PEKANBARU-Suwagiyo
(40) mengungkapkan, istri dan empat orang anaknya belum mengetahui
bahwasanya dirinya adalah satu dari enam relawan aksi bakar diri.
Pasalnya, ketika warga Desa Mengkirau, Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan
Meranti ini berpamitan kepada istrinya, dia hanya mengatakan, kalau
dirinya hendak pergi ke Pekanbaru.
Istrinya, juga tidak banyak bertanya mengenai kepergiannya ke Pekanbaru. Sang istri mengira, kepergiannya kali ini memang benar ke Pekanbaru untuk turut menyelesaikan konflik antara warga Pulau Padang dengan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP).
Namun siapa sangka, ternyata, Suwagiyo malah pergi ke Ibu Kota Jakarta. Bersama lima orang relawan lainnya, dia akan menuju Istana Negara untuk melakukan apa yang menjadi niatnya.
Suwagiyo mengatakan, dia memang sengaja tidak memberitahukan niat sebenarnya. Dia khawatir kalau tidak mendapat restu sang istri.
"Namun, pada akhirnya dia (istri) pasti tahu kalau saya ke Jakarta untuk bakar diri," ucapnya.
Ketika Tribun menanyakan mengenai kesiapan mentalnya, dia menegaskan kalau dirinya sudah siap lahir batin. Apa yang dilakukannya, juga untuk anak-anak dan istrinya.
Dia nekad melakukan aksi ini, dikarenakan lahan miliknya masuk ke areal konsesi. Padahal, lahan itu adalah satu-satu harta yang dimilikinya.
Sebelum berangkat, sambung dia, Suwagiyo sudah sempat berfoto bersama keluarganya. Foto tersebut diambil ketika wisuda anak ketiganya yang baru saja lulus Taman Kanak-kanak.
"Dua anak saya masih SD, satu baru lulus TK, dan yang paling kecil masih 2,5 tahun," ujarnya.
Mengenai keluarga yang ditinggalkan, dia sudah pasrah. Menurut lelaki berkumis tipis ini, apabila perjuangannya berhasil, maka anak dan istrinya lah yang akan menikmatinya. Lahan seluas satu hektar miliknya akan kembali, dan dari situlah dia bisa membesarkan dan mencukupi kebutuhan mereka.
Sementara itu, Anisa, istri dari M. Ridwan tidak bisa membendung air matanya. Suami istri ini berpelukan erat dan mengucurkan air mata, sesaat sebelum Ridwan dan relawan lain masuk mobil Toyota Avanza hitam BM 1763 QG yang membawa mereka menuju Bandara sultan syarif Kasim II, Pekanbaru.
Sambil menyeka air matanya, kepada Tribun dia menceritakan, secara pribadi, pada dasarnya dia tidak setuju dengan aksi ini. Namun di sisi lain, semua jalan sudah ditempuh. Bakar diri, ujarnya, adalah satu-satu aksi yang belum dilakukan oleh suaminya untuk mempertahankan Pulau Padang.
Sebagai istri, wanita berjilbab ini tetap berharap agar suaminya bisa pulang dengan selamat. "Semoga presiden mau memperhatikan aspirasi warga. Sehingga relawan membatalkan niatnya untuk bakar diri," ujarnya.
Secara keseluruhan ada enam orang relawan yang siap melakukan aksi ekstrem ini. Mereka adalah Ali Wahyudi, Joni Setiawan, Jumani, M. Ridwan, Syafrudin, dan Suwagiyo. Mereka berangkat ke Jakarta, setelah sebelumnya sempat menginap dan mendirikan posko di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau, selama satu minggu.
Ketua Umum Serikat Tani Riau (STR) yang juga relawan aksi bakar diri, M. Ridwan mengatakan, sesampainya di Jakarta pihaknya akan menjalin koordinasi dengan Serikat Tani Nasional (STN). Setelah itu, mereka akan langsung menunju Istana Negara untuk mencoba bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam kasus yang melibatkan antara warga Pulau Padang dan PT RAPP, menurut Ridwan, hanya tinggal SBY-lah yang belum menyuarakan sikapnya. Selama ini, kata Ridwan, mereka telah mengadu ke banyak tempat.
"Mulai tingkat RT hingga tingkat Nasional sudah kami datangi," ujarnya.
Menurutnya, dia dan rekan-rekan hanya mau membatalkan aksi ini, apabila tuntutan mereka agar RAPP hengkang dari Pulau Padang dan SK Menteri Kehutanan Nomor 327 Tahun 2009 direvisi. Revisi yang dimaksud Ridwan, adalah dikeluarkannya blok Pulau Padang dari area konsesi.
Namun, apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi, maka mereka akan nekad. "Tapi pada dasarnya kami berjuang untuk mempertahankan hidup," sambungnya.
Mengenai mekanisme pelaksanaan aksi, pihaknya akan memberikan waktu selama satu pekan, pasca kedatangannya ke Istana Negara. Apabila dalam waktu satu pekan tidak ada respon dari pemerintah, Ridwan memastikan, dirinya menjadi orang pertama yang akan dieksekusi.
"Setelah saya, setiap hari satu orang akan dibakar," imbuhnya.
Sementara itu, di Pulau Padang, sekitar 500 orang warga, berhasil memasuki areal konsesi HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Selasa (3/7). Koordinator aksi, Misno ketika dihubungi Tribun menyatakan, mereka nekad menerobos masuk areal konsesi karena RAPP terus melakukan aktifitas.
Hal itu, kata Misno, tidak bisa ditolelir. Pasalnya, aktifitas RAPP di Blok Pulau Padang telah melanggar kesepakatan penghentian oprasional sementara.
Walaupun jengkel dengan perilaku RAPP yang memasang patok pembatas, ujar Misno, pihaknya sama sekali tidak melakukan pengerusakan. Menurutnya, kedatangan warga ke areal konsesi, hanyalah untuk berusaha bertemu dengan manajemen PT milik Sukanto Tanoto itu.
"Namun hingga saat ini, belum ada satupun orang RAPP yang menemui kami," katanya.
Ditambahkan, saat masuk ke areal konsesi, sejumlah pekerja sedang melakukan aktifitas pembibitan dan membangun rumah. Mengetahui kedatangan warga, pekerja yang berjumlah sekitar 20 orang itu pun melarikan diri masuk ke dalam hutan.
Diungkapkan Misno, warga yang masuk ke areal konsesi, memang membawa senjata tajam berupa parang. Namun dia menolak apabila hal itu untuk mempersenjatai diri.
Saat ini, warga juga telah mendirikan tenda untuk menginap. Rencananya, ratusan warga ini akan tetap menduduki areal tersebut sampai ada manajemen RAPP yang menemui mereka.
"Nanti juga akan ada warga yang menyusul ke sini (areal konsesi)," ungkapnya.
Menanggapi rencana aksi bakar diri warga Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat Riau, mengirimkan surat kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Selain kepada presiden, surat juga ditujukan kepada Menteri Kehutanan, Gubernur Riau, dan Bupati Kepulauan Meranti.
Dalam surat tersebut, sejumlah LSM dengan mengatasnamakan masyarakat Riau menyatakan dalam posisi tidak membenarkan rencana aksi bakar diri. Pasalnya, aksi tersebut dinilau terlalu ekstrem.
Namun demikian, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Muslim Rasyid, Selasa (3/7) mengatakan, pihaknya tetap bertanggungjawab untuk mengingatkan semua pihak. Di antaranya adalah Presiden SBY.
"Oleh karena itu, kami mengirimkan surat ini," ujarnya.
Muslim berharap, agar SBY mau mendengarkan aspirasa warga Pulau Padang. Pasalnya, keberadaan RAPP di tempat itu sudah jelas-jelas ditolak warga.
"Jangan sampai ada korban jiwa karena konflik ini," imbuhnya.
Istrinya, juga tidak banyak bertanya mengenai kepergiannya ke Pekanbaru. Sang istri mengira, kepergiannya kali ini memang benar ke Pekanbaru untuk turut menyelesaikan konflik antara warga Pulau Padang dengan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP).
Namun siapa sangka, ternyata, Suwagiyo malah pergi ke Ibu Kota Jakarta. Bersama lima orang relawan lainnya, dia akan menuju Istana Negara untuk melakukan apa yang menjadi niatnya.
Suwagiyo mengatakan, dia memang sengaja tidak memberitahukan niat sebenarnya. Dia khawatir kalau tidak mendapat restu sang istri.
"Namun, pada akhirnya dia (istri) pasti tahu kalau saya ke Jakarta untuk bakar diri," ucapnya.
Ketika Tribun menanyakan mengenai kesiapan mentalnya, dia menegaskan kalau dirinya sudah siap lahir batin. Apa yang dilakukannya, juga untuk anak-anak dan istrinya.
Dia nekad melakukan aksi ini, dikarenakan lahan miliknya masuk ke areal konsesi. Padahal, lahan itu adalah satu-satu harta yang dimilikinya.
Sebelum berangkat, sambung dia, Suwagiyo sudah sempat berfoto bersama keluarganya. Foto tersebut diambil ketika wisuda anak ketiganya yang baru saja lulus Taman Kanak-kanak.
"Dua anak saya masih SD, satu baru lulus TK, dan yang paling kecil masih 2,5 tahun," ujarnya.
Mengenai keluarga yang ditinggalkan, dia sudah pasrah. Menurut lelaki berkumis tipis ini, apabila perjuangannya berhasil, maka anak dan istrinya lah yang akan menikmatinya. Lahan seluas satu hektar miliknya akan kembali, dan dari situlah dia bisa membesarkan dan mencukupi kebutuhan mereka.
Sementara itu, Anisa, istri dari M. Ridwan tidak bisa membendung air matanya. Suami istri ini berpelukan erat dan mengucurkan air mata, sesaat sebelum Ridwan dan relawan lain masuk mobil Toyota Avanza hitam BM 1763 QG yang membawa mereka menuju Bandara sultan syarif Kasim II, Pekanbaru.
Sambil menyeka air matanya, kepada Tribun dia menceritakan, secara pribadi, pada dasarnya dia tidak setuju dengan aksi ini. Namun di sisi lain, semua jalan sudah ditempuh. Bakar diri, ujarnya, adalah satu-satu aksi yang belum dilakukan oleh suaminya untuk mempertahankan Pulau Padang.
Sebagai istri, wanita berjilbab ini tetap berharap agar suaminya bisa pulang dengan selamat. "Semoga presiden mau memperhatikan aspirasi warga. Sehingga relawan membatalkan niatnya untuk bakar diri," ujarnya.
Secara keseluruhan ada enam orang relawan yang siap melakukan aksi ekstrem ini. Mereka adalah Ali Wahyudi, Joni Setiawan, Jumani, M. Ridwan, Syafrudin, dan Suwagiyo. Mereka berangkat ke Jakarta, setelah sebelumnya sempat menginap dan mendirikan posko di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau, selama satu minggu.
Ketua Umum Serikat Tani Riau (STR) yang juga relawan aksi bakar diri, M. Ridwan mengatakan, sesampainya di Jakarta pihaknya akan menjalin koordinasi dengan Serikat Tani Nasional (STN). Setelah itu, mereka akan langsung menunju Istana Negara untuk mencoba bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam kasus yang melibatkan antara warga Pulau Padang dan PT RAPP, menurut Ridwan, hanya tinggal SBY-lah yang belum menyuarakan sikapnya. Selama ini, kata Ridwan, mereka telah mengadu ke banyak tempat.
"Mulai tingkat RT hingga tingkat Nasional sudah kami datangi," ujarnya.
Menurutnya, dia dan rekan-rekan hanya mau membatalkan aksi ini, apabila tuntutan mereka agar RAPP hengkang dari Pulau Padang dan SK Menteri Kehutanan Nomor 327 Tahun 2009 direvisi. Revisi yang dimaksud Ridwan, adalah dikeluarkannya blok Pulau Padang dari area konsesi.
Namun, apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi, maka mereka akan nekad. "Tapi pada dasarnya kami berjuang untuk mempertahankan hidup," sambungnya.
Mengenai mekanisme pelaksanaan aksi, pihaknya akan memberikan waktu selama satu pekan, pasca kedatangannya ke Istana Negara. Apabila dalam waktu satu pekan tidak ada respon dari pemerintah, Ridwan memastikan, dirinya menjadi orang pertama yang akan dieksekusi.
"Setelah saya, setiap hari satu orang akan dibakar," imbuhnya.
Sementara itu, di Pulau Padang, sekitar 500 orang warga, berhasil memasuki areal konsesi HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Selasa (3/7). Koordinator aksi, Misno ketika dihubungi Tribun menyatakan, mereka nekad menerobos masuk areal konsesi karena RAPP terus melakukan aktifitas.
Hal itu, kata Misno, tidak bisa ditolelir. Pasalnya, aktifitas RAPP di Blok Pulau Padang telah melanggar kesepakatan penghentian oprasional sementara.
Walaupun jengkel dengan perilaku RAPP yang memasang patok pembatas, ujar Misno, pihaknya sama sekali tidak melakukan pengerusakan. Menurutnya, kedatangan warga ke areal konsesi, hanyalah untuk berusaha bertemu dengan manajemen PT milik Sukanto Tanoto itu.
"Namun hingga saat ini, belum ada satupun orang RAPP yang menemui kami," katanya.
Ditambahkan, saat masuk ke areal konsesi, sejumlah pekerja sedang melakukan aktifitas pembibitan dan membangun rumah. Mengetahui kedatangan warga, pekerja yang berjumlah sekitar 20 orang itu pun melarikan diri masuk ke dalam hutan.
Diungkapkan Misno, warga yang masuk ke areal konsesi, memang membawa senjata tajam berupa parang. Namun dia menolak apabila hal itu untuk mempersenjatai diri.
Saat ini, warga juga telah mendirikan tenda untuk menginap. Rencananya, ratusan warga ini akan tetap menduduki areal tersebut sampai ada manajemen RAPP yang menemui mereka.
"Nanti juga akan ada warga yang menyusul ke sini (areal konsesi)," ungkapnya.
Menanggapi rencana aksi bakar diri warga Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat Riau, mengirimkan surat kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Selain kepada presiden, surat juga ditujukan kepada Menteri Kehutanan, Gubernur Riau, dan Bupati Kepulauan Meranti.
Dalam surat tersebut, sejumlah LSM dengan mengatasnamakan masyarakat Riau menyatakan dalam posisi tidak membenarkan rencana aksi bakar diri. Pasalnya, aksi tersebut dinilau terlalu ekstrem.
Namun demikian, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Muslim Rasyid, Selasa (3/7) mengatakan, pihaknya tetap bertanggungjawab untuk mengingatkan semua pihak. Di antaranya adalah Presiden SBY.
"Oleh karena itu, kami mengirimkan surat ini," ujarnya.
Muslim berharap, agar SBY mau mendengarkan aspirasa warga Pulau Padang. Pasalnya, keberadaan RAPP di tempat itu sudah jelas-jelas ditolak warga.
"Jangan sampai ada korban jiwa karena konflik ini," imbuhnya.
Penulis : Galih
Editor : zid
Sumber : Tribun Pekanbaru
http://pekanbaru.tribunnews.com/2012/07/04/6-relawan-bakar-diri-pulau-padang-berangkat-ke-jakarta