TAPI harapan itu sepertinya tak akan terwujud, Mena Boru Karo sendiri mengaku pesimis, karena PT Nusa Wana Raya (NWR) mengklaim mengantongi izin dari Menteri Kehutanan (Menhut), tengah menumbangi sawit di lahan seluas 2.100 hektar milik ratusan warga lainnya.
Di atas lahan itulah Mena Boru Karo dan tiga saudaranya, memiliki lahan sawit seluas lebih kurang 100 hektar. Saat ini, katanya kepada Harian Vokal pekan lalu, ratusan batang sawit baru saja ‘belajar’ berbuah.
“Kami bersaudara membeli dan bertanam sawit di sana tahun 2010. Saya membeli tanah dari uang menjual rumah di Jakarta. Tapi tanah kami nampaknya akan hilang begitu saja karena dirampas oleh perusahaan,” kata Bena, sambil menyeka air matanya.
Menurut Bena, saat membeli, tanah tersebut adalah tanah ulayat milik Batin Muda Hatta, Batin Amin, Batin Gogai dan Batin Bujang Baru. Surat-suratnya lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan.
Namun awal Februari 2014, sekitar 400 orang karyawan PT NWR datang dan mengklaim lahan itu milik mereka. Dengan alat berat dan pengawalan ketat, pohon sawit ditumbangi dan pucuknya diberi Pestisida supaya mati.
Warga pemilik kebun sudah mencoba melawan dan beberapa kali berdemo di Kantor Desa Segati. Sebanyak 169 kepala keluarga (KK) sudah membubuhkan tandatangan menolak, tapi semua nampaknya tak berarti.
"PT NWR mengklaim lahan konsesi perusahaannya sekitar 23.030 hektar, itu berdasarkan izin Menhut Nomor 550/Menhut-II/2012," kata Mena Boru Karo.
Dikatakan, warga pemilik lahan juga sudah melayangkan surat, baik ke Kapolres Pelalawan, Asisten I Kabupaten Pelalawan, Kadishutbun Pelalawan, Camat Langgam, Kapolsek Pangkalan Kerinci, Kades Segati, Perwakilan PT NWR, serta para datuk atau pemangku adat yang ditembuskan ke Pemerintah Provinsi Riau, DPRD Riau, DPR RI dan lain lain.
“Tapi surat itu belum ada tanggapan, apalagi penyelesaian. Hingga kini Karyawan PT NWR, dengan dijaga Anggota Polres Pelalawan bersenjata tampak mengawal di lokasi yang diklaim sebagai milik perusahaan,” tutur Bena.
Parahnya lagi, setiap orang yang mencoba masuk ke lokasi tersebut, kendaraannya dirampas, bahkan ada yang sudah menjadi korban pengeroyokan oleh karyawan PT NWR.
Dengan kenyataan itu, Bena mengaku kecewa. Tiap malam hatinya gelisah sehingga sulit tidur. "Kami sudah tidak tahu lagi mau kemana. Kalau ada yang tergerak hatinya membantu, tolonglah kami, tolonglah karena tanah kami dirampas,” ujarnya.
Hidup Tenang
A Rahman, warga Sei Lagan berharap agar persoalan sengketa lahan antara PT NWR, secepatnya menemui titik terang sehingga bisa hidup tenang dan damai."Hendaknya terbukalah jalan untuk penyelesaian konflik di Sei Lagan ini," katanya, Senin (10/3).
Menurut A Rahman, seharusnya PT NWR tidak harus menghilangkan hak-hak masyarakat, karena sejak dulu perbatinan sudah ada di Dusun Sei Lagan.
Dua Ditangkap
Polisi Resor (Polres) Pelalawan, saat ini mengaku menahan dua warga Sei Lagan, atas tuduhan mengkoordinir warga lainnya menghalangi personil polisi melakukan pengamanan di lahan PT NWR.
Keduanya adalah Rita Br Manulang (44) dan Demak Rohani Silitonga (35). Menurut Kapolres Pelalawan AKBP Aloysius Suprijadi melalui Kasubag Humas Polres Pelalawan AKP Lumban G Toruan, Senin (10/3), atas hadangan tersebut kepolisian tidak bisa melaksanakan pengamanan pada Sabtu (8/3).
Dikatakan, keduanya telah mengkoordinir warga untuk menghalangi jalan dengan kayu, membuat api unggun di tengah jalan sehinga mobil petugas tidak bisa lewat.
"Mereka menjaga di pos dan membuat ampang-ampang (portal), serta melempari mobil petugas dengan batu. Disaat dilakukan negosiasi mereka menyemprotkan racun ke petugas. Sementara warga lain hanya ikut-ikutan,” tutur Kapolres.
"Keduanya dijadikan sebagai saksi dalam kasus ini. Dan yang lainnya sudah dikembalikan ke Sei Lagan setelah membuat surat pernyataan tidak akan ikut-ikutan atau tidak mau ikut hasutan orang lain," ujarnya.
Selain perjanjian tersebut, masyarakat juga membuat kesepakatan untuk mau pindah ke tempat relokasi yang telah disiapkan oleh batin dan Aparat Desa Segati.
Lumban menambahkan, untuk ancaman tindak pidana melakukan permufakatan jahat untuk penggunaan kawasan hutan secara tidak sah dan setiap orang dilarang mencegah, merintangi dan atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung upaya pemberantasan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, berarti telah melanggar Undang Undang.
"Pasal 19 huruf C junto pasal 94 ayat 1 huruf B dan pasal 20 junto pasal 100 ayat 1 UU RI nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengurusakan hutan, dengan ancaman hukuman diatas 5 tahun," ujarnya.
Kelompok Tani
Direktur PT NWR Muller Tampubolon SE MM, ketika dikonfirmasi, Senin, mengatakan, persoalan antara perusahaan dengan warga timbul, setelah ada kelompok tani di Sei Lagan."Awalnya di tahun 1997, PT NWR mendapat izin dari Kementerian Kehutanan RI untuk mengelola kawasan hutan menjadi Hutan Tanaman Industri atau HTI. Yang kemudian dilakukan penanaman dan penata batasan selama tiga tahun," ujar Muller.
Di katakan Muller, persoalan tersebut muncul di awal di tahun 2012, ada kelompak tani di Sei Lagan, dan kelompok tani tersebut tidak tahu dimana letak lokasi tanahnya.
"Karena tidak tahu di mana areal bagi kelompok tani, akhirnya mereka mengklaim di lahan yang sudah ditanami akasia oleh PT NWR. Akasia itu mereka tumbangkan," katanya.
Muller menyangkal jika perusahaan telah lalai dan membiarkan lahannya terbengkalai sehingga sampai diklaim oleh kelompok tani tersebut. Menurutnya, perusahaan tetap maksimal mengelola lahan.
“Kita patuh dengan aturan kehutanan yang telah ditetapkan," ujarnya.
Dijelaskan Muller, pada bulan Juni tahun 2012, pihak perusahaan telah melakukan pembicaraan dengan Bupati Pelalawan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Kita rapat dengan Bupati waktu itu, untuk melakukan verifikasi dan investigasi dengan membentuk tim untuk melakukan turun ke lapangan. Dan hasilnya, lahan seluas 2.100 hektar yang diklaim oleh koperasi itu masuk ke area PT NWR," tuturnya.
"Kita fokus penanganan ke penegak hukum, khusus untuk Sei Lagan dan dan di luar Sei Lagan kita akan turun kelapangan, kita tidak mau menyakiti masyarakat," katanya.
Muller menambahkan, pihak perusahaan akan secepatnya melakukan penanaman kembali di lahan seluas 2.100 hektar tersebut yang telah diklaim oleh masyarakat Sei Lagan.
"Kita akan melakukan penanaman kembali secepatnya. Dan sudah lakukan upaya mediasi dengan melibatkan berbagai pihak," katanya.
Relokasi
Camat Langgam Faisal SSTP, mengatakan, upaya penyelesaian sudah pernah dilakukan. Bahkan ada kesepakatan warga yang memiliki kebun akan direlokasi ke lokasi lain."Lahan relokasi ninik mamak yang akan menyiapkannya,"kata Camat Langgam, Faisal SSTP, Senin.
Selain itu, kata Faisal, sebanyak 20 kepala keluarga akan kembali ke kampung halaman. Dan tidak ada seorangpun yang memilih tawaran untuk bekerja di perusahaan.
Dijelaskan, sampai saat ini bagi masyarakat yang akan direlokasi masih terus dilakukan upaya pendataan dengan ninik mamak sebagai penanggungjawabnya.
Kepala Desa Segati juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, penyelesaian telah dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, seperti dari kepolisian, pemerintah daerah, pemerintahan camat dan desa.
"Dalam musyawarah tersebut ada beberapa opsi yang ditawarkan kepada masyarakat agar mau meninggalkan areal atau lahan yang telah diklaimnya," katanya.
Dikatakan, opsi pertama, pihak perusahaan akan memberikan ongkos bagi masyarakat yang mau pulang kampung. Kedua, perusahaan dapat menerima masyarakat untuk menjadi karyawan dan disiapkan mess. Ketiga masyarakat akan direlokasi.
"Dan setelah dilakukan mediasi tersebut, maka masyarakat memilih opsi ke tiga, yaitu masyarakat bersedia untuk direlokasi," ujarnya.
Menurut Sofian, pemerintah dalam hal ini akan mengusahakan relokasi jika ada lahan lain yang mencukupi, sepanjang tidak dalam kawasan konsesi dan HTI.
"Batin Antan-antan bersama Sekdes Desa Segati dan perwakilan PT NWR akan mencari lahan kosong untuk dijadikan tempat relokasi," jelasnya.
Sofian menambahkan, saat ini Camat, Kades Desa Sei Lagan, Ketua kelompok tani Desa Sei Lagan bersama Anggota Polsubsektor Segati akan mendata kembali masyarakat yang benar-benar berdomisili di Sei Lagan. (tim liputan harian vokal)
Source:www.harianvokal.co