PEKANBARU,
riaueditor.com– Belum disahkannya Rancangan Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW)
Provinsi Riau hingga kini oleh Menteri Kehutanan, tak hanya menciptakan
ketidakpastian mengenai kawasan, melainkan juga berdampak terhadap peningkatan
jumlah konflik.
Berdasarkan data Scale Up, lembaga yang secara khusus memantau konflik dipicu Sumber Daya Alam (SDA), konflik yang terjadi selama 2013 telah mengakibatkan 5 jiwa melayang dengan 27 korban luka-luka. Angka ini jauh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, 2012.
"Pada 2012, konflik tetap ada di Riau, jumlah korban luka-luka mencapai 37 korban dengan satu jiwa melayang. Ini akibat ketidakpastian tata ruang dan tata wilayah (RTRW) dan pemicu gesekan serta bentrokan warga dengan perusahaan," kata Direktur Eksekutif Scale Up, Harry Oktavian, Selasa (10/6/2014) dan beberapa tokoh masyarakat Riau mendatangi Kementerian Kehutanan dan bertemu dengan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan. Hasilnya, Menhut tak mau menandatangani berkas RTRW Provinsi Riau yang telah 18 bulan berada di atas mejanya. Alasan Menhut, kabinet saat ini dalam kondisi demisioner.
"Akibat belum disahkannya RTRW oleh Menhut, membuat ketidakpastian masyarakat terhadap ruang kelola sebagai sumber kehidupan, ketidakpastian bagi bisnis, sering terjadinya konflik serta adanya indikasi pembiaran Menhut untuk tidak menandatangani berkas pengajuan RTRW tersebut," kata Harry.
Ia juga menceritakan, Senin (9/6/2014), Scale Up juga melakukan diskusi dengan Kepala Bappeda Riau, Muhammad Yafiz. Usai bertemu dengan Kepala Bappeda, Scale Up juga berencana untuk mendatangi Ketua Harian Lembaga Adat Melayu Riau, Al Azhar esok hari, Rabu (11/6/2014).
"Rabu besok kita rencananya akan berkunjung ke Bang Al Azhar membincangkan RTRW ini serta apa saja bisa kita lakukan. Jangan sampai pembiaran RTRW membuat Riau berdarah-darah. Sebelumnya juga kita telah lakukan komunikasi dengan beliau mengenai konflik SDA yang terjadi di Riau selama ini," kata Harry. (rls)
Sumber: riaueditor.com