Jumat, 17 Januari 2014
SUARAAGRARIA.COM JAKARTA, SACOM - Sebentar lagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengakhiri masa baktinya. Menjadi pertanyaan, apa yang akan diwariskan periode kekuasaan SBY di bidang Hak asasi rakyat dan petani soal kebijakan agraria nasional?
“Sepanjang kekuasaan SBY, rakyat khususnya mereka para petani, perempuan dan masyarakat adat setiap hari semakin kehilangan tanah dan air mereka serta jauh dari pemenuhan hak asasi petani,” tegas Iwan Nurdin, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria. “Jatuhnya korban jiwa akibat konflik agraria tahun ini juga meningkat drastis sebanyak 525%,” papar Iwan.
Tahun lalu korban jiwa akibat konflik agraria sebanyak 3 orang petani. Memperihatinkan, pada tahun 2013 ini korban jiwa tercatat 21 orang. Sebanyak 30 orang tertembak, 130 orang mengalami penganiayaan dan 239 orang ditahan oleh aparat keamanan.
“Meningkatnya jumlah korban tewas dalam konflik agraria tahun ini sangat memprihatinkan dan menandakan bahwa masyarakat telah menjadi korban langsung dari cara-cara ekstrim dan represif pihak aparat keamanan (TNI/Polri),” terang Iwan lagi.
Korps kepolisian merupakan instrumen pemerintah yang paling banyak terlibat dalam kekerasan dalam menangani konflik agraria sepanjang tahun 2013 ini, yakni 47 kasus, diikuti oleh TNI, 9 kasus.
Yang menyedihkan adalah keterlibatan organ non-pemerintah yang ikut-ikutan menangani konflik agraria. Berdasarkan catatan KPA penanganan dengan cara kekerasan oleh pihak keamanaan perusahaan mencapai 29 kasus. Kasus yang paling dekat adalah soal pembangunan waduk bubur gadung, dimana preman ikut-ikutan menganiaya petani.
Menanggapi data tersebut, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI), Hendry Saragih sangat sedih.
“Serikat Petani Indonesia menilai Rezim SBY bukan saja tidak mampu menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi petani, namun secara massif memproduksi pelanggaran Hak Asasi Petani baru secara pesat,” tegas Henry.
Data itu tentu saja sangat bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang ikut sebagai pendukung Deklarasi Hak Asasi Petani di Dewan HAM PBB yang di usulkan SPI sebagai hasil konferensi Hak Asasi Petani dan Pembaruan Agraria yang diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2001 silam.
Apa yang diwariskan SBY di atas telah mengokohkan akar masalah agraria nasional berupa ketimpangan penguasaan, pemilikan dan pengusahaan sumber-sumber agraria, yang menimbulkan konflik agraria tak berkesudahan serta kerusakan lingkungan hidup yang semakin meluas.
“Praktis, agenda reforma agraria tidak pernah dijalankan selama pemerintahan SBY berkuasa,” tegas Hendry.
Sumber:suaraagraria.com