Senin, 04 November 2013
Diposting oleh : Nugroho Adrianto
Pekanbaru - Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, DR Ronsen Pangaribu, SH MM saat dikonfirmasi, Senin (4/11) via ponselnya perihal tanah ulayat di Provinsi Riau yang terjadi sengketa lahan antara perusahaan dan masyarakat sekitarnya.
BPN Riau akan selalu mengacu pada peraturan yang berlaku dimana peraturan sudah diadopsi dan melalui pertimbangan termasuk peraturan yang berkembang di masyarakat dan kemudian di atur dan disahkan melalui UU "Berdasarkan Undang Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 didasarkan pada hukum adat kemudian ditindak lanjuti dengan peraturan pelaksanaannya peraturan Menteri Agraria nomor 5 tahun 1999 undang undang inilah sebagai payung hukum untuk indonesia yang mengatur tentang tanah ulayat.
Kata Ronsen Ketentuan Tanah ulayat disaratkan 3 hal yakni : masih ada tanahnya, terdapat masyarakatnya yang ada, hidup, berkembang di tanah ulayat dan terdapat hukum adat mengenai tatanan kehidupan mereka. Tegasnya Kepala BPN Ronsen menyatakan di Riau sendiri banyak yang mengaku tanah ulayat dan masalah masalah ini muncul setelah ada keputusan Mahkamah Konstitusi no 5 tahun 2013 yang memberikan pengakuan pada tanah masyarakat adat.
"Hanya ini perlu ditindak lanjuti untuk Provinsi Riau baru Kabupaten Kampar yang telah membuat Perda sebab tanah ulayat diakui apabila ada peraturan kepala daerah" ungkapnya Konflik tanah ulayat oleh warga dan perusahaan seperti yang terjadi di Sinama Nenek hal ini terjadi karena ada pengakuan dari kelompok masyarakat tetapi kenyataan sesungguhnya sudah di akuisisi oleh Pihak PTPN V untuk usaha.
BPN masih mengakui 2800 hektar tanah di Sinama Nenek belum di proses karena masih ada konflik, tutup Ronsen (MC Riau/Tri)
Sumber:mediacenter.riau.go.id
Pekanbaru - Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, DR Ronsen Pangaribu, SH MM saat dikonfirmasi, Senin (4/11) via ponselnya perihal tanah ulayat di Provinsi Riau yang terjadi sengketa lahan antara perusahaan dan masyarakat sekitarnya.
BPN Riau akan selalu mengacu pada peraturan yang berlaku dimana peraturan sudah diadopsi dan melalui pertimbangan termasuk peraturan yang berkembang di masyarakat dan kemudian di atur dan disahkan melalui UU "Berdasarkan Undang Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 didasarkan pada hukum adat kemudian ditindak lanjuti dengan peraturan pelaksanaannya peraturan Menteri Agraria nomor 5 tahun 1999 undang undang inilah sebagai payung hukum untuk indonesia yang mengatur tentang tanah ulayat.
Kata Ronsen Ketentuan Tanah ulayat disaratkan 3 hal yakni : masih ada tanahnya, terdapat masyarakatnya yang ada, hidup, berkembang di tanah ulayat dan terdapat hukum adat mengenai tatanan kehidupan mereka. Tegasnya Kepala BPN Ronsen menyatakan di Riau sendiri banyak yang mengaku tanah ulayat dan masalah masalah ini muncul setelah ada keputusan Mahkamah Konstitusi no 5 tahun 2013 yang memberikan pengakuan pada tanah masyarakat adat.
"Hanya ini perlu ditindak lanjuti untuk Provinsi Riau baru Kabupaten Kampar yang telah membuat Perda sebab tanah ulayat diakui apabila ada peraturan kepala daerah" ungkapnya Konflik tanah ulayat oleh warga dan perusahaan seperti yang terjadi di Sinama Nenek hal ini terjadi karena ada pengakuan dari kelompok masyarakat tetapi kenyataan sesungguhnya sudah di akuisisi oleh Pihak PTPN V untuk usaha.
BPN masih mengakui 2800 hektar tanah di Sinama Nenek belum di proses karena masih ada konflik, tutup Ronsen (MC Riau/Tri)
Sumber:mediacenter.riau.go.id