Lakukanlah sesuatu itu karena itu memang baik untuk dilakukan, bukan karena apa yang akan kamu dapatkan.

Selasa, 09 Oktober 2012

Petani Tuntut Pembaruan Agraria

Padang, Trans - Konflik agraria di seluruh Indonesia, termasuk Sumatera Barat, semakin tajam. Bom waktu ini dipicu sumber-sumber agraria baik tanah, hutan, tambang dan perairan di Indonesia dikuasai segelintir orang dan korporasi. Puluhan juta rakyat hanya bertanah sempit bahkan tak bertanah.
Ironisnya, di tengah ketimpangan tersebut, perampasan tanah-tanah rakyat masih terus terjadi. Karena itu, menjadi memaknai peringatan Hari Tani Nasional pada 24 September lalu. Sebab, Hari Tani Nasional ini ditetapkan Presiden Soekarno pada Agustus 1963, pertanda pentingnya peran dan posisi petani sebagai identitas bangsa.
Latar belakang ditetapkan 24 September menjadi Hari Tani Nasional karena pada tanggal 24 September itu, dibuat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960 yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban kaum tani, mengatur hak atas tanah, hak atas sumber-sumber agraria untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran petani dan bangsa.
Namun, sekarang perampasan tanah terjadi karena persekongkolan jahat antara pemerintah, DPR dan korporasi. Mereka menggunakan kekuasaannya untuk mengesahkan berbagai undang-undang seperti: UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No 41/1999 tentang Kehutanan, UU 18/2004 tentang Perkebunan, UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air, UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No 4/2009 Mineral dan Batu Bara, dan yang terbaru pengesahan UU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan.
Semua undang-undang tersebut seolah-olah melegalkan perampasan hak-hak rakyat atas tanah, hutan, tambang, wilayah tangkap nelayan, wilayah kelola masyarakat adat dan desa atau nagari. Sebab, semuanya hanya untuk kepentingan para pemodal.
Janji Presiden Susilo Bambang Yudoyono untuk mendistribusikan tanah kepada rakyat miskin melalui Program Pembaruan Agraria Nasional, hingga kini belum juga terwujud.
Tercatat 7,3 juta hektare tanah telantar yang akan didistribusikan kepada rakyat miskin sesuai amanat PP 11/2010. Faktanya, petani berlahan sempit, petani tak bertanah dan rakyat kecil dibiarkan saling berebut lahan dengan korporasi yang didukung penguasa.
Tidak berpihaknya pemerintah terhadap rakyat kecil telah memicu konflik agraria berkepanjangan, bahkan terjadi tindak kekerasan terhadap petani. Perampasan tanah berjalan dengan mudah dikarenakan oknum dari pemerintah pusat dan daerah serta korporasi tidak segan-segan mengerahkan aparat kepolisian dan pam swakarsa untuk membunuh, menembak, menangkap dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya jika ada rakyat yang berani menolak dan melawan perampasan tanah.
Kasus yang terjadi di Mesuji, Bima, Ogan komering Ilir dan pemukulan petani perempuan di Maligi Pasaman Barat,  adalah bukti bahwa Polri tidak segan-segan melakukan kekerasan terhadap rakyat yang menolak perampasan tanah.
Untuk itu, SPI Sumbar menuntut agar dihentikan segala bentuk perampasan tanah rakyat dan mengembalikan tanah-tanah rakyat yang dirampas. Kemudian, melaksanakan pembaruan agraria sejati sesuai konstitusi 1945 dan UUPA 1960 untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan keadilan sosial.
Pemerintah dan pihak terkait diminta menarik TNI/Polri dari konflik agraria, membebaskan para pejuang rakyat yang ditahan dalam melawan perampasan tanah. Penegakan hak asasi petani dengan cara mengesahkan RUU Perlindungan Hak Asasi Petani dan RUU Kedaulatan Pangan sesuai tuntutan rakyat tani.
Kemudian menuntaskan segera konflik agraria dan hentikan perampasan tanah ulayat. Dan mendistribusikan tanah telantar kepada anak cucu kemanakan.
Di seluruh Indonesia masalah yang dihadapi petani relatif sama. Tanah mereka diambil dan diserahkan pada perusahaan perkebunan, kemudian dijadikan perkebunan sawit. Karena itu, seluruh petani harus bersatu dan terus mendesak pemerintah melakukan reforma agraria yang selama ini dijanjikan. | Tim NCW Sumbar


Sumber:http:/http://korantransaksi.com/trans-nusantara/trans-sumbar/petani-tuntut-pembaruan-agraria/

tanah untuk keadilan

tanah untuk keadilan

Visitor

Flag Counter

Bertuah

Blogger Bertuah