sering terjadinya konflik serta adanya indikasi pembiaran Menhut untuk tidak menandatangani berkas pengajuan RTRW tersebut," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Riau Annas Maamun telah menyurati Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan untuk memohon agar masalah RTRWP Riau segera diselesaikan karena sudah terkatung-katung lebih dari tujuh tahun. Surat yang diteken oleh Gubernur Riau Annas Maamun pada 2 Juni lalu itu juga ditembuskan ke Menko Bidang Perekonomian, Mendagri, Menteri Pekerjaan Umum, Komisi IV DPR, UKP4, Badan Pengelola REDD+, dan Ketua DPRD Provinsi Riau.
Dalam surat itu dijelaskan bahwa Pemprov Riau sejak 2008 telah melayangkan surat permohonan kepada Menteri Kehutanan saat itu untuk melakukan paduserasi RTRWP Riau. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) meresponnya dengan membentuk Tim Terpadu untuk mengkaji usulan Riau dengan dasar SK Menhut No.SK 410/Menhut-VII/2009.
Tim Terpadu telah selesai melakukan kajian perubahan kawasan hutan Provinsi Riau, dan telah menyampaikannya ke Menhut tanggal 5 Desember 2012. Namun, hingga kini Menhut Zulkifli Hasan belum menandatangani rekomendasi itu dan mengesahkan RTRWP Riau.
Dalam surat tersebut Gubernur Riau menyatakan, pemerintah daerah menyadari pentingnya percepatan rencana legalisasi RTRWP Riau karena menginginkan payung hukum dalam pemanfaatan ruang di Provinsi Riau. Gubernur Riau juga menyatakan bahwa terkatung-katungnya pengesahan RTRWP Riau sudah berdampak negatif dalam pelaksanaan rencana pembangunan mulai dari realisasi program nasional MP3EI, proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai, pencapaian target penurunan gas rumah kaca dan REDD+ dan sejumlah program strategis nasional lainnya.
"Rencana pembangunan kebun bagi masyarakat miskin dan berbagai program lain yang terkait pemanfaatan ruang untuk kepentingan Riau juga terhambat. Sia-sia hidup kita apabila kita tidak bisa membangun daerah sendiri karena masalah ini," kata Kabiro Humas Setdaprov Riau, Yoserizal Zen, kepada Antara.