Riau Usulkan Insentif Pengelolaan Lingkungan Masuk RPPLH
02 December 2013
Pekanbaru, 2/12 (antarariau.com) - Pemprov Riau
mengusulkan agar pemerintah daerah mendapat insentif pengelolaan
lingkungan berdasarkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup untuk masuk
dalam Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)
Nasional.
"Mungkin perlu ada insentif berdasarkan indeks kualitas lingkungan hidup untuk daerah supaya pemerintah kabupaten/kota lebih serius lagi dalam pengelolaan lingkungan," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau Kasiarudin, pada diskusi RPPLH dari Kementerian Lingkungan Hidup, di Pekanbaru, Senin.
Ia mengatakan, pengelolaan lingkungan hidup setelah era otonomi daerah berjalan parsial nyaris tanpa koordinasi. Hal itu terlihat saat kebakaran lahan di Riau berada pada ambang terparah pada pertengahan tahun 2013, yang mengakibatkan asap mencapai Singapura dan Malaysia, sehingga pemerintah pusat langsung menangani status tanggap darurat asap.
Penggunaan instrumen fiskal dinilai perlu jadi pertimbangan, untuk menstimulus pemerintah daerah bahwa pengelolaan lingkungan bisa menjadi pemasukan. Dengan begitu, daerah yang bisa meningkatkan dan mempertahankan Indeks Kualitas Lingkungan bisa diganjar dengan pemasukan tambahan dari Dana Alokasi Khusus.
Selain itu, Kasiarudin juga mengusulkan agar RPPLH Nasional juga mengakomodir kelangsungan dari kearifan lokal. Hal itu bisa diawali dengan pemetaan terhadap tanah ulayat, dan kearifan lokal masyarakat adat asli yang perlu mendapat apresiasi dan perhatian khusus.
"Yang perlu jadi perhatian juga, masalah lingkungan di Riau muncul akibat terkatung-katungnya Rencana Tata Ruang Provinsi Riau di Kementerian Kehutanan. Terakhir kali RTRW masuk dalam Perda tahun 1994, direvisi tahun 2006 tapi sampai sekarang belum juga selesai yang membuat tumpang tindik pengelolaan lahan," ujarnya.
Asisten Deputi Perencanaan Pemanfaatan SDA & LH Kementerian LH, Wahyu Indraningsih, mengatakan pihaknya terus mencari masukan dari daerah-daerah dalam perumusan RPPLH. Rumusan tersebut diharapkan akan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah pada 2015. Dalam hal ini kementerian juga menggandeng sejumlah pakar lingkungan dari UI, ITB dan IPB.
Menurut dia, sejauh ini masalah lingkungan hidup yang berhasil dirumuskan bersumber dari lima masalah utama. Diantaranya adalah ketidakadilan pengelolaan sumber daya alam atas hak tanah dan hutan yang mengakibatkan konflik, kebijakan serta rencana pembangunan tanpa target yang jelas, minimnya insentif serta pengelolaan kawasan konservasi, dan adanya pembiaran dan ketidakmampuan dalam penegakan hukum.
"Masalah yang penting juga datang dari korupsi dalam pengelolaan, yang diperparah minimnya informasi dan transparansi kepada publik," ujarnya.
"Mungkin perlu ada insentif berdasarkan indeks kualitas lingkungan hidup untuk daerah supaya pemerintah kabupaten/kota lebih serius lagi dalam pengelolaan lingkungan," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau Kasiarudin, pada diskusi RPPLH dari Kementerian Lingkungan Hidup, di Pekanbaru, Senin.
Ia mengatakan, pengelolaan lingkungan hidup setelah era otonomi daerah berjalan parsial nyaris tanpa koordinasi. Hal itu terlihat saat kebakaran lahan di Riau berada pada ambang terparah pada pertengahan tahun 2013, yang mengakibatkan asap mencapai Singapura dan Malaysia, sehingga pemerintah pusat langsung menangani status tanggap darurat asap.
Penggunaan instrumen fiskal dinilai perlu jadi pertimbangan, untuk menstimulus pemerintah daerah bahwa pengelolaan lingkungan bisa menjadi pemasukan. Dengan begitu, daerah yang bisa meningkatkan dan mempertahankan Indeks Kualitas Lingkungan bisa diganjar dengan pemasukan tambahan dari Dana Alokasi Khusus.
Selain itu, Kasiarudin juga mengusulkan agar RPPLH Nasional juga mengakomodir kelangsungan dari kearifan lokal. Hal itu bisa diawali dengan pemetaan terhadap tanah ulayat, dan kearifan lokal masyarakat adat asli yang perlu mendapat apresiasi dan perhatian khusus.
"Yang perlu jadi perhatian juga, masalah lingkungan di Riau muncul akibat terkatung-katungnya Rencana Tata Ruang Provinsi Riau di Kementerian Kehutanan. Terakhir kali RTRW masuk dalam Perda tahun 1994, direvisi tahun 2006 tapi sampai sekarang belum juga selesai yang membuat tumpang tindik pengelolaan lahan," ujarnya.
Asisten Deputi Perencanaan Pemanfaatan SDA & LH Kementerian LH, Wahyu Indraningsih, mengatakan pihaknya terus mencari masukan dari daerah-daerah dalam perumusan RPPLH. Rumusan tersebut diharapkan akan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah pada 2015. Dalam hal ini kementerian juga menggandeng sejumlah pakar lingkungan dari UI, ITB dan IPB.
Menurut dia, sejauh ini masalah lingkungan hidup yang berhasil dirumuskan bersumber dari lima masalah utama. Diantaranya adalah ketidakadilan pengelolaan sumber daya alam atas hak tanah dan hutan yang mengakibatkan konflik, kebijakan serta rencana pembangunan tanpa target yang jelas, minimnya insentif serta pengelolaan kawasan konservasi, dan adanya pembiaran dan ketidakmampuan dalam penegakan hukum.
"Masalah yang penting juga datang dari korupsi dalam pengelolaan, yang diperparah minimnya informasi dan transparansi kepada publik," ujarnya.
FB Rian Anggoro
Sumber:antarariau.com