Pekanbaru, 4/12 (antarariau.com) - Kepala Urusan Humas PTPN V Friando Panjaitan membantah tuduhan LSM mengatasnamakan masyarakat bahwa perusahaan perkebunan itu telah banyak meraup untung atas konflik berupa penguasaan lahan seluas 2.800 hektare oleh masyarakat adat Senama Nenek di Kebun Sei Kencana Riau.
       
"Lahan seluas 2.800 ha Kebun Sei Kencana sudah termasuk dalam areal total seluas 32.000 bagian konsesi Perusahaan jadi seluruh asset yang ada di atasnya tanaman dan bangunan menjadi asset yang tercatat di neraca perusahaan," kata dia di Pekanbaru, Rabu.
       
Ia mengatakan itu terkait pemilik LSM Pagar Nagari Bangun Riau, Tengku Meiko Sofyan yang menuduh PTPN V telah banyak meraup untung dari konflik dengan masyarakat adat Senama Nenek, karena lahan seluas  2.800 Ha tidak memiliki HGU sehingga menjadi alasan tidak terdaftar dalam aktiva keuangan negara.
       
Menurut Panjaitan, lahasn sleuas 2.800 hektare Kebun Sei Kencana itu sudah menjadi asset yang tercatat di neraca perusahaan.
       
Oleh karena itu, katanya lagi seluruh kegiatan baik penanaman, pemeliharaan, pemanenan, tertuang di dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) pertahun yang disahkan oleh Pemegang Saham yakni Pemerintah.
       
"Selanjutnya seluruh hasil produksi yang diperoleh atau digali dari areal 2.800 Ha di Kebun  Sei Kencana tersebut, dibukukan dan dilaporkan kepada Pemegang Saham serta di periksa oleh auditor independen tiap tahun," katanya.
      
Panjaitan menjelaskan, alasan kenapa lahan 2800 tersebut hingga kini belum terbit HGUnya lebih karena lahan ini sejak beberapa tahun terakhir belum dikabulkan oleh BPN Riau untuk diterbitkan HGUnya karena masih terjadinya konflik oleh masyarakat setempat.
      
Namun demikian, katanya manajemen PTPN V terus menggiatkan pengurusan HGU atas lahan seluas 2.800 sebab lahan ini karena juga merupakan bagian dari 32.000 hektare yang dikelola perusahaan sejak awal itu.
      
"Lahan seluas 2.800 Ha itu merupakan bagian dari 32 ribu Ha yang dikuasai perusahaan berdasarkan beberapa izin prinsip antara lain, SK Menteri Pertanian nomor  178/KPTS/UM/III/1979 tahun 1979 tentang Daerah Pengembangan P.N/P.T Perkebunan," katanya.
      
Izin prinsip lainnya adalah berdasarkan SK Gubernur Riau no: Kpts.131/V/1083 tahun 1983 tentang pencadangan tanah untuk perkebunan kelapa sawit dan karet seluas 30.000 Ha lebih di Kecamatan Tandun dan Siak Hulu Kabupaten Kampar yang dikelola oleh PT Perkebunan II Tanjung Morawa.
      
Berikutnya izin prinsip SK Menteri Kehutanan no 403/KPTS-II/1996 tentang pelepasan hutan seluas 32.235 Ha di Kelompok Hutan Sei Lindai, Tapung Kiri Kabupaten.
      
"Artinya lahan seluas 29.200 dari luas total 32.00 lebih itu sudah terbit HGUnya, dan tinggal lahan seluas 2.800 lagi yang kini terganjal akibat adanya konflik tersebut," katanya.
Frislidia (antarariau.com)