Tasik Betung, Siak Mencekam
Aparat Gabungan Hancurkan Rumah Warga di Siak
[SIAK] Sejumlah rumah penduduk di Desa
Tasik Betung, Kecamatan Mandau, Kabupaten Siak, Riau, dibakar dan diruntuhkan
oleh oknum aparat gabungan selama dua pekan terakhir.
Aparat gabungan itu terdiri dari oknum TNI, Brimob, dan para preman, yang diduga kuat oleh masyarakat setempat, membekingi salah satu pemegang izin konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Arara Abadi, yang merupakan grup usaha Asia Pulp and Paper (APP).
Pantauan SP di Desa Tasik Betung, Senin (25/3) sore, puluhan rumah penduduk yang diruntuhkan aparat gabungan tersebut dengan menggunakan alat berat. Masyarakat juga semakin ketakutan akibat aksi brutal aparat itu. Sejumlah warga termasuk anak-anak kini harus mengungsi di hutan. Bahkan, warga yang rumahnya telah rata dengan tanah terancam kelaparan karena semua isi rumah termasuk bahan makanan dan peralatan rumah tangga turut di eksekusi.
"Kami tidak tahu lagi mau ke mana. Rumah kami telah rata dengan tanah. Kami juga tidak diberi kesempatan untuk mengambil barang-barang kami dari dalam rumah. Kami ketakutan makanya lari ke hutan. Sudah sebeulan terakhir ini, Tasik mencekam," ujar Ponimin (47) kepada SP, saat meninjau rumahnya yang telah porak-poranda.
Puluhan rumah penduduk yang dihancurkan oleh aparat keamanan itu terjadi pada Rabu dan Kamis pekan lalu. Karena masyarakat ketakutan dengan senjata lengkap prajurit TNI maupun Brimob, mereka melarikan diri ke hutan.
Ponimin mengaku, tak habis pikir kenapa rumah mereka dihancurkan oleh aparat gabungan. Padahal, dia menuturkan, rumah yang dibagun semi permanen itu berada di kawasan perkampungan.
Ponimin mengungkapkan, dia dan keluarga mendapatkan lahan satu hektare dari warga setempat, dan digunakan untuk bercocok tanam serta mendirikan rumah. "Hasil bercocok tanam dibagi dengan pemilik tanah. Bila kami tanam padi, saat panen hasilnya 20 karung, sebanyak 6 karung ke pemilik lahan, dan sisanya untuk kami. Istilah disini belah pinang," ujar Ponimin sambil meratapi rumahnya yang telah rata dengan tanah.
Pemilik lahan yang merupakan penduduk asli Riau, Suku Sakai, Dagang (61) mengaku, pihaknya yang paling bertanggungjawab atas penghancuran rumah warga adalah PT Arara Abadi. Hal itu terbukti dari alat berat yang dipakai untuk menghancurkan rumah warga adalah back hoe yang datang dari kawasan HTI.
"Makam nenek moyang kami yang sudah 100 tahun juga turut dilindas alat berat. Ini tanah wilayat kami dan merupakan belukar yang baru kembali diolah," ujarnya dengan logat melayu yang kental.
Masyarakat Tasik Betung, kata Dagang, tak bisa berbuat apa-apa atas pengrusakan rumah dan makam. Desa itu berada jauh dari kawasan kota dan aksesnya sulit dijangkau. "Kami tidak tau mengadu kemana. Polisi dan tentara merupakan orang perusahaan. Kami hanya tahu berladang dan itu pun kami harus ditindas di tanah kami sendiri," ujarnya.
Total luas Desa Tasik Betung sekitar 128.000 ha, dan sekitar 98% lahan telah berubah menjadi HTI. Masyarakat asli tak mendapatkan tanah warisan nenek moyangnya, karena terus terusir. Bahkan, desa berpenduduk 350 jiwa itu, tak ada lagi di peta Kehutanan. Padahal, di sana ada SD Negeri dan kantor desa. Dulu desa itu dipimpin seorang penghulu. Desa itu telah ada sebelum UU Kehutanan diterbitkan. Ketua RT 02 Desa Tasik Betung, Safri (41) mengatakan, lahan yang warga kelola merupakan lahan turun-temurun. Penduduk juga hanya mampu mengelola lahan sekitar 1 sampai 2 ha setiap keluarga.
Namun sejak PT Arara Abadi masuk ke ke kawasan itu, kehidupan warga semakin terancam. Warga seringkali ditakut-takuti dengan kedatangan aparat keamanan dengan menggunakan senjata lengkap.
"Kami harus terusir di tanah leluhur kami. Kami hanya tahu berladang kenapa aparat tega menghancurkan rumah dan tanaman masyarakat. Masyarakat di sini belum merdeka," katanya. [H-14/N-6]
Source:suarapembaruan.com
Aparat Gabungan Hancurkan Rumah Warga di Siak
Aparat gabungan itu terdiri dari oknum TNI, Brimob, dan para preman, yang diduga kuat oleh masyarakat setempat, membekingi salah satu pemegang izin konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Arara Abadi, yang merupakan grup usaha Asia Pulp and Paper (APP).
Pantauan SP di Desa Tasik Betung, Senin (25/3) sore, puluhan rumah penduduk yang diruntuhkan aparat gabungan tersebut dengan menggunakan alat berat. Masyarakat juga semakin ketakutan akibat aksi brutal aparat itu. Sejumlah warga termasuk anak-anak kini harus mengungsi di hutan. Bahkan, warga yang rumahnya telah rata dengan tanah terancam kelaparan karena semua isi rumah termasuk bahan makanan dan peralatan rumah tangga turut di eksekusi.
"Kami tidak tahu lagi mau ke mana. Rumah kami telah rata dengan tanah. Kami juga tidak diberi kesempatan untuk mengambil barang-barang kami dari dalam rumah. Kami ketakutan makanya lari ke hutan. Sudah sebeulan terakhir ini, Tasik mencekam," ujar Ponimin (47) kepada SP, saat meninjau rumahnya yang telah porak-poranda.
Puluhan rumah penduduk yang dihancurkan oleh aparat keamanan itu terjadi pada Rabu dan Kamis pekan lalu. Karena masyarakat ketakutan dengan senjata lengkap prajurit TNI maupun Brimob, mereka melarikan diri ke hutan.
Ponimin mengaku, tak habis pikir kenapa rumah mereka dihancurkan oleh aparat gabungan. Padahal, dia menuturkan, rumah yang dibagun semi permanen itu berada di kawasan perkampungan.
Ponimin mengungkapkan, dia dan keluarga mendapatkan lahan satu hektare dari warga setempat, dan digunakan untuk bercocok tanam serta mendirikan rumah. "Hasil bercocok tanam dibagi dengan pemilik tanah. Bila kami tanam padi, saat panen hasilnya 20 karung, sebanyak 6 karung ke pemilik lahan, dan sisanya untuk kami. Istilah disini belah pinang," ujar Ponimin sambil meratapi rumahnya yang telah rata dengan tanah.
Pemilik lahan yang merupakan penduduk asli Riau, Suku Sakai, Dagang (61) mengaku, pihaknya yang paling bertanggungjawab atas penghancuran rumah warga adalah PT Arara Abadi. Hal itu terbukti dari alat berat yang dipakai untuk menghancurkan rumah warga adalah back hoe yang datang dari kawasan HTI.
"Makam nenek moyang kami yang sudah 100 tahun juga turut dilindas alat berat. Ini tanah wilayat kami dan merupakan belukar yang baru kembali diolah," ujarnya dengan logat melayu yang kental.
Masyarakat Tasik Betung, kata Dagang, tak bisa berbuat apa-apa atas pengrusakan rumah dan makam. Desa itu berada jauh dari kawasan kota dan aksesnya sulit dijangkau. "Kami tidak tau mengadu kemana. Polisi dan tentara merupakan orang perusahaan. Kami hanya tahu berladang dan itu pun kami harus ditindas di tanah kami sendiri," ujarnya.
Total luas Desa Tasik Betung sekitar 128.000 ha, dan sekitar 98% lahan telah berubah menjadi HTI. Masyarakat asli tak mendapatkan tanah warisan nenek moyangnya, karena terus terusir. Bahkan, desa berpenduduk 350 jiwa itu, tak ada lagi di peta Kehutanan. Padahal, di sana ada SD Negeri dan kantor desa. Dulu desa itu dipimpin seorang penghulu. Desa itu telah ada sebelum UU Kehutanan diterbitkan. Ketua RT 02 Desa Tasik Betung, Safri (41) mengatakan, lahan yang warga kelola merupakan lahan turun-temurun. Penduduk juga hanya mampu mengelola lahan sekitar 1 sampai 2 ha setiap keluarga.
Namun sejak PT Arara Abadi masuk ke ke kawasan itu, kehidupan warga semakin terancam. Warga seringkali ditakut-takuti dengan kedatangan aparat keamanan dengan menggunakan senjata lengkap.
"Kami harus terusir di tanah leluhur kami. Kami hanya tahu berladang kenapa aparat tega menghancurkan rumah dan tanaman masyarakat. Masyarakat di sini belum merdeka," katanya. [H-14/N-6]
Source:suarapembaruan.com