Sabtu, 29 Maret 2014
SELATPANJANG,
RIAUAKSI.com-Persoalan klaim lahan oleh warga Desa Bagan Melibur di
area konsesi PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) disepakati untuk
diselesaikan dengan membentuk tim tersendiri yang terdiri dari berbagai
pihak lintas instansi independen.
Kesepakatan tersebut dihasilkan dari pertemuan yang difasilitasi oleh
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, Jumat (28/3), di Kantor Bupati,
Selat Panjang.
Rapat tersebut dihadiri oleh Asisten I Pemkab Kepulauan Meranti,
Nuriman, Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Zahwani Pandra Arsyad SH M.Si,
Kepala Dinas Kehutanan, Makmun Murod, Stakeholder Relations (SHR)
Manager RAPP, Wan Mohd Jakh Anza, Estate Manager RAPP di Pulau Padang,
Marzum, Kepala Desa Lukit, Edi Gunawan, Kepala Desa Bagan Melibur,
Bukhari, beserta sejumlah pihak dari Pemkab Kepulauan Meranti,
perusahaan dan masyarakat.
Asisten I Pemkab, Nuriman mengatakan tim tersebut akan turun ke
lapangan guna menyesuaikan peta yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kehutanan (Kemenhut) di dalam SK.180/Menhut-II/2013 dengan peta
masyarakat yang dikeluarkan Bupati Bengkalis.
"Kita sepakat membentuk tim dalam penyelesaian ini. Nantinya tim akan
turun ke lapangan dalam menentukan mana batas Desa Bagan Melibur yang
memang belum jelas. Kades juga harus bisa menunjukkan batas-batas dengan
desa lain, dan perusahaan," kata Nuriman.
Kadishut, Mamun Murod menegaskan dengan dikeluarkannya Desa Bagan
Melibur, walaupun menggunakan peta dari zaman Bupati Bengkalis namun
status kawasan hutannya tetap tidak akan berubah.
"Kita tidak ingin masyarakat kita terjebak oleh hal-hal yang keliru.
Berkali-kali dijelaskan, kawasan yang dikeluarkan Bagan Melibur, adalah
kawasan hutan. Jika kawasan itu digarap, maka akan berhadapan dengan
hukum," tegas Murod.
Solusi yang ditawarkan, ditambahkan Murod, adalah mencari mekanisme
yang tepat, dan memperjelas tapal batas desa untuk diukur ulang.
SHR Manager RAPP untuk Kepulauan Meranti, Wan Mohd Jakh menegaskan
pihaknya tidak dapat menghentikan operasional begitu saja tanpa ada
persetujuan dari pemerintah. Sebab, kata Wan Jakh, selama ini RAPP
beroperasi sesuai dengan aturan berlaku dan diberikan target pengerjaan
berdasarkan SK yang dikeluarkan oleh Kemenhut selaku pemerintah, yang
sudah direvisi menjadi SK No. 180 tahun 2013 tersebut.
"Saya hanya menegaskan kalau operasional RAPP tidak melanggar hukum
di lapangan, dan beroperasi di area konsesi yang diijinkan pemerintah.
Kita tidak bisa menghentikan operasional tanpa ada dasar yang jelas
karena itu adalah kewenangan pemerintah dalam hal ini Kemenhut,"
ungkapnya.
Kepala Desa Lukit, Edi Gunawan mengungkapkan pihaknya masih memegang
peta wilayah Desa Lukit yang asli tahun 1980. Dalam peta tersebut secara
jelas digambarkan bahwa kawasan hutan tersebut berada di dalam wilayah
Desa Lukit, sebelum adanya pemekaran Desa, dari Kelurahan Belitung
menjadi Bagan Melibur dan kemudian dimekarkan lagi menjadi Desa
Mayangsari.
Sementara itu, Kepala Desa Bagan Melibur, Bukhari, mengklaim bahwa
area yang sedang dibangun kanal itu merupakan wilayah Desanya, sesuai
dengan peta yang dikeluarkan Bupati Bengkalis.
"Kami melihat peta dari Kementerian itu, tapi kami tidak setuju, karena di area itu sudah ada tanaman," kata Bukhari.
Ketika ditanyakan Asisten I Pemkab, Nuriman, terkait status lahan
tersebut apakah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT), Kades Bukhari
mengaku tidak mengetahuinya.
Sementara itu, Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Zahwani Pandra Arsyad
SH M.Si menghimbau agar semua pihak saling menjaga ketertiban dalam
mencari jalan keluar terbaik dari persoalan ini. Kapolres juga
mengingatkan bahwa Kepala Desa tidak lagi bisa menerbitkan SKT dan pihak
Kepolisian juga tengah menyelidiki sejumlah kasus terkait penerbitan
SKT oleh Kepala Desa.
Sebelum pertemuan ditutup, tim yang terdiri dari Pemkab Meranti,
Bagian Tata Pemerintahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Polres, dan
instansi terkait lainnya, akan menggelar rapat kembali pada Selasa
(1/4/2014) mendatang guna memverifikasi tapal batas desa tersebut
sebelum turun ke lapangan. (R4/Rls)