Kamis, 17 Oktober 2013
+ Eksekusi Merebut Lahan 2.800 Ha di Senama Nenek
TRIBUNPEKANBARU.COM, BANGKINANG - Penyelesaian konflik lahan antara warga Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu berhadapan dengan PT. Perkebunan Nusantara V melalui mediasi tampaknya tidak membuahkan hasil. Warga melalui Pagar Negeri Bumi Riau (PNBR) kembali mengirim surat ke Presiden Republik Indonesia, 14 Oktober lalu.
Surat ini ditembuskan ke Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Sekretariat UN HQ 760 United Nation Plaza, 1st Avenue and 44th Street New York, NY 10017, Amerika Serikat. Surat itu berisi pemberitahuan tentang rencana akan dilaksanakannya eksekusi perebutan kembali lahan seluas 2.800 hektare yang selama 20 tahun belakangan dikuasai oleh PTPN V Kebun Kencana.
Ketua Umum Komando Pimpinan Pusat (KPP) PNBR Tengku Meiko Sofyan mengungkapkan, surat juga ditembuskan ke Kedutaan Belanda untuk Indonesia di Jalan H. Rasuna Said, Jakarta. "Tembusan lain kami tujukan kepada lembaga, badan, komisi dan lainnya yang pernah turut ikut berupaya menyelesaikan konflik ini," katanya pada Tribun, Rabu (16/10).
Tengku Meiko mengatakan, dalam surat itu diceritakan tentang kesejarahan tanah ulayat Kenegerian Senama Nenek terhadap lahan 2.800 hektare itu. Mulai dari dibentuknya Kerajaan Siak Sri Indrapura hingga bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) setelah Belanda di tangan Jepang pada zaman penjajahan dahulu.
"Di sini, negara telah ingkar. Negara hanya bisa menguasai tanah, yang memilikinya tetap masyarakat. Itu yang kami tahu, waktu Kerajaan Siak bergabung dengan Indonesia," tandas Meiko. Pemerintah Republik Indonesia harus menyerahkan lahan kembali kepada masyarakat tanpa syarat.
Menurut Meiko, selamaa 20 tahun konflik berlangsung, sehingga tercipta sistem yang dibentuk oleh oknum-oknum untuk mencari keuntungan. Sehingga, tidak ada jalan lain lagi selain mengeksekusi perebutan lahan kembali secara paksa.
Disebut eksekusi, jelas Meiko, karena sebelumnya sudah banyak rekomendasi dari berbagai lembaga yang menyatakan bahwa lahan itu adalah milik masyarakat dan harus dikembalikan kepada masyarakat. Salah satunya adalah Keputusan Bupati Kampar 525.25/TP/V/2001/521 yang diperkuat dengan Warkah Maklumat PNBR 001/PNBR-KPP/IX/2013.
Eksekusi itu rencananya, sebagaimana isi dalam surat, akan digelar di lahan objek konflik, Sabtu (19/10). "Ini bukan unjuk rasa lagi namanya. Tapi eksekusi terhadap keputusan yang sudah ada dan tidak pernah dipatuhi," tegas Meiko lagi. Ia menyatakan, tidak ada yang perlu dimusyawarahkan lagi. "Konflik sudah selesai. Keputusan sudah lama dikeluarkan," tutur Meiko sembari menarik nafas panjang.
Belum lama ini, Menteri BUMN Dahlan Iskan ketika ditanyakan soal konflik yang melibatkan perusahaan plat merah itu, tampaknya tidak megetahuinya. Meski konflik sudah bergulir selama 20 tahun. "Saya tidak tahu problemnya. Saya tidak bisa jawab sekarang. Tentu saya dalami dulu," katanya ketika ditanyai wartawan dalam lawatannya ke Kompleks P4S Karya Nyata di Kubang Jaya, Siak Hulu, Minggu (13/10) lalu.
Ditanya apakah benar-benar tidak pernah mendapat laporan ikhwal konflik itu, ia mengakuinya. Ia belum memahami konflik, apakah menyangkut hukum atau tidak. Dikatakan dia, penyelesaian konflik langsung dengan PTPN V secara korporasi. "Saya tidak tahu problemnya seperti apa. Saya tidak bisa melaksanakannya karena berhubungan dengan Menteri Keuangan. Kalau masalah Aset, dengan Menteri Keuangan. Tapi saya akan kawal. Saya akan tanyakan terus ke direkturnya," ujar Dahlan kala itu. (ndo/TRIBUN PEKANBARU CETAK)
Sumber:http://pekanbaru.tribunnews.com/2013/10/17/surat-ke-presiden-ditembuskan-ke-pbb
Sumber:http://pekanbaru.tribunnews.com/2013/10/17/surat-ke-presiden-ditembuskan-ke-pbb