Lakukanlah sesuatu itu karena itu memang baik untuk dilakukan, bukan karena apa yang akan kamu dapatkan.

Selasa, 29 Oktober 2013

Warga Kuasai dan Panen Sawit PT Tunggal Perkasa Plantation Inhu

28 Oktober 2013

Warga Kuasai dan Panen Sawit PT Tunggal Perkasa Plantation Inhu




 
Riau Pos Online-Kapolres Inhu AKBP Aris Prasetyo menegaskan belum melakukan tindakan kepolisian terhadap pelaku pembacokan karyawan PT Tunggal Perkasa Plantation (PT TTP) yang dilakukan oleh salah seorang oknum warga empat bulan lalu, karena melihat situasi di lapangan. Demikian juga masalah penjarahan buah sawit PT TPP oleh oknum warga belum diambil tindakan kepolisian karena masih melihat situasi di lapangan.
Hal ini dijelaskan Kapolres Inhu AKBP Aris Prasetyo kepada Riau Pos Online Senin pagi tadi (28/10) menyusul pihak korban Ngatimin melalui pengacaranya Iwan Sumiarsa SH dan pihak Ketua Pengurus Unit Kerja SPSI PT TPP Heber D Lubis mempertanyakan hal ini yang sudah berlarut-larut dilaporkan korban namun terduga pelaku pembacokan belum juga ditindak Polres Inhu. "Kami tetap bekerja profesional , semua tetap ditindaklanjuti. Memang kami belum melakukan tindakan kepolisian karena melihat situasi lapangan," kata Kapolres Inhu AKBP Aris Presetyo via ponselnya Senin tadi (28/10).
Sementara menurut Ketua Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT TPP Indragiri Hulu, Heber D Lubis saat ini situasi terakhir di lapangan antara warga dan karyawan PT TPP masih terjadi ketegangan di mana warga menguasai dan memanen sawit PT TPP. Sudah dilaporkan ke polisi penjarahan ini tapi dibiarkan. Karyawan akan mengadukan kasus pembacokan karyawan PT TPP Inhu ini ke Kapolri di Jakarta jika masalah ini tidak juga ditindaklanjuti polisi sejak empat bulan lalu hingga kini.

Hal ini ditegaskan Heber D Lubis dan kuasa hukum korban pembacokan Iwan Sumiarsa SH kepada pers dan Riau Pos Online, Ahad kemarin (27/10) di Pekanbaru. Menurut Heber D Lubis, situasi sulit dialami ribuan karyawan PT TPP enam bulan terakhir karena adanya aksi sekelompok oknum warga menduduki kebun sawit PT TPP membuat aktivitas karyawan tidak sepenuhnya normal. Karyawan diintimidasi, disandera hingga dianiaya oknum warga. Seperti dialami Angga Permana, Setiawan dan Suhadi. Ketiga karyawan PT TPP ini disandera 18 Juli 2013. Selanjutnya Ngatimin karyawan panen PT TPP dibacok oknum warga. Terduga pembacokan itu inisial M sudah dilaporkan ke aparat berwajib di Inhu dan Riau sejak empat bulan lalu tapi tidak diproses.
"Sudah empat bulan lalu kami mengadu ke aparat berwajib di Inhu dan Riau ini tapi sampai sekarang tidak digubris. Bukti penganiayaan dan penculikan itu sudah lengkap, jadi tak ada alasan bagi aparat tak menindaknya," kata Heber dan kuasa hukum Iwan Sumiarsa SH.

Menurut Heber dan pengacara Iwan Sumiarsa SH sikap pembiaran aparat berwajib juga terjadi pada aksi penjarahan kelapa sawit yang dilakukan oknum warga. Setiap hari rata-rata buah kelapa sawit yang dijarah 15 sampai 20 truk. Jumat lalu (25/10) aparat kembali melakukan pembiaran terhadap aksi anarki oknum warga yang melakukan penebangan pohon sawit di Desa Jatirejo Afdeling K dan L. Saat kejadian berlangsung karyawan PT TPP sedang berada di lokasi kejadian, berjarak 400 meter dari kerumunan oknum warga yang berjumlah sekitar 150 orang.
  "Kami sangat menyayangkan kejadian itu, kenapa karyawan perusahaan yang mau bekerja memanen dan membersihkan lahan kok dilarang aparat berwajib. Tapi warga yang bawa parang, golok, senapan angin seenaknya masuk ke kebun menebang pohon sawit, padahal ada banyak aparat polisi dan Brimob Polda Riau di lokasi kenapa semua itu dibiarkan. Ini jelas aksi anarkis, dan kesabaran kami sudah habis," kata Heber D Lubis.
Kondisi demikian berimbas ke perekonomian karyawan. Selama tujuh bulan karyawan hanya dapat gaji pokok Rp1,6 juta. Sebelumnya karyawan dapat Rp3 sampai Rp4 juta, tambahan pendapatan didapat dari premi dan upah lembur. dampaknya daya beli karyawan turun, sulit bayar biaya sekolah dan kuliah anak, banyak karyawan merelakan motornya diambil kembali perusahaan leasing karena tak mampu bayar angsuran kredit kendaraan bermotor.
  Hal ini dibenarkan Community Development Officer (CDO) PT TPP Sukmayanto mengatakan karyawan yang paling kena imbas adalah karyawan tetap 2.400 orang hanya dapat gaji pokok dan buruh harian lepas 1.500 orang yang 90 persen naker lokal meradang karena tidak lagi dapat bekerja.
Warga nekad menduduki dan memanen sawit PT TPP karena ada isu Hak Guna Usaha (HGU) PT TPP akan habis Desember 2013 dan warga ingin mengambilalih sebagian kebun sawit. Malah ada pohon sawit yang sudah ditebang warga. Namun menurut Pengacara Iwan Sumiarsa SH bahwa BPN Pusat sudah menerbitkan perpanjangan izin HGU PT TPP Nomor 90/2013. "Tapi anehnya, karyawan minta perlindungan hukum kepada polisi di Inhu dan Polda Riau saat ini tidak mendapat perlindungan hukum," kata Iwan Sumiarsa SH.(azf)

Sumber:Tribunpekanbaru
 

Ketua PNBR Dikenakan Pasal Berlapis




Kamis, 24 Oktober 2013

PEKANBARU, HALUAN — Setelah ditetapkannya 18 tersangka yang diduga menjadi penyebab terjadinya bentrok berdarah di Desa Sinamanenek, Kabupaten Kampar, Polda Riau akhir­nya menegaskan bahwa penyebab dibalik kericuhan saat demonstrasi tersebut didalangi oleh Ketua Payung Negeri Bersatu Riau (PN BR), Tengku M. Sofyan.

Hal ini dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo kepada Haluan Riau. Apa­lagi, dari 18 tersangka yang sudah ditetapkan sekaligus ditahan, Guntur mengaku Tengku Meiko Sofyan meru­pakan satu-satunya tersang­ka yang dikenakan pasal berlapis dan UU darurat.
“Ya dia (Tengku M Sof­yan, red) dalang utamanya. Se­mua tersangka dikenakan Pasal 170 tentang penyera­ngan yang dilakukan bersa­ma-sama. Namun, khusus untuk tersangka Sofyan juga dapat dikenakan Pasal 160 KUHP tentang menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana, serta UU Da­rurat 12/1957 atas kepe­mi­likan Soft Gun lengkap dengan lima butir peluru tajam kaliber 22 mm,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon selulernya, Rabu (23/10).

Sementara itu, ketika disinggung mengenai ada tidaknya penambahan ter­sang­ka lain, sejauh ini Guntur mengaku Polda belum menetapkan adanya tersangka baru. “Jumlah tersangka masih 18 orang, belum ada yang baru,” ungkapnya.

Sebelumnya, dari hasil penanganan permasalahan penyerahan hasil tangkapan dari Desa Sinamanenek Kampar, 38 massa yang diamankan langsung dis­e­rah­kan ke Dit. Reskrimum Polda Riau. Kemudian setelah dilakukan pemerik­saan terhadap saksi-saksi, maka Polda pun akhirnya menetapkan 18 dari 38 orang tersebut sebagai tersangka.

“Semua tersangka lang­sung ditahan, Senin (22/10) malam lalu. Sedangkan 20 orang lainnya masih diperik­sa sebagai saksi dan hanya dikenakan wajib lapor,” paparnya.
Selain menahan 18 ter­sang­ka, mantan Kapolres Pelalawan ini menam­bahkan, dalam penanganan perkara tersebut, Polda juga turut menyita berbagai barang bukti yang diduga digunakan tersangka saat bentrok terjadi.

Barang bukti itu yakni 32 botol bom molotov aktif, 4 parang, 1 keris, 4 pisau, 1 senapan angin, video/do­ku­men dari Reserse Polres Kam­­par, 1 unit kendaraan roda empat jenis Mitsubishi Stra­da double cabin, serta 2 buah kantong plastik batu yg diamankan dari TKP. “Semua barang bukti ini men­­jadi alat bukti untuk pene­tapan Pasal 170 KUHP yang ditetapkan kepada ke 18 ter­sangka,” singkatnya. (h/sar)

Senin, 28 Oktober 2013

Demo, Warga Pelalawan Minta Lahan Perkebunan ke PT AA

Senin, 28 Oktober 2013


Kantor PT Arara Abadi didemo warga Pangkalan Kuras, Pelalawan. Mereka mendesak perusahaan HTI tersebut membagikan lahan perkebunan.

Riauterkini-PANGKALANKURAS-Puluhan warga dan masyarakat empat desa di Kecamatan Pangkalan Kuras, Senin pagi (28/10/13) mendatangi kantor besar perusahaan Hutan Tanaman Industri PT Arara Abadi yang bermarkas di desa Dundangan. Warga menuntut sejumlah lahan diserahkan kepada masyarakat untuk dijadikan lahan perkebunan. Massa yang diperkirakan lebih dari 50 orang bergerak dan tiba di lokasi perusahaan yang telah di jaga ketat oleh pihak keamanan dari Polres Pelalawan dan Polsek Pangkalan Kuras.

Kedatangan warga sempat dihadang oleh security perusahaan di portal pintu masuk ke perusahaan, sehingga memaksa mereka melakukan orasi agar manajemen sudi menemui mereka. Tak berselang lama kemudian, Humas PT Arara Abadi menemui massa yang sedikit mulai memanas, dan kemudian dilakukan pertemuan di Kantor perusahaan.

Kordiantor Lapangan, Nolis Hadis, mengatakan, bahwa kedatangan warga adalah menuntut sejumlah lahan masyarakat yang disinyalir telah diserobot oleh PT Arara Abadi.

Aksi dilakukan akibat terjadi kesenjangan hidup masyarakat yang berada disekitar operasional. Nolis meminta agar sejumlah lahan yang dikuasi oleh PT Arara Abadi, agar kembalikan ke masyarakat untuk dijadikan lahan perkebunan dan bercocok tanam. Warga juga meminta agar ada tapal batas yang jelas antara lahan perkebunan dengan lahan milik masyarakat, sehingga tidak terjadi tumpang tindih yang berujung terjadinya gesekan.

"Kami hanya menuntut hak-hak masyarakat yang disinyalir dirampas oleh perusahaan agar dikembalikan ke masyarakat", ujarnya.

Humas PT Arara Abadi, Santoso didampingi manajemen Timbul Mawardi, mengungkapkan bahwa antara perusahaan dengan masyarakat saling membutuhkan. Aksi yang digelar oleh pemuda, menurutnya bagian dari jalinan silahturahmi meski nuansanya sedikit berbeda.

"Perusahaan pada intinya senantiasa membuka diri dan peduli dengan masyarakat, khususnya kepada massa yang didominasi oleh pemuda ini. Benang kusut ini hendaknya bisa kita urai dan temukan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak", ujar Santoso.

Kapolsek Pangkalan Kuras, Kompol Rekson yang turut hadir dalam pengamanan aksi sekaligus menjadi mediasi ungkapkan apresiasi kepada para pemuda yang menyampaikan aspirasi secara damai.

"Silahkan saja sampaikan aspirasi secara damai dan penuh kekeluargaan. Kita berikan apresiasi atas aksi yang berjalan dengan penuh senyum ini", ujar Kompol Rekson.

Namun, perundingan yang berlangsung hingga pukul 13.00 WIB itu tidak membuahkan hasil apa-apa. Sejumlah tuntutan yang diajukan oleh masyarakat, diantaranya meminta tanaman kehidupan, program CSR lebih maksimal, cek tapal batas dan program ekonomi kerakyatan belum bisa dikabulkan oleh perusahaan. Sebab itu, berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, pertemuan akan dilanjutkan pada (12/11/13) mendatang di tempat yang sama.*** (feb)



Sumber:http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=65985

Pembakar Kendaraan Warga Sinama Nenek Diselidiki Polisi

Jumat, 25 Oktober 2013

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Pihak Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau hingga, Kamis (24/10) masih terus dalami penyidikan kerusuhan yang terjadi di Desa Sinama Nenek, Tapung Hulu, Kampar antara warga bersama massa orman Pagar Negeri Bumi Riau (PNBR) dengan Pam Swakarsa dan pegawai PT Perkebunan Nusantara (PN) V.
Menurut Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo kepada wartawan, Kamis (24/10), selain terus mendalami penyidikan untuk 18 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya juga terus mendalami kasus pembakaran enam unit sepeda motor milik warga yang diduga dilakukan oleh karyawan PTPN V. "Saat ini kasus pembakaran sepeda motor itu masih terus kita selidiki," ujar Guntur.
Untuk memudahkan penyelidikan Guntur meminta kepada masyarakat yang merasa motornya dibakar agar melaporkannya ke kantor polisi. "Harapan Kapolres. Siapa saja warga yang merasa motornya dibakar dalam bentrokan unjuk rasa di Desa Sinamanenek lalu agar datang melapor ke Polres," kata Guntur.
Sebab tambah Guntur, saat ini pihak Polres Kampar masih kesulitan untuk mencari tahu siapa pemilik motor tersebut. "Jadi dengan adanya kerjasama masyarakat dengan cara membuat laporan, maka itu sangat membantu kita," ungkap Guntur.
Selain itu tambah Guntur, pihaknya juga Masih memperlajari rekaman video saat bentrokan terjadi.
Ketika disinggung mengenai apakah sudah ditemukan pelaku pembakaran yang diduga merupakan karyawan PTPN V? Mantan Kapolres Pelalawan tersebeut mengaku, dari hasil penyelidikan sementara pihaknya belum menemukan pelaku-pelaku pembakaran dalam bentrokan lalu. "Apalagi penyelidikan sementara belum mengarah ke sana. Yang jelas saat ini kita masih memperlajari hasil rekaman video saat kericuhan terjadi,"tutup Guntur. (*)
Penulis: Rino Syahril
Editor: zid

Pelaku Pembakaran Alat Berat PT Rimba Lazuardi Ditangkap

Senin, 28 Oktober 2013
Laporan: Johanes Tanjung
TRIBUNPEKANBARU.COM, PANGKALAN KERINCI- Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pelalawan berhasil menacing pelaku pembakaran alat berat milik PT Rimbau Lazuardi pada awal Juli lalu. Pelaku bernama Siagian (31) ditangkap di Desa Toro Kecamatan Ukui, Pelalalwan.
"Pelaku kita tangkap di rumahnya pada Kamis (24/10) pekan lalu. Ia ikut melakukan pembakaran tiga unit alat berat dan dua unit sepeda motor milik PT Rimba Lazuardi pada 7 Juli lalu di desa Toro, Ukui," terang Kanit I Satreskrim Polres Pelalawan, Iptu Boy Marudut Tua kepada tribun, Senin (28/10).
Dijelaskannya, Siagian merupakan warga yang mengaku memiliki lahan sengketa seluas 34 hektar, belakangan diketahui lahan kosong itu masuk dalam areal perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) tersebut. Setelah pelaku dan beberapa warga memberihkan lahan dan hendak ditanngan sawit, perusahaan juga berkeinginan mengelola lahan yang masuk dalam HTI itu. Sehingga terjadi perlawanan oleh puluhan masyarakat terhadap sekuriti perusahaan. Bentrok pun pecah dan sekuriti dipukul mundur oleh penduduk yang mempersenjatai diri dengan parang, bomm molotov, hingga bensin.
"Nah, pelaku inilah yang naik ke atas alat berat milik perusahaan dan membuka kap penutup mesin. Kemudian menyirami pakai bensin lalu membakarnya. Hingga tiga unit alat berat dan dua sepeda motor hangus terbakar," tambah Kanit Boy.
Polisi pun menyelidiki kasus ini atas laporan perusahaan dan berupaya mencari otak pelaku dibalik pembakaran alat berat. Setelah beberapa bulan ditelisik, identitas pelaku ditemukan dan ditangkap di kediaman keluarganya. Namun polisi tidak mudah untuk menjemput pelaku. Tak pelak, warga sekitar rumah Siagian melakukan perlawanan kepada anggota Opsnal yang berusaha menciduknya. Masyarakat sempat melempari mobil polisi yang membawa Siagian dengan batu hingga rusak. Kemudian melintangkan kayu besar di tengah jalan untuk menghambat laju mobil polisi.
"Tapi akhirnya dapat kita bawa dan langsung kita tahan. Saat ini sedang diperiksa intensif untuk mendalami kasus ini," tukasnya. (*)
Penulis: johanes
Editor: zid

Puluhan Warga Pangkalan Kuras Demo PT Arara Abadi

Senin, 28 Oktober 2013
Puluhan Warga Pangkalan Kuras Demo PT Arara Abadi
Puluhan warga kecamatan Pangkalan Kuras mendatangi kantor PT Arara Abadi distrik Sorek di desa Dundangan, Senin (28/10).

TRIBUNPEKANBARU.COM, PANGKALAN KURAS- Puluhan warga kecamatan Pangkalan Kuras mendatangi kantor PT Arara Abadi distrik Sorek di desa Dundangan, Senin (28/10). Massa melakukan aksi unjukrasa menuntut permintaan pengembalian lahan kepada PT Arara Abadi.
Informasi diperoleh tribun, puluhan pendemo yang keseluruhannya berjenis kelami laki-laki mendatangi lokasi perusahaan sekitar pukul 10.30 wib. Massa berasal dari empat desa yakni Desa Dundangan, Terantang Manuk, Palas, dan Sorek Dua. Adapun tuntutan para pengunjuk rasa yakni penyampaian Aspirasi pengembalian lahan PT Arara Abadi kepada masyarakat. Pasalnya, saat ini tidak ada lagi lahan tersedia untuk pertanian dan perkebunan.
Padahal, sumber penghidupan bagi masyarakat kebanyakan menggantungkan hidup dari bertani dan berkebun. Karena seluruh lahan sudah dikuasai oleh perusahaan yang beroperasi di Pelalawan, khususnya PT Arara Abadi. Namun aksi sempat tertahan oleh portal pintu masuk perusahaan. Dijaga ketat oleh personil kepolisian dari Polsek Pangkalan Kuras, pendemo diizinkan masuk untuk bertemu dengan perwakilan perusahaan.
"Jumlah massa sekitar 50 orang. Saat ini mediasi sedang berlangsung antara perwakilan masyarakat dengan perusahaan di salah satu ruangan," ungkap Kasubag Humas Polres Pelalawan, AKP Lumbantoruan.
Hingga berita ini diturunkan, proses mediasi dan dialog para pihak masih berlangsung. Warga menyampaikan aspirasi permintaan lahan kepada menegemant perusahaan. (*)
Penulis: johanes
Editor: zid

Karyawan PT TPP Minta Kejelasan Polres Inhu

Senin, 28 Oktober 2013

TRIBUNPEKANBARU.COM, RENGAT - Konflik berkepanjangan antara warga dengan PT Tunggal Perkasa Plantations (TPP), membuat aktivitas ribuan karyawan PT TPP dalam enam bulan terakhir ini tidak berjalan normal. Adanya aksi sekelompok oknum warga yang menduduki lahan PT TPP membuat karyawan sulit beraktivitas.

"Karyawan mengalami intimidasi, penyanderaan, hingga penganiayaan. Penyanderaan dialami Angga Permana, Setiawan dan Suhadi pada 18 Juli 2013. Bahkan, dalam waktu yang tak terlalu lama, Ngatimin, karyawan panen dibacok oleh oknum warga," ungkap Ketua Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT TPP, Heber D Lubis, Minggu (27/10), yang didampingi Korwil SPSI PUK PT TPP Syahrial.

Heber mengaku, kasus ini sudah empat bulan dilaporkan ke Polres Inhu, namun belum ada juga kejelasan. Padahal, para pelaku harusnya ditangkap dan ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku. "Kami meminta kejelasan dari Polres Inhu. Karena kami, karyawan TPP tidak cari perang. Kami cuma cari makan. Dan sebagai warga Inhu, kami juga berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah," ungkap Heber.

Menurut Iwan Sumiarsa SH dan rekan, kuasa hukum korban penyanderaan dan penganiayaan, bukti adanya tindakan penganiayaan dan penyanderaan sudah lengkap. Kalau ditinjau unsur-unsur tindak pidana yang dilaporkan korban, sudah terpenuhi sesuai pasal yang didugakan. Bahkan alat buktinya pun sudah cukup sesuai dengan pasal 184 KUHP.

"Ini sebenarnya sudah lengkap, namun mengapa proses hukumnya macet," ungkap Iwan. 
Iwan juga mengungkapkan adanya kesan pembiaran oleh aparat kepolisian pada aksi penjarahan atau pencurian TBS yang dilakukan oknum warga setiap hari, rata-rata 15-20 truk TBS. Pada 25 Oktober 2013, juga ada kesan pembiaran terhadap aksi oknum warga yang menebang pohon sawit di Desa Jati Rejo Afdelig K dan L.
"Kami menyayangkan kejadian itu karena karyawan PT TPP yang mau memanen ataupun membersihkan lahan, malah dilarang polisi. Sementara oknum warga yang saat itu berjumlah 150 orang, jelas-jelas membawa senjata tajam dan senapan angin, bisa seenaknya masuk areal perkebunan dan menebang pohon sawit," ungkap Iwan.

Oleh karena itu, katanya, dalam minggu ini pihaknya akan mendatangi Polda Riau untuk melaporkan sikap Polres Inhu yang dinilai tak adil. "Bahkan tak menutup kemungkinan hal ini juga akan kita laporkan ke Mabes Polri dan meminta kasus ini ditangani oleh Polda Riau dan Mabes Polri," jelas Iwan. (kor1/TRIBUN PEKANBARU CETAK)

Polisi Janji Profesional Tangani Kasus Penganiayaan TPP

28 October 2013
Pekanbaru, 28/10 (antarariau.com) - Kapolres Indragiri Hulu (Inhu) AKBP Aris Prasetyo menyatakan pihaknya berjanji akan profesional dan independen dalam penanganan kasus aksi premanisme sekelompok warga yang menganiaya pekerja perusahaan kelapa sawit PT Tunggal Perkasa Plantation (TPP), di Provinsi Riau.
      
"Kami tetap bekerja secara profesional, semua kami tangani," kata Aris ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Senin.
      
Hanya saja, Aris mengatakan pihaknya belum bisa melakukan penindakan terhadap oknum warga yang diduga menjadi pelaku. Sebabnya, polisi mempertimbangkan kondisi di lapangan yang berpotensi menimbulkan resistensi dari warga setempat.
      
"Memang kami belum melakukan tindakan kepolisian, karena melihat situasi di lapangan," katanya.
      
TPP mengelola perkebunan kelapa sawit seluas 14.935 hektare (ha) di Riau. Masalah dengan warga di Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu, sudah berlangsung cukup lama, dipicu klaim lahan dan masalah kebun plasma.
       
Selain itu, sekelompok warga daerah itu juga menuding perusahaan beroperasi tanpa izin Hak Guna Usaha (HGU) yang habis pada 2012 di daerah Pasir Penyu, sehingga warga melakukan penjarahan sawit dan pendudukan lahan.
      
Sedangkan pihak perusahaan menyatakan izin perpanjangan HGU TPP di Kecamatan Pasir Penyu dan Lirik sudah dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 9 September lalu dengan luas 10.244 ha.
      
Sebelumnya, manajemen dan pekerja PT TPP mengeluhkan aksi premanisme serta tindak kriminal dari sekelompok warga di daerah operasional anak perusahaan Astra Agro Lestari itu di Kabupaten Inhu. Community Development Officer PT TPP, Sukmayanto, mengatakan aksi premanisme tidak hanya sebatas pengrusakan dan penjarahan buah sawit, melainkan juga berupa penganiayaan terhadap para pekerja. Akibatnya, mayoritas pegawai merasa terintimidasi dan tidak berani bekerja seperti biasa.
      
Sekelompok warga hingga kini terus melakukan pencurian dan pengrusakan terhadap kebun perusahaan. Ia mengatakan, pada tanggal 25 Oktober lalu, sekelompok warga melakukan penebangan pohon sawit TPP di area Desa Jati Rejo Apdeling K dan L.

"Bahkan, setiap hari rata-rata buah kelapa sawit yang dijarah oknum warga mencapai 15 sampai 20 truk," ujarnya.
      
Ketua Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia di PT TPP, Heber D. Lubis, mengatakan selama enam bulan terakhir para pekerja berada pada posisi tertekan karena aksi premanisme sekelompok warga tersebut. Bahkan, pekerja juga mengalami tindak kriminal pada Juli lalu saat sekelompok warga melakukan penyanderaan terhadap tiga karyawan TPP, dan penganiayaan terhadap satu pekerja bernama Ngatimin hingga luka berat karena sayatan benda tajam.
FB Rian Anggoro

 

Aksi Premanisme Ganggu Investasi Astra Di Riau

27 October 2013

Pekanbaru,(antarariau.com) - Investasi perusahaan kelapa sawit PT Tunggal Perkasa Plantation (TPP) terganggu dengan aksi premanisme serta tindak kriminal dari sekelompok warga di daerah operasional anak perusahaan Astra Agro Lestari itu di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.

Community Development Officer PT TPP, Sukmayanto, di Pekanbaru, Minggu, mengatakan aksi premanisme tidak hanya sebatas pengrusakan dan penjarahan buah sawit, melainkan juga berupa penganiayaan terhadap para pekerja. Akibatnya, mayoritas pegawai merasa terintimidasi dan tidak berani bekerja seperti biasa.

"Karyawan yang paling kena imbas dari masalah ini karena tidak bisa bekerja. Sebanyak 2.400 karyawan tetap hanya mendapat gaji pokok, padahal biasanya bisa mendapat lebih banyak dari premi dan upah lembur. Buruh harian lepas mencapai 1.500 orang juga meradang karena tidak lagi dapat bekerja," kata Sukmayanto.

TPP mengelola perkebunan kelapa sawit seluas 14.935 hektare (ha) di Riau. Masalah dengan warga di Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu, sudah berlangsung cukup lama, dipicu klaim lahan dan masalah kebun plasma. Selain itu, sekelompok warga daerah itu juga menuding perusahaan beroperasi tanpa izin Hak Guna Usaha (HGU) yang habis pada 2012 di daerah Pasir Penyu, sehingga warga melakukan penjarahan sawit dan pendudukan lahan.

Sedangkan, pihak perusahaan menyatakan izin perpanjangan HGU TPP di Kecamatan Pasir Penyu dan Lirik sudah dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 9 September lalu dengan luas 10.244 ha.

Namun, hal itu tidak menghentikan tindakan sekelompok warga yang masih juga melakukan pencurian dan pengrusakan terhadap kebun perusahaan. Ia mengatakan, pada tanggal 25 Oktober lalu, sekelompok warga melakukan penebangan pohon sawit TPP di area Desa Jati Rejo Apdeling K dan L.

"Bahkan, setiap hari rata-rata buah kelapa sawit yang dijarah oknum warga mencapai 15 sampai 20 truk," ujarnya.

       
FB Rian Anggoro

Sumber:http://www.antarariau.com/berita/29963/aksi-premanisme-ganggu-investasi-astra-di-riau-.html

Minggu, 27 Oktober 2013

Dewan Cuek Konflik Senama Nenek, Hanya Sibuk Bimtek..

 26 Oktober 2013

TRIBUNPEKANBARU.COM, BANGKINANG - DPRD Kampar sama sekali belum bersikap terkait bentrokan berdarah yang terjadi di Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu, Senin (21/10) lalu. Para wakil rakyat dinilai hanya sibuk pergi Bimbingan Teknis (Bimtek) ke luar kota. Kepala Urusan Pembangunan Desa Senama Nenek Ade Irawan mengungkapkan, hingga Kamis (24/10), tak satupun dewan datang menemui masyarakat dan memberi perhatian khusus.

"Saya bukannya menjelek-jelekkan. Itulah kenyataan yang terjadi," ujarnya pada Tribun.
Khusus dari Senama Nenek saja, terdapat tiga orang anggota dewan. Di antaranya, Arief Rahman Hakim, M. Areif dan Jasnita Tarmizi. Ketiganya duduk di Komisi I yang membidangi persoalan hukum. Dimana, tugas pokok dan fungsinya paling sesuai untuk mendorong penyelesaikan konflik agraria.

Arief Rahman Hakim yang berasal dari Partai Demokrat menjabat Ketua Komisi I. M. Areif dari Partai Bulan Bintang dan Jasnita dari PDI Perjuangan. Ia mencontohkan, Asisten I Setdakab Kampar Nukman Hakim menghubungi Arief Rahman Hakim ketika berkunjung ke Senama Nenek. Saat itu, Arief Rahman menjawab bahwa ia sedang Bimtek.

"Bahkan, ada baliho salah satu anggota dewan (kembali ikut pada Pileg 2014) yang dipasang di sekitar lokasi bentrok. Hanya balihonya aja. Ada bentrokan, mereka cuek," kesal Ade Irawan. Ironisnya lagi, tutur Ade, selama dilakukan aksi damai beberapa pekan belakangan sebelum bentrok di depan gapura PTPN V Sei Kencana, tak seorang pun anggota dewan yang memberi perhatian. Menurutnya, warga sama sekali tidak merasakan peran para wakilnya di dewan dalam upaya merebut lahan seluas 2.800 hektare kembali dari PTPN V.

Arief Rahman Hakim menanggapi datar terkait bentrok tersebut. Dikatakan, untuk sementara, dewan mengimbau agar masing-masing pihak untuk saling menahan diri. Selanjutnya, konflik lahan diselesaikan sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Kepada pihak kepolisian, kami mengimbau menjaga komunikasi yang baik kepada masyarakat. Karna masyarakat dilanda isu penangkapan. Masyarakat sangat ketakutan," ujar Arief lewat layanan pesan singkat (SMS) pada Tribun. Ditanya langkah yang akan diambil dewan, khususnya Komisi I, Arief belum menjawab. Sementara itu, M. Areif dan Jasnita Tarmizi belum bisa dimintai tanggapannya. Nomor seluler mereka tidak bisa dihubungi. (ndo/TRIBUN PEKANBARU CETAK)

Sumber: http://pekanbaru.tribunnews.com/2013/10/26/cuek-konflik-senama-nenek-dewan-hanya-sibuk-bimtek

Sabtu, 26 Oktober 2013

Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Provinsi Riau berencana memeriksa karyawan PT Perkebunan Nusantara V terkait dengan peristiwa bentrok perusahaan itu dengan warga

25 October 2013


Pekanbaru, 25/10 (antarariau.com) - Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Provinsi Riau berencana memeriksa karyawan PT Perkebunan Nusantara V terkait dengan peristiwa bentrok perusahaan itu dengan warga beberapa waktu lalu.
          
"Yang jelas akan diselidiki. Bisa jadi akan diperiksa (pihak perusahaan)," kata Kepala Bidang Humas Polda Riau Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Guntur Aryo Tejo kepada wartawan di Pekanbaru, Kamis.
         
Sejauh ini, kata dia, penyelidikan akan terus dilakukan, namun sementara ini tersangka masih dari pihak warga.
          
Masyarakat setempat dengan dibantu massa yang tergabung dalam Organisasi Payung Negeri Bumi Riau Kota Pekanbaru bentrok dengan petugas keamanan Perusahaan PTPN V terkait sengketa lahan itu pada beberapa hari lalu.
          
Informasi kepolisian, bentrok terjadi sekitar pukul 09.40 WIB atau beberapa menit setelah massa berorasi di depan pintu masuk kantor perkebunan di Tapung Hulu, Kampar.
         
Dalam peristiwa ini, kepolisian juga mendata ada sekitar delapan orang warga dari kedua kubu mengalami luka-luka akibat terkena lemparan batu.
          
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau telah menetapkan sebanyak 18 orang sebagai tersangka dari 38 warga yang sebelumnya empat diperiksa. Mereka adalah H, ER, YR, SR, SFR, MS, NZ, dan RP serta TMS yang diindikasi sebagai provokator.
          
Sementara itu, sembilan lainnya yakni RF, GH, RW, ST, AB, AW, FB, dan SW serta EP diindikasi sebagai penggerak atau yang merekrut massa dari ormas di Pekanbaru.
          
"Kasus ini masih terus dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan akan kembali ada penetapan tersangka tambahan," kata Kapolda Riau Brigjen Pol Condro Kirono dikesempatan terpisah.
Sumber:http://antarariau.com/berita/29912/polda-selidiki-keterlibatan-ptpn-v-dalam-bentrok

Rabu, 23 Oktober 2013

PTPN V Tak Hiraukan Rekomendasi Komnas-HAM

Selasa, 17 Juli 2012

Rencana dengar pendapat yang dijadwalkan oleh Komisi I DPRD Kampar untuk membahas konflik agraria antara Kenegerian Senama Nenek, Tapung
Hulu dengan PT. Perkebunan Nusantara V (PTPN V). Dalam dengar pendapat itu, pihak PTPN V yang diwakilkan oleh Kepala Bagian Umum Bambang Kristianto sempat memicu emosi pengacara warga.

Jawaban yang dibacakan oleh Bambang dinilai tidak menghiraukan rekomendasi Komnas-HAM. Bambang, dengan lantang, mengungkapkan bahwa hubungan perusahaan dengan masyarakat baik-baik saja dan bentrok fisik maupun konflik tidak pernah terjadi.

Kemudian, Bambang juga menyebutkan bahwa perintah Komnas-HAM untuk meminta Badan Pertanahan Negara (BPN) menghentikan pengurusan Hak Guna Usaha (HGU), tidak berdasar. Sebab, menurut dia, PTPN V tetap merasa lahan seluas 2.800 hektare yang diperjuangkan masyarakat adat agar dikembalikan, sudah sesuai dengan ketentuan berlaku.
"BPN harus tetap memproses pengurusan HGU," ujar Bambang di hadapan peserta dengar pendapat yang terdiri dari, sejumlah anggota Komisi I, Wakapolres Kampar Kompol. Anuardi, perwakilan Dandim 0313/KPR, perwakilan Batalion 132 Kampar, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan dan puluhan warga Senama Nenek," ujarnya.
Pernyataan Bambang, mendapat reaksi keras dari pengacara Senama Nenek, Emil Salim. Ia mengecam pernyataan jawaban PTPN V itu. Dia juga
menuding, jawaban menunjukkan bahwa PTPN V tidak memiliki niat untuk mengembalikan hak adat masyarakat atas tanah ulayat tersebut.

Menurut Emil, tanah ulayat sudah jelas diatur dalam tatanan aturan mulai dari Undang-undang Negara RI sampai Peraturan Daerah Kampar. Sehingga, tanah itu adalah sepenuhnya milik warga. Perusahaan tidak punya alasa apapun untuk menguasai lahan tersebut.

Emil, yang menggelar konperensi pers setelah dengar pendapat, didampingi utusan warga Alwi, mengungkapkan, seseorang atas nama Kiptia Surati pernah menggugat PTPN V ke Pengadilan Negeri Bangkinang. Namun, gugatan legal standing itu ditolak oleh hakim dalam putusannya.
"Itu pula yang dijadikan alasan (PTPN V) menyatakan di pihak yang benar. Tapi yang jelas, dia bukan warga setempat. Apa kapasitasnya (Kiptia Surati) melayangkan gugatan?," kesalnya.

Emil yang datang bersama anggota tim pengacara Senama Nenek, Syamsir, mengatakan, pernyataan PTPN V tidak masuk akal. Pasalnya, yang bisa meminta BPN menghentikan pengursan HGU hanya presiden. Sementara Komnas-HAM hanya menganalisa kelayakan pengurusan HGU tersebut.

Ia menjelaskan, pengurusan HGU oleh PTPN V di atas lahan yang jelas warisan adat adalah perbuatan melawan hukum. Seharusnya, sebut dia, BPN
tidak bisa mengeluarkan HGU terhadap perusahaan atas tanah yang bukan miliknya. "Kalau orang hukum kalau dengar jawaban (PTPN V) itu, bisa marah," katanya.

Sementara itu, salah seorang warga, Haji Alwi mengungkapkan, sebenarnya konflik lahan sudah ada titik temu pada tahun 2009. Melalui rekomendasi Gubernur Riau kepada Menteri BUMN, hasil inventarisasi BPN Kanwil Riau mengungkap bahwa lahan 2.800 hektare itu tidak termasuk HGU PTPN V. Kemudian, setelah dihitung oleh perusahaan konsultan, PTPN V telah berutang kepada masyarakat sebesar Rp. 5,3 miliar lebih.

Gubernur juga meminta agar PTPN V menggandeng warga untuk membentuk perkebunan pola KKPA."Tapi, itu tidak terealisasi. Malah PTPN V mengarahkan warga agar menggugat lewat jalur hukum. Kami tidak mau karena belum ada sejarahnya BUMN kalah di persidangan. Lagian, kami
tidak punya uang," ujar Alwi.

Selain itu, tutur Alwi, PTPN V juga berupaya berbuat curang dalam proses pengurusan HGU. Buktinya, Kepala Desa Sumber Sari, Walter diminta untuk membuat surat keterangan bahwa lahan itu dinyatakan masuk ke wilayah Sumber Sari. Itu diakui Walter dalam surat kesaksian yang dibuat
pada 16 April 2010.

Namun, Walter menolak permintaan pihak PTPN V itu. Disebutkan Alwi saat membacakan surat kesaksian Walter, dua pejabat PTPN V yakni Mahyudin dan Sutardi mengiming-imingi duit sebanyak Rp. 5 miliar kepada Walter. "Inikan sudah tidak benar cara mereka," tandasnya.(L-06)

Sumber:http://www.metroterkini.com/berita-3072-ptpn-v-tak-hiraukan-rekomendasi-komnasham.html

Kasus Korupsi Lahan Bhakti Praja Pelalawan,

Rabu, 23 Oktober 2013 21:25


T. Azmun Jaafar dan Marwan Ibrahim Mengarah Kuat Jadi Tersangka

Polisi terus melakukan penyidikan terkait kasus ganti rugi lahan Bhakti Praja Pelalawan. T. Azmun Jaafar dan Marwan Ibrahim mengarah menjadi tersangka.

Riauterkini-PEKANBARU-Wakil Bupati Pelalawan Marwan Ibrahim, yang selama ini disebut-sebut menerima upeti sebesar Rp 1,5 miliar masih belum diungkap secara resmi oleh Polda Riau terkait statusnya.

Namun, ia yang ketika itu masih menjabat sebagai Sekda Kab. Pelalawan terindikasi kuat terlibat dalam kasus ganti rugi lahan Bhakti Praja bersama T. Azmun Jaafar sebagai Bupati.

Demikian dikatakan Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo, Rabu (23/10/13). "Kelihatannya mengarah kesitu. Namun, penyidikkita masih memeriksa beberapa saksi untuk dua terduga ini," kata Guntur.

Dari hasil pemeriksaan saksi nantilah,akan diketahui, apakah keduanya bisa dijadikan tersangka atau hanya sebatas saksi. "Jika yang menerima upeti itu terbukti, dia akan jadi tersangka, tergantung hasil penyelidikan lah. Dalam waktu dekat, mungkin sudah bisa kita tetapkan apakah ada tersangka baru atau tidak," ujar Guntur.

Marwan beserta T. Azmun Jaafar dan sejumlah pejabat lainnya dalam fakta persidangan atau dalam dakwaan Al Azmi menyebutkan, bahwa Marwan Ibrahim menerima Rp 1,5 Miliar, dan Tengku Azmun Jaafar Rp 12,5 miliar.

Seperti diketahui, kasus korupsi Bhakti praja ini, sedang dalam proses persidangan, empat terdakwa yakni, Lahmudin alias Atta selaku mantan Kadispenda Pelalawan. Syahrizal Hamid selaku mantan Kepala BPN Pelalawan. Al Azmi selaku Kabid BPN di Pelalawan, dan Tengku Alfian Helmi selaku staff BPN Pelalawan.

Kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 38 miliar ini bermula dari tahun 2002 hingga 2011 lalu. Dimana ditahun 2002 itu pihak Pemkab Pelalawan berencana membangun gedung perkantoran pemerintahan dengan nama Gedung Bhakti Praja.

Untuk pembangunan ini, pemkab Pelalawan membeli lahan kebun kelapa sawit milikPT Khatulistiwa Argo Bina, Logging RAPP RT 1 RW 2 Dusun I Harapan Sekijang, seluas 110 hektare (Ha) dengan harga Rp 20 juta per Ha.

Pada Bulan Maret 2002, Tengku Azmun Jaafar bersama terdakwa Syahrizal Hamid bertemu dengan David Chandra, pemilik lahan di Hotel Sahid, Jakarta, menyepakati harga pembelian lahan.

Selanjutnya, David Chandra menyerahkan surat tanah berupa foto copy atas nama masyarakat sebanyak 57 set. Kemudian Tengku Azmun Jaafar memerintahkan terdakwa Lahmudin untuk menyerahkan dana uang muka pembelian tanah kepada Syahrizal sebesar Rp 500 juta, dan Marwan Ibrahim menyetujuinya. Yang mana dana tersebut dari APBD 2002. ***(gem)


Sumber: http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=65815

Komunitas Adat Riau


BK3S Riau Taja Jambore Komunitas Adat se-Provinsi Riau

Posted On Saturday, October 19, 2013

 Ketum BK3S Septina Primawati Rusli saat jumpa pers Jambore KAT

Ketum BK3S Septina Primawati Rusli saat jumpa pers Jambore Komunitas Adat

Pekanbaru (RiauNews). Sebagai wujud dan komitmen Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Provinsi Riau merealisasikan hasil pertemuan tokoh Komitas Adat se Provinsi Riau tahun 2012 lalu,  20-23 oktober 2013 mendatang BK3S Provinsi Riau akan melaksanakan Jambore Komunitas Adat se-Provinsi Riau.
Rencananya, tak kurang sebanyak 135 peserta utusan Kabupaten/ Kota akan turut ambil bagian dalam Jambore tersebut, diantaranya suku Laut atau Duano, Suku Akit, Talang Mamak dan Suku Petalangan.
Jambore Komuitas Adat dikatakan Ketua Umum BK3S Provinsi Riau Septina Primawati Rusli dalam jumpa Pers akhir pekan ini, bertujuan sebagai upaya peningkatan kualitas hidup lebih baik, terutama peningkatan masalah kesehatan, perubahan Dosial ekonom, kesadaran untuk pendidikan anak, adat dan budaya.
Kegiatan yang akan dilaksankan dalam Jambore Komunitas Adat antara lain pameran dan bazar perlengkapan hidup, sarasehan yang mengangkat tema kebijakan dan strategi pembinaan Komunitas Adat, Outbond, City Tour untuk melihat berbagai situs-situs bersejarah dan perkembangan pembangunan di Kota Pekanbaru dan Pagelaran Seni yang menampilkan berbagai seni dan budaya Komunitas Adat.
Kegiatan tersebut juga akan diramaikan oleh organisasi wanita, kalangan akademisi, mahasiswa, dan pemerhati KAT, LAM Riau, Bupati dan Wali kota se-Provinsi Riau, dinas sosial Kabupaten/Kota, budayawan, anggota dewan dan pihak-pihak lainnya
“saya fikir ini adalah kegiatan langka, terutama pada kegiatan sarasehan akan  mendatangkan pembicara yang betul-betul mengerti dan peduli tentang suku Terasing tingkat nasional. Awalnya kita harapkan kesediaan Profesor Haryono Suyono, namun karena beliau tengah sakit,  akhirnya diganti dengan DR Sahawiah Abdullah M. IS selaku Ketua Bidang Perencanaan dan Evaluasi DNIKS , karena beliau sedang sakit, ” ujar Septina. ****

next :


Jambore Komunitas Adat 2013 Resmi Dibuka

y9ce9giw


Pekanbaru (RiauNews). Jambore Komunitas Adat 2013 Provinsi Riau resmi dibuka, Senin (21/11) bertempat di gedung Daerah jalan Diponegoro.
Kegiatan yang dibuka langsung oleh Ketua BK3S provinsi Riau Septina Primawati Rusli, berlangsung khidmad dan penuh keakraban.
Dalam Kesempatan tersebut, hadir  Gubernur Riau diwakili Sekda Prov Riau Drs.  Zaini Ismail dan  sejumlah kepala dinas serta Badan dilingkungan Pemprov Riau,
Dalam sambutannya Septina Primawati mengatakan kegiatan tersebut baru pertama kali diadakan, “tahun lalu ada pertemuan Komunitas Adat  yang dilaksanakan BK3S Provinsi Riau dan saat itu seluruh peserta berharap pertemuan tersebut tidak hanya sekali saja dilaksanakan namun ada pertemuan-pertemuan selanjutnya, makanya saat ini kami taja dalam bentuk Jambore,” ujar Septina.
Semula kegiatan ini akan dihadiri sebanyak 135 perserta utusan dari 9 kabupaten kota se-Provinsi Riau, namun peserta justru membludak karena ada kabupaten yang mengirim lebih dari 15 orang.
Pada kesempatan tersebut, Sekda Prov Riau Drs Zaini Ismail mengatakan dengan kegiatan tersebut ia berharap kedepan tidak ada lagi sebutan suku terpencil, karena ia yakin suku-suku yang hadir dalam KAT akan terus mengikuti perkembangan zaman sehingga mereka dapat hidup membaur dengan masyarakat lainnya. Ia mencontohkan, kalau dulu suku Dunao hidup di laut, namun sekarang sudah banyak yang menetap di darat.
“Kedepan, tidak akan ada lagi sebutan suku terpencil, tetapi suku Riau. Makanya dari sekarang kita harus mempersiapkan SDM dari mereka, terutama terkait masalah pendidikan dan kesehatan,” ujar Zaini.**(p2n)



 Sumber:http://www.riaunews.com/spot/?p=3064

To be Continue...


Kerusuhan kembali terjadi di Kota Batam





Kamis, 24 Oktober 2013 01:51
BATAM, HALUAN — Kerusuhan kembali terjadi di Kota Batam, Rabu (23/10). Ribuan warga Tanjung Uma mengamuk dan melempari petugas dengan batu dan kayu. Kericuhan itu merupakan buntut tidak ditemukannya kata sepakat antara Badan Pengu­sahaan  (BP) Batam dan perwakilan warga, terkait status perumahan warga di Bukit Tanjung Uma.
Seperti dirilis sebelumnya, rusuh juga sempat terjadi belum lama ini. Hal ini setelah sejumlah massa yang diduga dibayar pihak perusahaan, mematok lahan di kawasan Tanjung Uma. Ketika itu, warga yang merasa kesal dengan ulah massa bayaran itu, mengamuk dan menghajar massa bayaran tersebut.
Aksi pada Rabu kemarin, merupakan aksi lanjutan dari tuntutan warga Tanjung Uma. Dari pantauan lapangan, ribuan warga Tanjung Uma atau Kampung Tua di kawasan itu, sudah mendatangi Gedung BP Batam sekitar pukul 09.00 WIB. Mereka menuntut pemerintah segera memastikan legalitas Kampung Tua. Ribuan petugas diturunkan untuk menga­mankan aksi tersebut.
Setelah menggelar orasi, perwakilan warga akhirnya diterima Kepala BP Batam Mustofa Widjaya dan Gubernur Kepri HM Sani. Sedangkan perwakilan warga dipimpin Raja Harum.
Dalam pertemuan itu,  ada empat pernyataan sikap yang disampaikan warga. Yakni mendesak BP Batam dan Pemko Batam segera menerbitkan surat keputusan terkait legalitas untuk 33 titik di Kampung Tua, sesuai SK Wali Kota Batam Nomor 105/HK/III/2004 tanggal 23 Maret 2004, selambat-lambatnya 3X24 jam.
Warga juga mendesak BP dan Pemko Batam segera menerbitkan surat keputusan pengesahan luas wilayah Kampung Tua Tanjung Uma seluas 108 hektare. Selain itu, BP Batam didesak segera menerbitkan surat pencabutan izin prinsip pengalokasian lahan yang diberikan kepada pihak lain di dalam lahan Kampung Tua Tanjung Uma, selambat-lambatnya 3x24 jam. Massa juga mengutuk keras cara-cara premanisme yang digunakan oleh pihak manapun dalam penyelesaian persoalan Kampung Tua.
Sekitar pukul 12.15 WIB, Raja Harum dan perwakilan lain keluar dari Kantor BP Batam. Di hadapan massa, ia mengatakan tidak ada kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan itu.
Rusuh
Mendengar pengakuan itu, emosi ribuan warga Tanjung Uma akhirnya tak tertahankan lagi. Rusuh pun pecah. Batu bata dan benda-benda keras lain beterbangan ke arah barisan polisi anti  huru-hara, yang mengelilingi Gedung BP Batam.
Kondisi itu memicu reaksi dari aparat. Dalam hitungan menit, petugas melepaskan tembakan gas air mata ke arah massa berkali-kali. Tidak itu saja, dua unit truk water canon juga beraksi sehingga massa kocar-kacir dan mulai mundur. Meski demikian, mereka tetap melempari petugas dengan benda keras.
Suasana semakin mencekam setelah polisi mengerahkan seluruh personil dan kendaraan antihuru-hara ke arah konsentrasi massa pendemo yang terpecah dua, yakni ke arah Pemko Batam dan Hotel Harmoni One. Konsentrasi massa pun langsung bubar. Beberapa dari mereka ada yang ditangkap petugas dan dibawa ke Mapolresta Batam untuk dimintai keterangan.
Sementara itu, Kapolda Kepri Brigjen Pol Endjang Sudrajat yang dikonfirmasi beberapa saat kemudian mengatakan, kondisi di Batam sudah mulai kondusif, setelah petugas mengamankan sejumlah pendemo.
“Kami sudah melakukan langkah yang persuasif, tapi sejak awal kami sudah melihat tanda-tanda mau anarkis, seperti merusak pagar berduri, “ujarnya.
dikatakan, aparat Kepolisian sudah mengamankan beberapa titik, seperti disekitar Duta Mas, Tanjung Uma dan tempat fasilitas umum lainnya seperti Bandara. “Saya tidak tahu berapa penjagaan di masing-masing titik tersebut. Saat ini, saya nilai Batam masih aman dan kondusif, “pungkasnya.
Rumah Wagub Kepri Dijaga
Masih terkait rusuh itu, satu Kompi Brimob disiagakan khusus untuk mengaman Kompleks Peru­mahan Duta Mas, yang meru­pakan tempat kediaman Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Suryo Respationo. “Ini sebagai antisipasi supaya tidak terjadi rusuh lagi di sana,” ujarnya.
Dari pantauan lapangan, rumah Wagub Kepri tampak dijaga ratusan pemuda dari OKP yang membawa kayu broti dan senjata tajam. Tidak itu saja, aktivitas di Sekolah Islam Nabila yang berada dekat kawasan itu, terpaksa harus dihentikan. (h/hk)

Sumber:http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=27162:batam-kembali-rusuh&catid=6:riau-a-kepri&Itemid=73

Puluhan Warga Tambusai Datangi Polres Rohul

Ketua Koptan Siaga Makmur Meringkuk
Editor: Rambe - Rabu, 23/10/2013
warga Tambusai mendatangi Polres Rohul menuntut gaji mereka dibayarkan H. Basri Lubis


BERITA RIAU (ROKAN HULU),situsriau.com-Puluhan Warga tiga Desa di Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rohul datangi Polres Rohul di Pasir Pangaraian, Rabu (23/10/2013),  mereka memastikan Ketua Kelompok Tani (Koptan) Siaga Makmur kerja sama dengan PT Togos Gopas, berada dalam tahanan sebab seudah 2 tahun lalu kasus tersebut berlarut-larut.

Disampaikan, Sekretaris Koptan Siaga Makmur Virgo Siregar, Ketua Kelompok Tani Siaga Mamkmur atas nama H. Basri Lubis dilaporkan ke polisi diduga telah menggelapkan dana pola Perkebunan Inti Rakyat Kredit Koperasi Primer Anggota (PIR-KKPA) senilai  Rp 7,9 Miliar.

Menurut  Virgo tersangka H. Basri Lubis atau biasa dipanggil masyarakat Baktar sebelumnya tidak diketahui rimbanya, uang Rp7,9 miliar diduga digelapkan milik 1.200 KK juga belum dikembalikan, uang miliaran rupiah milik Anggota Kelompok Tani Siaga Makmur pola PIR milik 1.200 KK selama 13 bulan yakni antara Juni 2011 sampai Juli 2012.

Dana Pola PIR-KKPA itu milik tiga desa yakni Tambusai Timur (Tamtim), Tingkok dan Lubuk Soting, mereka meminta pihak Polres Rohul mengembalikan hak-hak masyarakat, sebab H. basri Lubis sudah memperkaya dirinya dengan uang itu maka hartanya disita dan diberikan pada masyarakat.

H. Basri Lubis ini sudah sekian lama menyandang status Daftar Pencarian Orang (DPO), dari Polres Rohul, Selasa (22/10/2013), sekitar pukul 01.45 Wib, H. Basri Lubis (62) sebagai Ketua Ketua Kelompok Tani Siaga Makmur Desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai ditangkap Polres Rohul.

Tersangka H. Basri Lubi, juga aktif menjabat Ketua Harian DPP Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Provinsi Riauitu, ditangkap dirumah kontrakannya di jalan Persatuan Kota Pasir Pangaraian, Ketua Laskar Merah Putih Riau itu, ditangkap dalam kasus dugaan penggelapan dana hasil pola PIR KKPA.

Tersangka  H. Basri Lubis sesuai LP/160/X/2012/Res/Rohul, tanggal 15 Oktober 2012 dengan Nomor: DPO 23/II/2013, akhir Polres berhasil menangkapnya setelah sekian lama jadi buronan.

Kapolres Rohul AKBP H Onny Trimurti Nugroho, SE, SIK, MH dikonfirmasi, membenarkan telah menangkap Mantan Ketua Kelompok Tani Siaga Makmur Desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai dirumahnya di Jalan Persatuan Pasir Pengaraian.

"Sekarang tersangka telah ditahan di Sel Mapolres Rohul untu diproses secara hukum," kata Kapolres.

Informasi berhasil dirangkum dari berbagai sumber mengungkapkan, sejak menjabat sebagai Ketua Kelompok Tani Siaga Makmur Tambusai, H. Basri Lubis telah memiliki banyak investasi tidak bergerak di Riau dan Sumatera Barat (Sumbar).

Investasi tidak bergerak tersebut seperti 5 rumah pribadi meliputi 2 unit di Rohul yakni di Desa Lubuk Soting dan Pasir Pangaraian, 1 unit di Pekanbaru, 1 unit di Sumbar dan 1 unit lagi di Medan, informasi lain, H. Basri Lubis juga memiliki usaha SPBU di Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan.

Direktur Eksekutif Team Operasional Penyelamatan Aset Negara Republik Indonesia (TOPAN-RI) Rohul Antonio Hasibuan, menyebutkan proses kasus dari H. Basri Lubis itu terkesan lamban,  diduga kuat Polres Rohul sudah ada terima suap dari H. Basri Lubis, sehingga penangkapan sulit dilakukan.

"Kita minta mereka tak main-main dengan kasus ini apalagi untuk penangguhan penahanan, sebab sudah ribuan masyarakat dizholiminya bertahun-tahun, masayakat sudah mengantung hidupnya pada perkebunan itu, tapi ada yang didapat masyarakat, sudah bertahun-tahun uang masyarakat dilarikan baru hari ini bisa ditangkap, itu informasi kita dengar akan ada penangguhan penahanan," tegas Antonio. (pal)


Terkait/Sumber:

 
  • Ketua Koptan Siaga Makmur Meringkuk
  •  

    Polda Riau Tetapkan Riau Tetapkan 18 Tersangka Bentrok PTPN

    23 October 2013

    Pekanbaru, (antarariau.com) - Aparat Kepolisian Daerah Riau menetapkan 18 sebagai tersangka dari 38 orang yang sebelumnya diperiksa terkait peristiwa bentrok massa memperebutkan lahan PT Perkebunan Nusantara V.

    "Kemarin itu sudah 38 orang diperiksa baik dari massa organisasi masyarakat maupun masyarakat Desa Sinama Nenek, Kecamatan Tapung Hulu, Kampar," kata Kepala Bidang Humas Polda Riau Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Guntur Aryo Tejo kepada Antara di Pekanbaru, Rabu.

    Dari sejumlah warga itu, demikian Guntur, akhirnya pada Selasa malam (22/10), ditetapkan sebanyak 18 diantaranya sebagai tersangka setelah dinyatakan terbukti menjadi provokator bentrok.

    Ia menjelaskan, belasan orang itu adalah dari pihak warga, baik itu warga yang tergabung dalam Organisasi Pagar Negeri Bumi Riau (PNBR), dan massa dari warga tempatan.

    Bentrok antara warga dengan petugas keamanan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V terjadi pada Senin (21/10), mengakibatkan belasan luka-luka akibat terkena lemparan batu.

    Informasi kepolisian, bentrokan terjadi ketika warga memaksa untuk memanen buah kelapa sawit di lahan perkebunan seluas 2.800 hektare di sekitar Desa Sinama Nenek, Kecamatan Tapung Hulu, Kampar.

    Ketika itu, upaya panen warga mendapat pengawalan dari puluhan orang yang tergabung dalam Ormas PNBR asal Pekanbaru.

              
    Fazar Muhardi
    COPYRIGHT © 2013

    Sumber:http://www.antarariau.com/berita/29850/polda-riau-tetapkan-riau-tetapkan-18-tersangka-bentrok-ptpn
     

    Selasa, 22 Oktober 2013

    Dokter Pastikan Korban Bentrok Sinamanenek Bukan Tertembak

    Selasa, 22 Oktober 2013 20:59
    Seorang korban bentrok warga Sinamanenek, Kampar dengan Panswakarsa PTPN V masih dirawat di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Dokter memastikan bukan tertembak, melainkan terhantam benda tumpul.

    Riauterkini-PEKANBARU- Warga Sinamenenek, Tapung Hulu, Kampar dan Pihak PTPN V terlibat kericuhan, Senin (21/10/13). Puluhan orang warga terpaksa dirawat intensif di rumah sakit dan puskesmas. Termasuk Junaidi (43) seorang buruh warga Rumbai, Pekanbaru juga terbaring. Tidak tahu pasti apa yang menyebabkan kaki kananya mengalami patah tulang. Hingga kini, ia masih terbaring lemas di ruang 5 Kamar Cendrawasih 2 RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru.

    Kepada riauterkini.com, Selasa (22/10/13), awalnya, Junaidi mengaku bahwa ia hanya turut meramaikan warga kampung orang tuanya itu. "Awalnya, saya cuma mau pulang kampung dan menjemput putri saya yang tinggal sama neneknya di Sinamanenek. Karena saya orang sana, makanya saya ikut membantu warga sana berdemo," ungkapnya.

    Korban mengaku bahwa ia bersama temannya diserang balik oleh pihak PTPN V bersama polisi, Senin (21/10/13) siang itu. Tiba-tiba saja, pada bagian kaki kanan, tepatnya dibelakang tulang kering, tepat di bawah betisnya mengenai benda yang menyebabkan tulangnya patah atau cedera berat.

    "Saya datang, sudah bentrok. Kemudian, kami kabur, karena pihak PTPN V menyerang balik. Tiba-tiba saja, kaki kanan bagian belakang saya, entah diapakan saya tidak tahu, sudah patah dan rasanya sakit. Saya melihat tulang saya patah seperti patah tebu. Bahkan, tulangnya keluar. Saya melihat jelas tulang kaki saya," ungkapnya.

    Berteriak kesakitan, ia langsung digotong dan ditolong oleh teman-temannya. "Saya tidak tahu kena apa. Rasanya sakit sekali. Namun, teman-teman bersorak kalau saya ditembak. Saya masih jelas mendengar suara mereka. Kemudian, saya langsung dilarikan ke Pekanbaru," ungkapnya.
     

    Tiba di RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru, sekitar pukul 14.00 WIB. Korban yang ketika itu hendak dioperasi didatangi polisi yang dikatakan bahwa ia adalah salah seorang Pejabat Utama Polda Riau yang juga datang bersama dokter beserta pihak medis rumah sakit tersebut. Di depan polisi itu, dokter mengungkapkan bahwa ia hanya terkena benda tumpul.

    "Saya didatangi polisi dan dokter. Saya tak tahu siapa. Ada orang yang bilang pada saya bahwa ia adalah orang nomor tiga di Polda Riau. Polisi itu datang bersama dokter. Saya juga tak tahu namanya. Dokter bilang di depan polisi itu, kaki saya cuma kena benda tumpul. Kemudian polisi itu menanya-nanyai saya. Dan berjanji akan datang lagi, hari ini. Namun, sampai sore ini (Selasa-red) dia tak juga datang," katanya.

    Sejujurnya saja, sambung pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh di Pekanbaru itu, ia sangat berharap ada bantuan dari pihak manapun yang membiayai pengobatannya itu. "Saya berharap sekali dengan bantuan darimanapun. Saya juga sedih bahwa teman-teman sudah diproses di polisi, mengingat belum seorangpun pihak PTPN V yang diproses," ujar pria yang mempunyai putri tunggal berumur 17 tahun itu. ***(gem)


    Sumber:http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=65759
     

    Tersangka Bentrok Sinama Nenek 18, Sisanya Dipulangkan

    Rabu, 23 Oktober 2013
    Setelah sebelumnya menyebutkan bahwa 38 pendemo berujung bentrok di Kantor PTPN V Tapung, Kampar sebagai tersangka. Polda Riau akhirnya hanya menetapkan 18. Sisanya dipulangkan.

    Riauterkini-PEKANBARU-Sebanyak 20 dari 38 orang yang digiring ke Mapolda Riau dipulangkan terlibat bentrok antara warga Sinamenek dan PTPN V, di Sinamanenek, Tapung Hulu, Kampar. Sisanya, 18 orang ditetapkan sebagai tersangka dan akan ditahan mulai malam ini, Selasa (22/10/13). Namun, tak satupun dari pihak PTPN V yang ikut dilibatkan, mengingat puluhan orang sudah terpaksa dirawat intensif dan seorang yang ditembak dari kericuhan itu.

    Hal ini sesuai yang diungkapkan Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo SH SIK kepada wartawan, Selasa (22/10/13). "Setelah dilakukan pemeriksaan yang ditahan hanya 18 orang yang terjerat Pasal 170 KUHP. Mulai malam ini, mereka akan ditahan," ungkap Kabid.

    Sementara itu, untuk Ketua Pagar Bumi Negeri Riau (PNBR) Tengku Miko Sofyan selaku koordinator aksi dan juga Sekretaris Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau dikenakan ke Pasal 160 KUHP serta Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1957.

    "Untuk Tengku Miko Sofyan kita kenakan ke Pasal 160 KUHP karena dia menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana. Serta Undang-Undang Darurat karena kedapatan memiliki soft gun dengan 5 butir peluru tajam kaliber 22 mm," beber Guntur.

    Sementara itu, ditanyakan terkait PTPN V sendiri, ia memang membenarkan belum ada yang dilibatkan dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu. "Untuk sementara ini, belum ada," singkatnya. ***(gem)


    Sumber:riauterkini.com

    Laporan Greenpeace: Merek-merek Rumah Tangga Terkenal Andil Babat Hutan Indonesia

    Oleh Sapariah Saturi,  October 22, 2013

    Aksi Greenpeace membentangkan spanduk di konsesi Wilmar di Jambi. Foto: Greenpeace
    Aksi Greenpeace membentangkan spanduk di konsesi Wilmar di Jambi. Pada konsesi ini terjadi pembabatan hutan di kawasan HCV, dan habitat harimau Sumatera. Foto: Greenpeace

    P&G, Oreo, Gillette, merupakan merek-merek produk rumah tangga terkenal yang memiliki andil dalam perusahan hutan di Indonesia hingga mendorong kepunahan harimau Sumatera.  Mengapa? Karena mereka konsumen dari produsen sawit raksasa asal Singapura, PT Wilmar Internasional, yang banyak membeli sawit-sawit dari sumber-sumber ‘tak steril’ alias hasil dari membabat hutan.  Demikian laporan Greenpeace terbaru berjudul Izin Memusnahkan atau Licence to Kill yang rilis, di Jakarta, Selasa (22/10/13).
    Bustar Maitar, Kepala Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace Internasional mengatakan, sebagai pemain besar, Wilmar memiliki kekuatan mengubah industri. “Sebelum perusahaan ini berkomitmen kebijakan nol deforestasi, perdagangan minyak sawit mereka dengan merek rumah tangga besar seperti P&G, Mondelez, dan Reckitt Benckiser,  tanpa disadari membuat konsumen mendorong kepunahan harimau Sumatera di Indonesia,”  katanya.
    Wilmar,  sudah memiliki kebijakan melestarikan hutan bernilai konservasi tinggi (high conservation value/HCV) dan lahan gambut di konsesi mereka. Namun, konsesi itu hanya memasok kurang empat persen total minyak sawit. Sisanya, dari pemasok.
    Parahnya, Wilmar tak mewajibkan kebijakan lingkungan dan sosial dari para pemasok yang menjual tandan buah segar sawit atau minyak sawit mentah. Dua pemasok mereka, Ganda  Group dan Surya Dumai (First Resources) terlibat dengan kebakaran di Riau, yang terjadi tahun ini.
    Pemasok lain, Bumitama, menebang habis habitat orangutan di dua wilayah berbeda di Kalimantan dan siap membuka hutan di konsesi baru mereka di Taman Nasional Tanjung Puting.
    Wilmar juga dikaitkan dengan perdagangan perkebunan ilegal di Taman Nasional Tesso Nillo. Greenpeace mendokumentasikan perkebunan sawit ilegal di dalam kawasan Tesso Nilo, dengan hasil panen masuk ke pabrik Wilmar. Greenpeace memiliki bukti, perdagangan Wilmar dari perusahaan dengan kegiatan antara lain pembukaan ilegal, kebakaran di lahan gambut, dan pembukaan habitat harimau ini.
    Bukan itu saja. Di Kabupaten Merangin, Jambi, anak usaha Wilmar, PT Agrindo Indah Persada (PT AIP), memegang izin konsesi seluas 1.280 hektar. Penanaman 500 hektar dan kawasan masuk HCV  sekitar 417 hektar, baik karena keragaman hayati tinggi, jasa lingkungan penting maupun wilayah-wilayah kritis  guna mempertahankan budaya masyarakat lokal.
    Dari investigasi Greenpeace, pada 2009, hutan menutupi sekitar 10 persen atau 124 hektar konsesi. Tahun 2013, hanya tersisa kurang dari 20 hektar wilayah berhutan, sepertiga atau 35 hektar pembukaan wilayah HCV. Greenpeace mendokumentasikan pembukaan jalan dan perkebunan berada pada lereng curam yang masuk kategori HCV. Di sana, tampak pohon-pohon tumbang karena erosi.
    Wirendro Sumargo, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, deforestasi di kawasan ini dari 2009-2013, terjadi pada habitat harimau. Bahkan, dari wawancara Greenpeace dengan warga sekitar, sempat melihat harimau dan anaknya di dekat konsesi AIP.
    Tampak kebun sawit milik PT Agrindo Indah Persada, anak usaha Wilmar di Jambi, membuka kebun sawit di lereng yang masuk HCV. Foto: Greenpeace
    Tampak kebun sawit milik PT Agrindo Indah Persada, anak usaha Wilmar di Jambi, membuka kebun sawit di lereng yang masuk HCV. Foto: Greenpeace

    Kiki Taufik, Kepala Pemetaan dan Riset Greenpeace Indonesia, mengatakan, sawit pemicu terbesar deforestasi di Indonesia, atau sekitar 300 ribu hektar hutan hilang, sama dengan 15 persen kehilangan habitat harimau karena sawit.  “Dari riset beberapa tulisan ilmiah banyak fakta mengungkapkan dengan harimau Sumatera berkurang, menandakan kehilangan hutan dan lahan gambut yang memicu stabilitas iklim di Indonesia.”
    Hutan Sumatera, terbabat, habitat harimau Sumatera, spesies satu-satunya yang tersisa di Indonesia, terancam. Saat ini, harimau Sumatera masuk katagori terancam punah secara kritis dalam daftar spesies terancam punah IUCN. Hanya sekitar 400 harimau Sumatra hidup di alam liar.
    Dulu, harimau bisa ditemui di sebagian besar Sumatera. Ekspansi perkebunan dan penebangan kayu mengurangi habitat primer. Mereka terdesak. Periode 1985 dan 2011, separuh hutan alam Sumatera, semula seluas 25 juta hektar, ditebang. Sekitar 80 persen dataran rendah, yang merupakan habitat penting satwa tak hanya harimau, orangutan dan lain-lain.
    Pada 2009-2011, sekitar 383 ribu hektar habitat harimau musnah, tertinggi di Riau kehilangan 10 persen.  Dari pemetaan pun tampak habitat harimau makin terfrakmentasi. “Kondisi ini meningkatkan konflik manusia dan harimau dan perburuan harimau,” ujar dia.
    Greenpeace pun menuntut Wilmar agar berhenti mencuci minyak sawit kotor ke pasar global, termasuk mendesak merek produk rumah tangga segera membersihkan rantai pasokan dari sumber-sumber sawit tak jelas. Dalam laporan itu, Greenpeace memberikan beberapa rekomendasi.
    Wilmar membantah dukungan mereka terhadap para pemasok yang terkait land clearing, maupun pembakaran hutan. Seperti dikutip dari AFP, Lim Li Chuen, juru bicara Wilmar mengatakan, perusahaan kerab me-review operasional bisnis mereka, termasuk kebijakan mengenai sumber sawit dan bekerja sama dengan ahli rantai pasokan internasional.
    Dia mengatakan, perusahaan telah memperingatkan kepada semua staf bahwa kebijakan mereka memasok sawit dari sumber-sumber sah. Bagi pemasok dari sumber ilegal yang mencoba masuk harus diputus.

    Sumber:http://www.mongabay.co.id/2013/10/22/laporan-greenpeace-merek-merek-rumah-tangga-terkenal-andil-babat-hutan-indonesia/
     

    Ternyata Massa Bayaran yang Bentrok PTPN V Kampar

    Pekanbaru, 23/10 (antarariau.com) - Massa bayaran yang tergabung dalam Ormas Pagar Negeri Bumi Riau (PNBR) ikut terlibat dalam bentrokan berdarah dalam konflik sengketa lahan antara perusahaan kelapa sawit negara PTPN V dan warga di Desa Sinama Nenek Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Riau pada Senin (21/10).
          
    Hal itu terungkap dari keterangan para anggota PNBR yang kini ditahan di Mapolda Riau, di Pekanbaru, Selasa. Sejumlah anggota PNBR mengaku dimobilisasi dari Kota Pekanbaru dengan mendapat bayaran dari oknum warga yang bersengketa dengan perusahaan.
          
    "Saya dijanjikan dibayar Rp80 ribu sehari," kata seorang anggota PNBR, Asbi yang kini menjadi tersangka.
          
    Sehari sebelum demonstrasi di kantor PTPN V di Tapung Hulu, katanya, para anggota Ormas itu berangkat dari Pekanbaru menggunakan dua truk. Mereka ditugasi untuk mengawal warga desa yang akan memanen buah sawit di kebun PTPN V di daerah sengketa.
          
    Ia mengaku sebarnya setiap hari bekerja sebagai pengamen jalanan, dan hanya ikut-ikutan dengan rombongan demonstran karena mendengar akan mendapat bayaran.
          
    "Saya tak kenal sama yang bawa. Katanya, kami akan bekerja mengamankan panen sawit di sana," kata Asbi kepada wartawan.
          
    Setelah terjadi bentrokan dan menjadi tersangka, Asbi mengaku menyesal ikut dalam rombongan itu.
          
    "Kalau kami tahu diajak demo dan akhirnya bentrok, tentu saja saya tidak mau. Mendingan saya ngamen di jalan daripada ditangkap begini," katanya.
      
    Pada Senin lalu (21/10), ratusan warga yang datang bersama ormas tersebut menggelar demonstrasi di kantor PTPN V di Tapung Hulu yang berakhir dengan bentrokan. Polisi menahan 38 orang yang terlibat kerusuhan itu, dan 11 diantaranya adalah warga setempat.  
     
    Selain itu, polisi juga menyita senjata tajam, 32 bom molotov, serta satu pucuk senapan angin. Sedangkan, satu warga menderita luka tembak di kaki dalam bentrokan itu.
          
    Sengketa lahan PTPN V dengan warga Sinama Nenek berlangsung sejak awal tahun 2000, dan hingga kini belum ada penyelesaian. Warga mengklaim perusahaan telah mencaplok sekitar 2.800 hektare tanah adat (ulayat) dan ditanami sawit.
          
    Berbagai penyelesaian, mulai dari negosiasi politik melibatkan pemerintah pusat hingga pengadilan belum bisa menyelesaikan masalah itu.
          
    Wakil Gubernur Riau, Mambang Mit, meminta kedua pihak untuk menahan diri agar bentrokan tidak terjadi lagi. Ia juga menyayangkan terjadi aksi anarkis dalam kasus itu.
          
    Sementara anggota DPRD Riau Komisi A, Tony Hidayat, meminta agar provokator kerusuhan di Sinama Nenek dihukum. Ia meminta kedua pihak mengambil langkah dialog dalam penyelesaian sengketa lahan itu.
          
    "Warga juga salah, kenapa harus bertindak anarkis seperti itu," kata Tony Hidayat


    Sumber:http://www.antarariau.com/berita/29848/ternyata-massa-bayaran-yang-bentrok-ptpn-v-kampar

    Ternyata 2.800 Hektare Perkebunan PTPN Belum Dilengkapi HGU

    22 Oct, 2013 
    Sekitar 600 orang warga Desa Senama Nenek, Kecamatan Tapung Hulu, Selasa (17/7), kembali melakukan aksi unjukrasa
    Sekitar 600 orang warga Desa Senama Nenek, Kecamatan Tapung Hulu, Selasa (17/7), kembali melakukan aksi unjukrasa

    gagasanriau.com ,Pekanbaru-PT Perkebunan Nusantara (PTPN)-5 menyatakan sekitar 2.800 hektare lahan perkebunan sawit yang yang dikelolanya di lokasi bentrok berdarah tepatnya di Desa Sinama Nenek, Kecamatan Tapung Hulu, Kampar, belum dilengkapi izin Hak Guna Usaha.
    “Lahan 2.800 itu belum terbit HGU-nya. Namun pada hakikatnya lahan  tersebut merupakan bagian kecil dari sekitar 32.000 hektare yang dikuasai PTPN-5 berdasarkan beberapa izin prinsip,” ujar Kepala Urusan Humas PTPN-5, Friando Panjaitan di Pekanbaru, Selasa.
    Beberapa izin prinsip tersebut antara lain, menurut dia, SK Menteri Pertanian Nomor 178/KPTS/UM/III/1979 tahun 1979 tentang Daerah Pengembangan PN/PT Perkebunan.
    Kemudian SK Gubernur Riau Nomor Kpts.131/V/1083 tahun 1983 tentang Pencadangan Tanah untuk Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet sekitar 30.000 hektare di Kecamatan Tandun dan Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar yang dikelola PT Perkebunan Nusantara 2 di Tanjung Morawa, Sumatera Utara.
    Terakhir SK Menteri Kehutanan Nomor 403/KPTS-II/1996 tentang Pelepasan Hutan Seluas 32.235 hektare di Kelompok Hutan Sei Lindai, Tapung Kiri, Kabupaten Kampar. “Selain lahan perkebunan kelapa sawit seluas 2.800 hektare, telah terbit HGU-nya,” katanya.
    Namun  warga Senama Senenek menilai karena PTPN V sudah mengangkangi kesepakatan yang sudah dibuat bersama Komisi I DPRD kabupaten Kampar dan PTPN V pada 16 Juli 2012. Dalam kesepakatan tersebut, PTPN V tidak akan melakukan aktivitas di lahan 2.800 Ha, sebelum ada keputusan yang pasti dari Pemerintah.
    sumber antarariau

    Ombudsman RI Sorot Bupati Kampar

    Selasa, 22 Oktober 2013


    Ombudsman RI Sorot Bupati Kampar
    Tribunpekanbaru/Riki Suardi
    Petugas Medis RSUD Arifin Achmad terlihat memberikan pertolongan kepada korban demo
    TRIBUNPEKANBARU.COM, BANGKINANG - Ombudsman Republik Indonesia memberi sikap terkait konflik di Senama Nenek. Wakil Ketua Ombudsman RI Azlaini Agus menyebutkan, Bupati Kampar Jefry Noer telah menyetujui PTPN V mencari lahan pengganti bagi masyarakat.
    "Persoalannya adalah Bupati Kampar sudah menyetujui PTPN V mencari lahan pengganti bagi masyarakat," ujar Azlaini lewat layanan pesan singkat (SMS) yang diterima Tribun, Senin sore.
    Menurut Azlaini, saat sekarang ini, sulit untuk mencari lahan seluas 2.800 hektare sebagai pengganti. Ia menyatakan, Ombudsman sependapat dengan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, bahwa PTPN V harus mengembalikan lahan yang telah diserobot atau dirampas dari masyarakat.
    Dikatakan Azlaini, lahan 2.800 hektare tersebut sampai saat ini belum diproses dan dikeluarkan status Hak Guna Usaha (HGU)-nya oleh BPN RI karena masih bersengketa. "Dan cara PTPN V memperoleh lahan tersebut tidak prosedural," ungkapnya.
    Lanjutnya, tidak dikeluarkannya HGU oleh BPN RI sebagai pertanda bahwa ada permasalahaan dengan lahan 2.800 hektare yang saat ini dikuasai oleh PTPN V. Dikatakan, seharusnya Bupati Kampar bersikap tegas dan mendesak agar PTPN V mengembalikan lahan konflik kepada warga Senama Nenek.
    Azlaini menuturkan, Ombudsman RI, setelah beberapa kali menemui pihak PTPN V yang difasilitasi oleh Pemprov Riau, yakin bahwa PTPN V tidak akan mampu mencari lahan pengganti sampai akhir tahun 2013 ini. Apalagi menurut ketentuan bahwa perusahaan harus menyediakan 20 persen dari lahan HGU untuk masyarakat sekitar areal perkebunannya. 
    Ia menjelaskan, jika dihitung 20 persen dari luas HGU-nya adalah kurang lebih 2.800 hektare. "Jika sudah klop itu, nggak perlu mencari lahan pengganti. Tinggal lagi bagaimana komitmen Bupati Kampar," ujarnnya.
    Azlaini menyebutkan, dalam beberapa kasus di Kampar, tampaknya jalan penyelesaian yang diambil Bupati Kampar tidak merujuk pada kepentingan masyarakat. Selain itu, terkesan Bupati tidak punya niat untuk menyelesaikan persoalan yang ada secara tuntas.
    "Kesannya sengaja membiarkan berlarut-larut," tandas Azlaini. Selain itu, ia menilai, langkah penyelesaian yang diambil Bupati tanpa merujuk pada peraturan perundang-undangan yang ada. "Hampir semua permasalahan di Kampar ditangani dengan cara seperti itu. Lost of Contact, lost of procedure and bias of law," pungkasnya.
    Sementara itu, dalam tanggapan pihak PTPN V lewat e-mail yang diterima Tribun, lahan 2.800 hektare tersebut merupakan bagian kecil dari kurang lebih 32.000 hektare yang dikuasai perusahaan. Dikatakan, perusahaan telah mengantongi izin prinsip di antaranya, SK Menteri Pertanian Nomor 178/KPTS/UM/III/1979 tahun 1979 tentang Daerah Pengembangan P.N/P.T Perkebunan, SK Gubernur Riau Nomor Kpts.131/V/1083 tahun 1983 tentang Pencadangan Tanah untuk Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet seluas lebih kurang 30.000 hektare di Kecamatan Tandun dan Siak Hulu Kabupaten Kampar yang dikelola oleh PT Perkebunan II Tanjung Morawa serta SK Menteri Kehutanan Nomor 403/KPTS-II/1996 tentang Pelepasan Hutan Seluas 32.235 Ha di Kelompok Hutan Sei Lindai, Tapung Kiri.
    Friando mengatakan, Menteri Negara BUMN dan Komisi VI DPR RI telah menolak penyerahan lahan dan agar diselesaikan lewat jalur hukum. Dikatakan, Meneg BUMN mengirim surat kepada Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang untuk melakukan mediasi pada Juli 2009.
    Setelah itu, muncul gugatan kepada PTPN V di PN Bangkinang dari KUD Bina Mandiri yang mewakili 1.400 warga Senama Nenek. Oleh Majelis Hakim, gugatan itu ditolak. Pada tahun 2011, ada dua gugatan kepada PTPN V di PN Bankinang, tetapi penggugat mencabut gugatannya pada proses persidangan.
    Lanjutnya, pada Juli sampai Oktober 2012, masyarakat kemudian melakukan pendudukan paksa terhadap areal konflik. Selama itu, kata Friando, perusahaan mengalami kerugian produksi yang sangat signifikan.
    Selanjutnya, dilakukan beberapa pertemuan antara warga Senama Nenek dengan perusahaan yang difasilitasi oleh DPD RI, Ombudsman, Komnas HAM dan Pemerintah Daerah. "Kesimpulannya, berdasarkan musyawarah mufakat pada tanggal 23-24 Oktober 2012, Perusahaan dan masyarakat sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini dengan cara mencari lahan pengganti/take over lahan dengan skim KKPA untuk masyarakat Dusun I Desa Senama Nenek," jelas Friando.
    Ia bahkan menyebutkan, percepatan merealisasikan kesepakatan, Pemkab Kampar memberi dukungan dengan membentuk Tim Terpadu melalui SK Bupati Kampar Nomor 500/adm-EK/114 tanggal 26 Maret 2013.
    Friando berharap, semua pihak menyetujui kesepakatan bersama. Ia meminta masyarakat bersatu dan membentuk kelembagaan sebagai mitra untuk membangun kebun SKIM pola KKPA. (*)
    Penulis: nando
    Editor: zid

    Senin, 21 Oktober 2013

    Masyarakat Pulau Padang Kecewa Pemkab Meranti Lebih Pro PT.RAPP

    21 Oct, 2013
    Warga dari 5 Desa Di Pulau Padang Berkumpul Menghadang Alat Berat Perusahaan. gagasanriau.com
    Warga dari 5 Desa Di Pulau Padang Berkumpul Menghadang Alat Berat Perusahaan. gagasanriau.com

    gagasanriau.com Selat Panjang-Hari ini Senin (21/10/2013) sebanyak 16 orang tokoh masyarakat desa Lukit kecamatan Merbau Kepulauan Meranti Riau dan 7 orang pemilik tanah yang sudah dirampas PT. RAPP memenuhi undangan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dengan agenda penyelesaian konflik agraria didesa Lukit antara masyarakat dengan PT. RAPP.
    Hal ini untuk menindaklanjuti atas blokade masyarakat dari 6 desa yang menolak operasional PT. Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP)didesa Lukit atas mulai masuknya alat berat perusahaan di Koridor Tanjung Gambar pada Sabtu (12/10/2013) dan alat berat perusahaan sempat dihalau mundur karena secara serentak ratusan masyarakat perwakilan 6 desa berkumpul dilokasi kejadian.
    Dan akhirnya Kepala Bagian Operasi (Kabagops) Polres Bengkalis AKP.Lagomo didampingi Kapolsek Merbau Ali Azwar meredam dengan menetapkan Status Quo pada areal tersebut dan dilanjutkan dengan pertemuan antar masyarakat, Perusahaan dan Pemkab Kepulauan Meranti.
    Namun dalam pertemuan tersebut menurut Pairan perwakilan masyarakat dari desa Lukit ternyata Pemkab Meranti mengecewakan masyarakat dalam pertemuan tersebut.
    “Hasilnya tidak berpihak pada masyarakat karena semua pemerintah berpihak pada perusahan PT.RAPP yang sudah mendapat “izin” dari Menteri Kehutanan dengan SK 180 tahun 2013″kata Pairan kepada gagasanriau.com Senin (21/10).
    “Sementara seluruh tokoh masyarakat dari desa Lukit meminta Lukit di ukur ulang (enclave) secara penuh namun pemkab kembali menyanggah, karena keputusan terletak dipusat(Menhut) pemkab hanya pelaksana kata Ma’mun Murod Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan(Kadishutbun) Kabupaten Kepulauan Meranti”Pairan menjelaskan.
    Dalam pertemuan hari ini menurut Pairan tadak mendapat kesepakatan(hasil) dan masyarakat kecewa mendengar pernyataan Pemkab melalui Dishutbun karena tidak ada keberpihakan kepada masyarakatnya sendiri yang bertungkus lumus memperjuangkan haknya.
    Dalam penyampaian akhirnya Pairan menekankan bahwa masyarakat dari Pulau Padang secara bergotong-royong akan tetap mempertahankan desa Lukit dari areal konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. RAPP Koridor Tanjung Gambar.
    Ady Kuswanto

    Sumber:http://gagasanriau.com/masyarakat-pulau-padang-kecewa-pemkab-meranti-lebih-pro-pt-rapp/
     

    Soal Sagu Hati Lahan, RAPP Jamin Hak Warga Desa Lukit

    Selasa, 22 Oktober 2013

     SELATPANJANG - Manajemen PT RAPP berkomitmen dalam menjamin hak warga Desa Lukit, Kecamatan Tasik Putri Puyu, menyangkut sagu hati lahan di wilayah konsesi perusahaan. Namun demikian, masyarakat diminta membuktikan legalitas klaim atas lahan dalam wilayah izin konsesi HTI tersebut.

    Hal itu ditegaskan Manager Estate RAPP Pulau Padang, Marzum Hamid, dalam pertemuan bersama warga Desa Lukit, Kecamatan Tasik Putri Puyu, yang difasilitasi oleh Pemkab Kepulauan Meranti bersama Polres Kepulauan Meranti di Kantor Bupati Kepulauan Meranti, Senin (21/10) pagi.

    “Pada prinsipnya kami siap mengakomodir apa yang menjadi tuntutan dan keluhan masyarakat, terutama soal sagu hati lahan. Meskipun sebelumnya sudah melakukan pembayaran sagu hati kepada pemilik lahan, namun karena masih ada tuntutan masyarakat yang mengklaim bahwa lahan yang sudah diganti itu salah pemiliknya, maka perusahaan siap menyelesaikan masalah ini,” ujar Marzum.

    Pihak RAPP, kata Marzum, meminta kepada masyarakat Desa Lukit terutama kepada masyarakat yang melakukan tuntutan tersebut untuk bersabar, karena manajemen perusahaan memerlukan waktu untuk meninjau kembali terhadap lahan yang sudah diganti rugi tersebut, yang sebelumnya ditetapkan oleh tim terpadu.

    “Jika nanti ditemukan bukti-bukti yang akurat bagi masyarakat yang menuntut bahwa lahan tersebut adalah milik mereka, maka perusahaan tetap membayar sagu hatinya. Namun sebaliknya manajemen perusahaan tidak segan-segan juga menuntut kepada masyarakat yang sudah menerima sagu hati sebelumnya menggunakan surat palsu,” ungkapnya.

    Marzum menjelaskan, perusahaan berkomitmen untuk tumbuh dan berkembang bersama masyarakat Pulau Padang. Oleh karena itu, pihak perusahaan tetap bekerja sama dengan Tim Terpadu untuk menyelesaikan permasalahan klaim lahan oleh masyarakat yang ada dalam wilayah konsesi HTI PT RAPP.

    Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti, Ir Mamun Murod MM MH, mengingatkan kepada masyarakat Pulau Padang, khususnya masyarakat Desa Lukit, bahwa peran Pemerintah Daerah dan juga RAPP semata-mata menjalankan amanah yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

    “Jadi kami sama sekali tidak memiliki wewenang untuk melakukan kebijakan yang melanggar aturan hukum. Atas nama Pemerintah Daerah, kami siap melayani masyarakat dan tidak segan-segan juga menindak pihak perusahaan jika mereka terbukti melanggar ketentuan yang ada,” tegasnya.

    Perwakilan  masyarakat Desa Lukit, Yahya, yang juga mantan Ketua LPM/LKMD Lukit, berharap pemerintah daerah maupun kepada pihak perusahaan untuk tidak menunda-nunda dalam menyelesaikan tuntutan masyarakat dengan pihak RAPP soal sagu hati lahan.

    “Sampai saat ini masih banyak warga yang memiliki dokumen yang sah mengaku tidak menerima ganti rugi atau sagu hati tersebut. Bahkan ada orang lain yang mengakui lahannya dan itu sudah dibayar oleh pihak perusahaan,” ungkapnya.

    Kasat Reskrim Polres Kepulauan Meranti, AKP Antoni Lumban Gaol, mengingatkan kepada semua pihak untuk tetap menjaga keamanan dan ketertiban dan senantiasa mematuhi aturan hukum yang berlaku.

    “Kepada masyarakat, terutama masyarakat Desa Lukit, kami harapkan untuk tetap tenang dan menjaga ketertiban. Jangan bersikap yang bertentangan dengan hukum, pihak kepolisian sebagai penegak hukum, tidak segan-segan mengambil tindakan bagi siapa saja yang berbuat melawan hukum,” ucapnya. (MC Riau/san)

    Sumber:

    Pembahasan Tapal Batas Rohul dan Padang Lawas Belum ada Titik Temu

    PEKANBARU  - Pembahasan tapal batas Kabupaten Rohul dan Padang Lawas akan kembali dilanjutkan pada 4 November mendatang di Pasir Pengaraian. Jika masih belum ada kesepakatan, Kemendagri akan ambil  alih langsung Mendagri untuk memutuskan tapal batas yang sudah bertahun tak kunjung selesai.

    Hadir pada pertemuan tersebut, Asisten Bidang Pemerintahan Setdaprov Riau Abdul Latif, Karo Tata Pemerintahan (Tapem) Setdaprov Riau Muhammad Guntur, Wakil Bupati Rohul Hafith Syukri Sementara dari Pemprov Sumut Asisten I Hasiholan Silaen, Karo Tapem Noval Mahyar. Kemudian perwakilan Polda Sumut, BPN, Kehutanan.

    Akan dilanjutkanya rapat pertemuan tersebut disampaikan oleh Subdin Penyelesaian Tapal Batas Daerah Menkopolhukam, Janirudin. Menurutnya  ada beberapa alasan kenapa rapat yang dilaksanakan secara tertutup itu belum ada kesepakatan.

    Pertama karena masing-masing kepala daerah Kabupaten Rohul dan Padang Lawas (Sumut) tidak hadir. Kemudian juga antara Riau dan Sumut belum juga sepakat menetapkan tapal batas, karena masih adanya pemahaman berbeda untuk meletakan dimana tapal batas.

    Belum adanya kesepakatan ini juga selalu menjadi hasil pertemuan sebelumnya, terakhir yang difasilitasi Kemendagri pada 19 Setember lalu di Jakarta.

    "Karena bupati tak ada hadir kedua belah pihak, pertemuan dilanjutkan pada 4 Novemberdi di Pasir Pengaraian. Tapi tak ditetapkan dimana apakah di kantor bupati dan hotel," kata Janirudin kepada wartawan, usai menggelar rapat di kantor gubernur, Senin (21/10) .

    Menurutnya, hasil pertemuan di Pasir Pengaraian pada 4 November mendatang akan disampaikan ke masing-masing gubernur. Namun jika ternyata tak ada  kesepakatan penyelesaian tapal batas maka Mendagri akan langsung mengambil alih dan memutuskannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang memilki kewenangan masalah tapal batas adalah Mendagri. Jika telah diputuskan Mendagri, tidak akan ada lagi upaya peninjauan hukum. .

    "Hasilnya nanti disampaikan berikut data pendukung disampaikan pada gubernur dan Mendagri yang memiliki kewenangan memutuskan tapal batas Rohul dan Padang Lawas," terangnya.

     Sengketa  perbatasan yang dipersoalkan  antara Pemkab Rohul dan Padang Lawas sebenarnya kata Janirruddin tidak begitu banyak. Yakni sekitar 10 kilo meter (km) tepatnya di P49 dan P59.

    Secara kebetulan juga, pada tapal batas inilah PT MAI berada, yang selama ini sering terjadi bentrok antara warga Rohul dan pihak perusahaan yang izinnya ada Sumut namun beroperasi sebagian di wilayah Riau.

    Dari pertemuan ini juga diminta masing-masing pihak terkait mulai kedua pemerintahan dan kemanan untuk mencegah terjadinya bentrokan. Bahkan direkomendasikan perusahaan MAI yang beroperasi sebagaian ada di Riau minta berhenti melakukan aktifitas.

    Hal ini dilakukan agar, selama pembahasan tidak mengganggu konsentrasi baik Pemkab Rohul mau pun Padang Lawas.

    "Kita menghimbau masyarakat tak melakuakan aktifitas memicu konplik, samai nanti ada penetapan," kata Janiruddin.

    Sementara untuk perbatasan Rohil dengan Kabupaten Labuhan Batu Selatan (Sumut) belum ada dibahas, menunggu penyelesaian antara Rohul dan Padang Lawas.

    "Sekarang Khusus membahas batas Rohul dan Padang Lawas dulu," ujarnya.

    Sementara, Asisten Bidang PemerintahannSetdaprov Riau Abdul Latif tetap pada pendirian semula,  dimana sebagain wilayah yang selama ini diklaim Sumut merupakan wilayah Riau. Yakni, tempat beroperasinya sebagaian PT MAI, di Rohul. Total luas yang disengketakan tersebut sekitar 500 hektar.

    "Kita mendorong penyelesaian secara  tepat. Yang penting ada kesepakatan," terangnya. (MC Riau/mtr)

    Sumber:http://mediacenter.riau.go.id/berita-1249-pembahasan-tapal-batas-rohul-dan-padang-lawas-belum-ada-titik-temu.html
     

    tanah untuk keadilan

    tanah untuk keadilan

    Visitor

    Flag Counter

    Bertuah

    Blogger Bertuah