Lakukanlah sesuatu itu karena itu memang baik untuk dilakukan, bukan karena apa yang akan kamu dapatkan.

Senin, 31 Maret 2014

Ternyata Konsesi PT. RAPP Di Pulau Padang, Bermasalah Tidak Sesuai Dengan SK Bupati Bengkalis


PT. RAPP Terduga Pelaku Korupsi Kehutanan
Gagasanriau.com, Pekanbaru-Ternyata Surat Keputusan kementerian Kehutanan (SK.180/Menhut-II/2013) terkait kawasan konsesi kehutanan di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, bermasalah dengan peta dari Pemerintahan Kabupaten Bengkalis yang dikeluarkan sebelumnya oleh Bupati Bengkalis.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti akan kembali melakukan peninjauan kembali terkait sengketa di Pulau Padang yang telah memakan korban dan konflik berkepanjangan antara PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP) dengan ribuan masyarakat Pulau Padang.

Minggu, 30 Maret 2014

Pemkab Kepulauan Meranti Bentuk Tim Penyelesaian Tapal Batas Desa Bagan Melibur


Sabtu, 29 Maret 2014


SELATPANJANG, RIAUAKSI.com-Persoalan klaim lahan oleh warga Desa Bagan Melibur di area konsesi PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) disepakati untuk diselesaikan dengan membentuk tim tersendiri yang terdiri dari berbagai pihak lintas instansi independen.

Kesepakatan tersebut dihasilkan dari pertemuan yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, Jumat (28/3), di Kantor Bupati, Selat Panjang.

Polda Riau Petakan Penguasaan Lahan di Cagar Biosfer dan TNTN

- 27 Maret 2014 22:13 wib
Kerusakan Taman Nasional Tesso Nilo/Antara/FB Anggoro
Kerusakan Taman Nasional Tesso Nilo/Antara/FB Anggoro
Metrotvnews.com, Pekanbaru: Pihak Kepolisian Daerah (Polda) Riau masih memetakan kepemilikan lahan secara ilegal di wilayah cagar biosfer dan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Mantan Dandim di Riau Kuasai 50 Hektare Lahan di Cagar Biosfer?

Minggu, 30 Maret 2014


PEKANBARU, RIAUSATU.COM - Satu per satu nama oknum TNI dan Polri diduga menguasai lahan di kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, mulai terungkap. Menyusul sejumlah nama top sebelumnya, kali ini salah seorang mantan Dandim di Riau, Brigjen TNI (Purn) SL, disebut-sebut memiliki 50 hektare lahan di kawasan yang dilindungi demi kepentingan penelitian dan pendidikan itu.

"Selain dua mantan Kapolres di Riau, tepatnya mantan Kapolres Bengkalis AKBP MH dan mantan Kapolres Dumai Brigjen Pol (Purn) BS, juga ada mantan Dandim di Riau, Brigjen (Purn) SL menguasai lahan sebanyak 50 hektare yang masuk kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecik, persisnya di Desa Bukit Kerikil, Kecamatan Bukitbatu, Bengkalis," ujar sumber yang enggan namanya dikutip.

Jumat, 28 Maret 2014

Aparat Bancakan Cagar Biosfer



CAGAR Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, menjadi bancakan aparat. Dua mantan kapolres, seorang perwira tinggi TNI-AU, serta sejumlah anggota polisi dan TNI menguasai lahan di kawasan yang dilindungi demi kepentingan penelitian dan pendidikan itu.

Dari hasil penelusuran Media Indonesia, setidaknya 12 orang memiliki lahan di cagar biosfer tersebut dengan luas bervariasi. Lahan paling luas dimiliki anggota TNI-AD, Serka S, yakni 1.500 hektare.

Brigjen Polisi (Purn) BS yang merupakan mantan kapolres di wilayah Polda Riau juga menguasai 200 hektare lahan. Begitu pula Ajun Komisaris Besar MH. Perwira yang pernah menjabat kapolres di Riau itu memiliki lahan 100 hektare.

Rabu, 26 Maret 2014

Walhi Riau Kecam Pengrusakan Rumah di Tasik Betung

Selasa, 25 Maret 2014 

Siak - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau mengecam tindakan represif aparat keamanan yang membakar dan menghacurkan rumah penduduk di Desa Tasik Betung, Kecamatan Mandau, Kabupaten Siak, Riau. Perngrusakan rumah masyarakat dinilainya sebagai bentuk arogansi penguasa untuk menekan orang lemah.
"Pengrusakan dan pembakaran rumah masyarakat di Riau ini memang sudah sering terjadi. Parahnya lagi, pemerintah hanya tinggal diam dan terus membiarkan kasus itu berlarut-larut tanpa ada penyelesaian," ujar Direktur Walhi Riau, Rico Kurniawan kepada Beritasatu.com di Pekanbaru, Selasa (25/3).

Selasa, 25 Maret 2014

Sejumlah rumah penduduk di Desa Tasik Betung, Kecamatan Mandau, Kabupaten Siak, Riau, dibakar dan diruntuhkan oleh oknum aparat

Tasik Betung, Siak Mencekam
Aparat Gabungan Hancurkan Rumah Warga di Siak
Selasa, 25 Maret 2014
Kebakaran terjadi lahan kebun kelapa sawit terlihat dari udara di Kabupaten Pelalawan, Riau, Kamis (27/6).[antara]
Kebakaran terjadi lahan kebun kelapa sawit terlihat dari udara di Kabupaten Pelalawan, Riau, Kamis (27/6).[antara]


[SIAK] Sejumlah rumah penduduk di Desa Tasik Betung, Kecamatan Mandau, Kabupaten Siak, Riau, dibakar dan diruntuhkan oleh oknum aparat gabungan selama dua pekan terakhir. 

Aparat gabungan itu terdiri dari oknum TNI, Brimob, dan para preman, yang diduga kuat oleh masyarakat setempat, membekingi salah satu pemegang izin konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Arara Abadi, yang merupakan grup usaha  Asia Pulp and Paper (APP).

Minggu, 23 Maret 2014

Pertamina Tak Tepati, Ribuan Warga Akan Demo Pertamina Dumai

Feri Ofta
3/18/2014
DUMAI, LineRiau.com - Kebakaran yang disertai ledakan di kilang PT Pertamina RU II Dumai pertengahan Februari 2014 lalu membuat warga Kelurahan Tanjung Palas, resah, cemas dan marah.

Apalagi ketika tuntutan masyarakat tak kunjung dijawab PT Pertamina Pusat, membuat warga semakin gerah dan marah. "Tak ada pilihan lain, kami akan melakukan aksi demo dengan melibatkan lima ribuan warga Kelurahan Tanjung Palas," tegas juru biaca warga Tanjung Palas Kalifah Desfianto.

Warga Tanjung Palas Kecewa Pertamina Tolak Relokasi Pemukiman

DUMAI, RIAUGREEN.COM - Penolakan Pertamina untuk memindahkan pemukiman warga sekitar dari operasional kilang minyak Putri Tujuh Dumai Riau menimbulkan kekecewaan mendalam dan menilai perusahaan sudah mengabaikan hak dasar hidup manusia.

"Kami hanya minta kembalikan rasa aman kami hidup sebagai masyarakat dengan cara memindahkan pemukiman dari operasional kilang, namun Pertamina beralasan dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," kata Kalifah Despriyanto, Koordinator massa Kelurahan Jaya Mukti dan Tanjung Palas.

Klipping epaper Senin 24 Maret 2014


Sengketa Lahan di Pelalawan, Masyarakat Diminta Lapor ke Polisi

Kamis, 20 Februari 2014
Jurnas.com | SENGKETA lahan di Dusun Sei Lagan, Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau, masih menjadi persoalan yang belum selesai hingga kini. Sejumlah warga merasa dirugikan, karena telah mengeluarkan uang ratusan juta rupiah untuk memiliki lahan dan membuka perkebunan, namun ternyata lahan tersebut diklaim sebagai areal konsesi PT Nusa Wana Raya (NWR).

Menyikapi persoalan tersebut, Kepolisian Daerah (Polda) Riau menghimbau, masyarakat yang merasa dirugikan karena membeli lahan di areal konsesi PT NWR tersebut, segera melapor kepada Kepolisian Resort (Polres) Pelalawan. Kepolisian siap membantu bagi masyarakat yang dirugikan.

Walhi Riau: Empat Perusahaan Kembali Bakar Lahan

20 March 2014
Pekanbaru,  (Antarariau.com) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menyatakan sebanyak empat dari tujuh perusahaan di Riau yang sudah berstatus sebagai tersangka tahun 2013, kembali melakukan aktivitas membakar lahan dengan kondisi yang lebih parah pada 2014.

"Sudah ditetapkan menjadi tersangka pada tahun 2013, tetapi masih melakukan perilaku seperti itu pada tahun ini, parah nggak itu?," ujar Direktur Eksekutif WALHI Riau Riko Kurniawan di Pekanbaru, Kamis.

Kades Penjual Lahan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Akhirnya Ditangkap

Sabtu, 22 Maret 2014
PEKANBARU - Kepolisian akhirnya berhasil menanggkap Kepala Desa (Kades) Tasik Serai berinisial UM. Dia ditangkap karena mengeluarkan surat ke masyarakat untuk mengeleloh hutan cagar bisofer Giam Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, Riau.

Sabtu, 22 Maret 2014

Sebuah Tanda Tanya?

Kamis, 20 Maret 2014, 16:21 WIB

Pemerintah Menyerah Tangani Konflik Suku Anak Dalam?

Anugerah Perkasa
Greenpeace sebelumnya mendesak Wilmar International menghentikan pembelian minyak sawit dari PT Asiatic Persada, milik Ganda Group, terkait dengan tewasnya petani Jambi pada 5 Maret 2014. /bisnis.com
Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memberikan sinyal menyerah untuk menuntaskan konflik Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi terkait dengan dugaan kepentingan sektor perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian di Tanah Air.
Hal itu mencuat dalam pertemuan yang dilakukan tujuh perwakilan maupun warga SAD sendiri  di kantor Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada 09.45-13.00 WIB, Jakarta Pusat. Perwakilan itu adalah Serikat Tani Nasional (STN), Partai Rakyat Demokratik (PRD), dan warga SAD.

Diskusi konflik, Scale Up dan Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) Pekanbaru.


Direktur Eksekutif Scaleup Harry oktavian 
KONFLIK sosial di Provinsi Riau, umumnya dipicu oleh faktor sengketa sumber daya alam (SDA). Kasus perebutan SDA, tak sedikit berujung pada konflik terbuka, hingga menyebabkan korban luka bahkan meninggal dunia. Munculnya berbagai konflik itu, menorehkan daftar hitam dari buruknya pengelolaan SDA di Riau.

“Organisasi sosial Scale Up mencatat, tahun 2012 muncul 29 titik konflik mencakup sekitar 79.100 hektar lahan sengketa, dengan korban luka 37 orang dan 1 jiwa melayang. Sedangkan di tahun 2013 ada 62 titik konflik yang mencakup sekitar 171.645 lahan sengketa, dengan korban luka 27 orang dan 5 jiwa melayang,” papar Direktur Scale Up, Harry Oktavian, Jumat (21/3), pada diskusi konflik, Scale Up dan Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) Pekanbaru.

Konflik Agraria : Karena Pemerintah Cinta Pemodal Daripada Rakyatnya

10 Maret 14 


Oleh : Hamsaluddin  (Divisi PA-PSDA Perkumpulan Wallacea Palopo)
Seyogyanya fungsi negara adalah:  Melindungi, Menghormati dan Mengayomi Hak-Hak Rakyatnya. Namun di Indonesia ini terkadang nurani kemanusiaan dan rasa kewarganegaraan kita selalu tersentak dan merasakan pilu saat ''pelaksana negara'' menerlantarkan Rakyat atau bahkan melakukan kedzaliman yang diluar batas wajarnya.

Pemkab Inhil Data Ulang Izin Perusahaan

TEMBILAHAN - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indragiri Hilir (Inhil) akan mendata ulang izin seluruh perusahaan yang ada di Negeri Sri Gemilang. Kebijakan itu dilakukan untuk menghindari konflik antara perusahaan dan masyarakat.

Wakil Bupati Inhil, H Rosman Malomo, mengatakan, sejumlah perusahaan berkonflik dengan masyarakat. Baik dalam hal kepemilikan lahan dan penyerobotan lahan.

Selain itu, tindakan perusahaan juga berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan, misalnya terjadinya kebakaran hutan dan lahan. "Kita akan data izin seluruh perusahaan untuk mengetahui masalah yang timbul baik kebakaran hutan dan  lahan, penyerobotan lahan dan lainnya. Tindakan itu untuk mengantisipasi konflik antara perusahaan dan masyarakat," ujar Rosman, Jumat (21/3/2014).

Dikatakan Rosman, instansi terkait akan dilibatkan untuk mendata ulang izin perusahaan seperti Dinas Perkebunan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). "Hal itu harus didalami serius," tegas Rosman.
Rosman mengharapkan, ke depan tidak ada lagi perusahaan yang konfik dengan masyarakat. Menurutnya, perusahaan beroperasi dengan tujuan dapat mensejahterakan masyarakat di daerah operasionalnya.

"Ketika ingin membangun usaha, perusahaan membuat kesepakatan dengan petani untuk membagi hasil. Sayangnya, setelah berjalan, janji itu tidak ditepati," cetus Rosman.

Ditambahkan Rosman, pembangunan sebuah perusahaan harusnya memberi kontribusi bagi masyarakat. "Bukan malah sebaliknya, merugikan masyarakat," pungkasnya.

Penulis : Sudirman
Editor : Yusni Fatimah

Sumber:halloriau.com

Kebakaran Hutan Lahan Gambut Dan Penjahat Lingkungan



Provinsi Riau memiliki total lahan gambut 4,04 juta hektar atau sektiar 48% dari total wilayah Riau. Bahkan hamparan gambut di Riau  itu merupakan 56% dari total gambut di Sumatra. 
Gambut  yang merupakan endapan organik fosil-fosil tumbuhan selama beratus tahun. Gambut seperti busa yang mengandung banyak air dan berfungsi menyerap karbon. Kerusakan pada sebagian gambut menyebabkan kerusakan seluruh hamparan gambut itu. Jika rusak, maka apa pun di atasnya seperti hutan, tumbuh-tumbuhan dan satwa juga terancam termasuk masyarakat.
Tren investasi sawit dan HTI yang merambah ke wilayah gambut, mereka membuat kanal-kanal untuk mengeringkan kawasan agar bisa ditanam sawit atau HTI.  Kanal yang dibangun di gambut itu ditembuskan ke sungai dan inilah yang membuat kandungan air di gambut berkurang dan akhirnya rusak. Praktik buruk inilah yang mengancam habitat satwa dan fauna di atasnya termasuk masyarakat dan ekologinya.

Kebakaran Hutan Dan lahan Gambut..
Menurut pantauan WWF sepanjang Februari 2014 di kawasan gambut terdeteksi 2370 titik api, sementara itu untuk tanggal 11 Maret 2014 saja terpantau 499 titik api di kawasan ini. Jumlah ini  memberikan indikasi mengapa semakin hari kabut asap semakin menebal di Provinsi Riau. Padahal gambut merupakan kawasan moratorium alias tidak boleh ada aktifitas pembukaan kawasan tersebut. Selain itu pada periode yang sama terdeteksi 188 titik api di kawasan hutan yang masuk dalam moratorium.  Siapa yang bersalah? Mengapa kebakaran bisa terjadi di kawasan ini?
Riau memiliki 4 juta hektar kawasan hutan gambut salah satunya adalah blok hutan Giam Siak Kecil dengan kedalaman gambut lebih dari 5 meter. Hutan gambut Giam Siak Kecil merupakan cadangan karbon global. Menebang pohon atau merusak lahan tanahnya saja akan menimbulkan emisi karbon yang berdampak bagi perubahan iklim global.
Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk: oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Gambut terbentuk tatkala Bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat pembusukannya, biasanya di lahan-lahan rawa, karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat.
Kawasan hutan gambut idealnya tergenang air sepanjang tahun,. Sayangnya, para pemilik konsesi HTI akasia atau perkebunan sawit membuat kanal untuk mengeringkan kawasan basah ini. Pembuatan kanal  tersebut mengakibatkan gambut  menjadi  kering  dan mudah terbakar pada musim kemarau.  Kebakaran kawasan gambut  biasanya merambat hingga ke bawah permukaan gambut, sehingga mengakibatkan sulitnya  pemadaman api.
Pembukaan lahan gambut dan hutan merupakan sumber terbesar emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia. Emisi dari lahan gambut mencapai sekitar 45% dari keseluruhan emisi gas rumah kaca di Indonesia saat ini. Untuk sektor kehutanan, emisinya mencapai lebih dari 35%. Potensi pengurangan emisi GRK yang paling besar diperoleh dari upaya pengurangan laju perusakan hutan (deforestasi) dan melalui rehabilitasi lahan gambut yang rusak.(dikutip dari Tulisan Manager Komunikasi WWF Indonesia, tinggal di Pekanbaru, Riau.) http://www.wwf.or.id/?32043/MenantiKepastianPenyelesaianBencanaAsap
Menurut Afdhal Mahyuddin  *Pegiatkonservasi, anggota koalisi LSM Eyes on the Forest, tinggal di Pekanbaru
Melihat asal muasal kejahatan lingkungan ini mau tak mau kita harus masuk dalam memahami kompleksitas kehutanan dan perkebunan di Riau, Sumatera umumnya,Seperti yang dituliskan nya di website http://www.wwf.or.id/
Dampak Kabut Asap Bagi Kesehatan
Secara umum kabut asap dapat mengganggu kesehatan semua orang, baik yang dalam kondisi sehat maupun dalam kondisi sakit. Pada kondisi kesehatan tertentu, orang akan menjadi lebih mudah mengalami gannguan kesehatan akibat kabut asap dibandingkan orang lain, khususnya pada orang dengan gangguan paru dan jantung, lansia, dan anak-anak.

Berikut ini dampak akibat gangguan asap bagi kesehatan kita yang Sempat Saya Baca Di berita Media Electronik
  1. Kabut asap dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan, serta menyebabkan reaksi alergi, peradangan dan mungkin juga infeksi.
  2. Kabut asap dapat memperburuk penyakit asma dan penyakit paru kronis lain, seperti bronkitis kronik, PPOK dan sebagainya.
  3. Kemampuan kerja paru menjadi berkurang dan menyebabkan seseorang mudah lelah dan mengalami kesulitan bernapas.
  4. Bagi mereka yang berusia lanjut (lansia) dan anak-anak maupun yang mempunyai penyakit kronik, dengan kondisi daya tahan tubuh yang rendah akan lebih rentan untuk mendapat gangguan kesehatan.
  5. Kemampuan dalam mengatasi infkesi paru dan saluran pernapasan menjadi berkurang, sehingga menyebabkan lebih mudah terjadi infeksi.
  6. Berbagai penyakit kronik juga dapat memburuk.
  7. Bahan polutan pada asap kebakaran hutan dapat menjadi sumber polutan  di sarana air bersih dan makanan yang tidak terlindungi.
  8. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) jadi lebih mudah terjadi, terutama karena ketidak seimbangan daya tahan tubuh (host), pola bakteri/virus penyebab penyakit (agent) serta buruknya lingkungan (environment).
Memerangi Penjahat Lingkungan
Gubernur Riau (Gubri) H Annas Maamun hanya memiliki satu keinginan nyata terkait bencana asap yang sedang ditaklukkan saat ini. Keinginan itu adalah tidak terjadinya bencana serupa. Karena itu, dia meminta seluruh pihak menghimpun semua persoalan kebakaran lahan untuk dituntaskan dan pelaku ditindak tegas sampai ke akar.
Kata Gubri lagi, tidak hanya oknum satu dua orang yang ditindak, tapi kalau terbukti sampai ke pemilik modal pun harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan aturan. ‘’Tindakan tegas harus dilakukan kepada pemodal, bukan hanya kepada pembakar dan pemilik saja,’’ Dikutip Dari : http://www.riaupos.co/44823-berita-tindak-tegas-pemodal-karhutla.html
Polda Riau dalam hal ini terus mengusut kasus pembakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menimbulkan kabut asap.
"Tersangka karhutla 82 orang plus korporasi. Kemungkinan, akan terus bertambah, karena tim kami masih melakukan pengembangan," kata Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo kepada riauterkini.com, Jumat (21/3/14).
Ditambahkannya, dari tersangka itu, polisi melimpahkan 21 berkas ke kejaksaan. Sementara yang sudah diterima jaksa, ada 2 berkas. "Yang dikirim ke Jaksa baru 21 berkas. Yang diterima jaksa (P21) sudah 2 berkas. Berkas lain akan menyusul," ungkapnya.
Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan KontraS mendesak pemerintah Indonesia bersungguh-sungguh, adil dan transparan menangani bencana asap di Riau. Mereka meminta pemerintah mencabut izin perusahaan yang menyalahi aturan, bukan malah menembak di tempat pembakar hutan itu.
Menurut Manager Kebijakan dan Pembelaan Hukum WALHI Muhnur Satyahaprabu. Kesalahan fundamental datang dari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Di mana Zulkifli dianggap tak paham tentang apa dan bagaimana pembakaran hutan dan lahan itu terjadi.
"Kesalahan kedua adalah membiarkan penjahat lingkungan sebenarnya, yaitu korporasi-korporasi pemegang izin pengelolaan hutan dan lahan, terus mendapatkan izin pengelolaan hutan dan lahan. Harus ada hukuman bagi penjahat-korporasi yang membuat efek jera, jangan masyarakat terus yang disalahkan" kata Muhnur dalam rilis, Jumat (21/3/14) di Jakarta.
Saat ini, katanya, banyak perusahaan terus membakar hutan untuk membuka lahan. Selain karena biaya yang lebih murah pembakaran hutan dinilai sebagai alternatif tercepat. Khusus di Riau, baik hutan maupun lahan gambut telah banyak dibuka dan terus bertambah tiap tahun.
“Untuk menghentikan bencana asap tahunan di Sumatera dan wilayah-wilayah lain di seluruh Indonesia, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang luar biasa juga dalam menangani masalah ini. Perusahaan-perusahaan izinnya harus dievaluasi, kalau perlu dicabut, karena bencana asap yang dikontribusikan kepada rakyat Riau," jelas Manager Kampanye Hutan dan Kebun Skala Besar WALHI Zenzi Suhadi.
 Sementara itu, tembak di tempat dikatakan Samsul Munir dari kontraS adalah hal yang bertentangan dengan peraturan Kapolri di mana penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian adalah pelanggaran hak asasi serius karena mengabaikan proses hukum.
 “Jangan sampai perintah tembak di tempat ini malah menimbulkan persoalan baru terhadap penegakan hukum dan pelanggaran HAM," ujarnya.
(dikutip Dari : http://merantionline.com/berita/detail/8485/2014/03/22/-walhi-terus-desak-izin-perusahaan-dicabut#.Uy1tO3ZEs_4

Dampak Bagi Masyarakat disekitar kawasan Lahan Gambut tersebut
 Akibat Kebakaran yang di dominasi lahan Gambut ini  masyarakat merasa di hantui teror untuk turun ke ladang,di mana mana ada polisi ,
sebagai contoh yang terjadi di kelurahan teluk meranti, kelurahan teluk meranti kabupaten kampar riau. setiap warga yang ke kebun, baik mengambil hail panen atau bahkan memadamkan api di introgasi dan ada yang dibawa ke kantor polisi. "kami takut kekobun (kekebun-red) kini, banyak tentara, kian kami kono tangkap", ujar eni warga kelurahan teluk meranti. 

ketakutan ini bukan tidak beralasan, hal ini karena eni dan warga lainny melihat seorang warga bernama Abah Tonit ditangkap karena mengambil jagung hasil panen dikebunnya, walaupun beberapa hari kemudian dilepaskan. tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di kelurahan teluk meranti, teror ini juga menghantui warga desa Kuala panduk kecamatan teluk meranti. bahkan dari keterangan pak Amir tokoh masyarakat desa kuala panduk, masyarakat tidak berani memadamkan api bahkan yang membakar kebunnya sendiri karena tindakan aparat yang terkesan sembarang tangkap tersebut. saat ini kabut asap di Riau memang sudah jauh berkurang, tetapi apakah tidak ada solusi yang jauh lebih baik untuk mencegah kejadian ini terulang dan tidak terjadi lagi teror ditengah masyarakat yang jelas-jelas sudah dirugikan dengan kabut asap seperti ini?. pemerintah seharusnya mempunyai kemampuan untuk melakukan itu. 
Ungkap Istiqomah Marfuah seorang Aktivis Lingkungan,melalui blog pribadinya..
( joisadisti.blogspot.com )




Tiga Minggu Target Presiden SBY,,




Tulisan Ini adalah Tulisan yang saya coba untuk tulis karena #IngatLingkungan yang Rasanya Setiap Hari Semakin Memburuk,Tulisan Ini Lebih Mengacu pada Karhutla yang 17 Tahun sudah terjadi di riau bahkan Tahun Ini merupakan yang terparah Selama 17 Tahun tersebut.

Amuk massa nyaris terjadi antara warga Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan dan PT Nusawana Raya.

INILAH.COM, Langgam - Amuk massa nyaris terjadi antara warga Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan dan PT Nusawana Raya.

Peristiwa itu merupakan puncak perselisihan sengketa lahan yang tak kunjung usai antara warga dan perusahaan pengelola HTI tersebut.
Peristiwa itu terjadi akhir pekan kemarin, tepatnya Jumat (18/11). Pada hari itu, suasana di lapangan tampak memanas. Masyarakat di lokasi sempat membawa sejumlah senjata tajam dan kayu. Tujuannya, mereka minta pihak perusahaan menghentikan pekerjaan mereka di lahan yang lagi disengketakan.

Minggu, 16 Maret 2014

Menkopolhukam: Pantau Penyelesaian Konflik Lahan PT TPP Group Astra dengan Masyarakat

INDRAGIRI HULU-RIAU, (portalsigi.com): Banyaknya penilaian-penilaian yang jenisnya menyesatkan dengan memprovokasi warga masyarakat dan anggota yang tergabung dalam wadah Koperasi Citra Usaha Mandiri (KCUM) Air Molek Kecamatan Pasir Penyu Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau, di saat-saat KCUM memperjuangkan hak warga masyarakat, untuk mentut PT Tunggal Perkasa Plantations (PT TPP) yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit ke-PTUN di Jakarta. Kenyataannya kebenaran berpihak kepada warga masyarakat, setelah mendengarkan hasil keputusan dalam rapat yang digelar PAP DPD RI hari Rabu tanggal 29 Januari 2014 lalu di Jakarta.

Senin, 10 Maret 2014

Ratusan Poktan Tuntut Kembalikan Lahan Mereka

12/09/2013



PEKANBARU,RIAUAKSI.com-Ratusan Kelompok Tani (Poktan) Pelalawan dari kumpulan warga Desa Seikijang Kabupaten Pelalawan Riau, melakukan aksi unjukrasa di Kantor Camat Sei Kijang Pelalawan, Kamis (12/9) dengan menyuarakan tuntutan kepada PT Raja Garuda Mas Sejati (PT RGMS) agar mengembalikan lahan Poktan Citra Masyarakat seluas 4.000 hektare yang dimiliki sejak 1996 silam.

Korlap unjukrasa Kelompok Tani Citra Masyarakat Desa Lubuk Ogung Pelalawan, Jafar menjelaskan, demo warga ini terkait menuntut lahan warga dan tuntutan ini sudah sering dilakukan namun hasilnya nihil.

Ketika Habitat Macan Dahan Sumatera Tersandera Persoalan Klaim Lahan

Anak macan dahan sumatera (Neofelis diardi) di dalam kandang.  Foto: Made Ali
Anak macan dahan sumatera (Neofelis diardi) di dalam kandang di rumah adat Hasan Basri. Foto: Made Ali


Persoalan konflik lahan yang rumit di area konsesi HTI PT Suntara Gajapati, pemasok kayu untuk pulp bagi group Asia Pulp and Paper di Riau menyisakan persoalan terhadap kelestarian habitat satwa liar di wilayah ini.  Habitat macan dahan didera oleh persoalan penguasaan lahan yang melibatkan pihak perusahaan dan masyarakat sekitar.
Dampak ketidakjelasan persoalan pengelolaan hutan di Riau ternyata tidak saja dirasakan oleh manusia, tetapi juga berpengaruh kepada kehidupan satwa liar.  Salah satunya macan dahan langka (Neofelis diardi), endemik Pulau Sumatera.  Satwa langka ini ditengarai keluar dari hutan karena terjadinya gangguan asap kebakaran yang menyebabkan satwa ini kehilangan orientasi arah.
Saat dikunjungi oleh Mongabay Indonesia (25/02), anak kucing besar berekor panjang berbulu belang hitam itu, berada di sebuah kandang yang terbuat dari kayu.   Awalnya satwa tersebut ditemukan oleh Panji Suratmin (54 tahun), salah satu warga yang tergabung dalam kelompok Hasan Basri di daerah Batu Teritip, Kecamatan Sungai Sembilan, Kabupaten Dumai, Riau.
“Kondisinya lemas sekali saat kami temukan,” kata Panji kepada Mongabay Indonesia, saat ia memberi air pada sang macan dahan.”Mungkin karena kabut asap, dia keluar dari hutan,” kata Panji. Panji bersama penghuni rumah adat, sudah tiga hari memantau sang macan dahan sekaligus untuk ”memastikan induknya datang atau tidak.”  Selama di dalam kandang, sang macan dahan diberi makanan berupa ayam dan diberi minum oleh warga yang memeliharanya.

Batas hutan HCV 700 hektar di konsesi PT SGP. Foto Ridzki R. Sigit
Kanal sebagai batas sisa hutan alam yang diklaim oleh kelompok Kalifah Hasan Basri. Foto Ridzki R. Sigit
Macam dahan hampir sama langkanya dengan harimau. Mereka mungkin malah lebih terancam dibanding harimau, karena mereka lebih membutuhkan hutan lebat dengan pepohonan besar, yang sekarang sudah banyak menghilang di banyak tempat di sumatera. Populasi di seluruh Riau kita belum tahu, tapi kepadatan di Riau sekitar 1,29 individu di dalam bentang 100  km2,” kata Sunarto, Species Specialist WWF kepada Mongabay Indonesia.
Keberadaan macan dahan di Sumatera dan Kalimantan sendiri terpisahkan oleh kerabatnya yang berada di daratan Asia yaitu Neofelis nebulosaNeofelis diardi oleh para peneliti dianggap merupakan spesies tersendiri setelah jaman es yang memisahkan pulau-pulau di nusantara dengan daratan Asia.
Persoalan yang Menggantung
Area tempat hidup dari macan dahan, harimau serta satwa liar lain di Riau, mulai terganggu oleh masuknya aktivitas manusia.  Di wilayah yang masuk administratif kecamatan Sungai Sembilan, Dumai, area hutan alam telah berubah menjadi area penguasaan konsesi seperti hak pengusahaan hutan, hutan tanaman industri akasia dan sebagian telah dijadikan ladang dan kebun oleh masyarakat.  Illegal logging masif sangat marak di wilayah ini sejak awal tahun 2000-an yang menyisakan hutan sekunder yang tidak lagi utuh pada saat ini.
Wilayah ini berhadapan dengan wilayah Sei Nepis, yang pada pertengahan dasawarsa 2000-an direkomendasikan sebagai perlindungan satwa liar untuk harimau (Sei Nepis Sumatran Tiger Sanctuary), namun hingga saat ini keberlanjutan dari program ini buram dan belum dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah.  Ijin yang terlanjur diberikan kepada konsesi oleh pemerintah telah menyebabkan area ini menjadi area yang dibebankan ijin konsesi dan tidak bisa begitu saja ditunjuk sebagai wilayah cagar perlindungan alam.
Kantor PT Suntara Gajapati di area konsesi, dahulu pernah didemo oleh ribuan warga.  Foto: Ridzki R. Sigit















Kantor PT Suntara Gajapati yang berada didalam areal konsesi, 
dahulu kantor ini pernah didemo oleh ribuan warga. 
Foto: Ridzki R. Sigit


Karena keterbatasan perijinan tersebut, cara lain yang saat ini direkomendasikan oleh para peneliti adalah tetap membiarkan sebagian hamparan di dalam area konsesi tetap sebagai hutan alam dalam rangka menjaga keutuhan kekayaan ragam hayatinya. Kebijakan ini dikenal dengan kebijakan perlindungan hutan bernilai konservasi tinggi atau high conservation value (HCV).   Wilayah HCV dapat berada di wilayah konsesi perusahaan pemegang ijin IUPHHK HTI maupun HPH dengan komitmen tidak akan dirubah maupun ditebang oleh pemegang konsesi.
Sebagian wilayah hutan di blok Sungai Sembilan saat ini masuk dalam konsesi HTI Suntara Gajapati, yang merupakan pemasok independen bagi industri pulp dan kertas  Asia Pulp and Paper (APP).  Berbeda dengan rencana pengelolaan di atas kertas, persoalan yang berada di lapangan ternyata berbeda, dimana sebagian wilayah konsesi secara de facto telah berada di bawah klaim dan diduduki oleh masyarakat.
Dari total 34.927 hektar lahan konsesi dari perusahaan Suntara Gajapati (PT SGP), sekitar hampir separuhnya telah diduduki oleh masyarakat dan telah berubah peruntukan menjadi area perkebunan rakyat dan sawit.  Pihak perusahaan mengaku bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengamankan wilayah-wilayah yang telah diduduki oleh masyarakat itu.
Di satu sisi, semakin banyaknya manusia yang menempati wilayah ini, akan semakin membuat wilayah area gambut ini rawan terhadap kebakaran.  Beberapat titik api bermunculan di wilayah konsesi PT SGP, termasuk salah satunya yang tidak berjarak jauh dari kantor pada saat Mongabay Indonesia mengunjungi area ini.

"Separuh dari area konsesi telah diduduki oleh masyarakat".  Foto: Ridzki R. Sigit
“Separuh dari area konsesi PT SGP telah diduduki oleh warga,” Kiki Aziz, Kepala Unit PT SGP. Foto: Ridzki R. Sigit

Di wilayah PT SGP sendiri, telah muncul sejumlah titik api selama bulan Februari 2014 saja.  Titik-titik api inilah yang kemudian menyebabkan munculnya kebakaran lahan yang membuat terganggunya hidupan liar selain menurunkan kualitas hidup manusia di wilayah ini.
Kebakaran yang sulit dipadamkan terjadi karena wilayah ini merupakan area lahan gambut yang amat rawan terhadap kebakaran.  Api tidak saja tampak di permukaan, tetapi juga di bawah permukaan tanah.  Perubahan bentang lahan menjadi kebun HTI akasia, sawit maupun areal permukiman bisa saja akan semakin memperburuk kondisi lahan gambut yang ada.
Dari sekitar 13 kelompok masyarakat yang mengklaim wilayah area konsesi PT SGP, salah satunya adalah blok bentang lahan seluas 1.600 hektar yang diklaim oleh kelompok Kalifah Hasan Basri sebagai wilayah adatnya sejak tahun 2006. Pada tahun 2011, pihak PT SGP dengan kelompok Hasan Basri telah bersepakat lahan tersebut akan dialokasikan oleh perusahaan kepada kelompok ini.  Setahun sebelumnya kelompok ini menolak PT SGP untuk bekerja di lahan yang mereka klaim sebagai lahan adat.
Sesuai dengan perjanjian, 900 hektar dari total wilayah telah dibuka pada tahun 2011 oleh PT SGP dan sebagian telah mulai ditanami dengan tanaman karet oleh warga kelompok. Sedangkan sisa dari 700 hektar hingga saat ini masih berupa hutan alam yang terindikasi sebagai blok hutan HCV.

Persoalan lama ini menjadi menggantung kembali. APP yang terikat dengan komitmen menjalankan Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy) sejak Februari 2013, menyiratkan akan meninjau ulang janji kepada kelompok Hasan Basri untuk blok berhutan di area 700 hektar tersebut.
Dengan adanya komitmen zero deforestation policy untuk menghentikan pembabatan hutan alam, maka APP terikat janji dengan para pemangku kepentingannya baik yang berada di tingkat internasional maupun nasional untuk tidak lagi mengkonversi hutan alam.  Janji ini akan melibatkan seluruh pemasok kayu industri pulp APP, baik yang berada di bawah kendali langsung group Sinar Mas Forestry (SMF) maupun para pemasok independennya.
Persoalan lama yang terkuak pun berubah menjadi persoalan yang rumit. Jauh sebelum APP merumuskan dan mengumumkan Kebijakan Konservasi Hutannya, pada tahun 2011 pihak PT SGP yang merupakan suplier APP, telah menyetujui klaim kelompok Hasan Basri untuk mengkompensasi sebagian wilayah konsesi untuk kepentingan kehidupan masyarakat.  Untuk saat ini, persoalan ini dead lock, Hasan Basri belum mau menyetujui klaim kompensasi lahan pengganti yang ditawarkan oleh APP atas tidak dikonversinya blok hutan HCV seluas 700 hektar tersebut.
Di sisi lain, lahan 700 hektar ini pun merupakan lahan yang terhubung dengan blok hutan utuh dengan luas lebih kurang 2.000 hektar yang relatif belum terganggu.  Blok hutan ini berada di blok hutan Sei Nepis yang saat ini berada dalam wilayah kerja HPH PT Diamond Raya Timber. Hutan alam terakhir ini bak merupakan pulau habitat satwa untuk tetapi hidup dan bertahan di wilayah ini. Di dalam kawasan ini menurut penelitian dari Sumatran Tiger Trust merupakan salah satu kantung terbesar dari habitat harimau Sumatera.

Hasan Basri "Lahan adat tidak dapat dipindahkan".  Foto: Ridzki R. Sigit













  

Hasan Basri: “Lahan adat  kami tidak dapat dipindah-pindahkan”. Foto: Ridzki R. Sigit

Pada saat Mongabay-Indonesia melakukan kunjungan kerja ke rumah Hasan Basri, ia menyatakan bahwa wilayah adat merupakan suatu yang pasti, tidak mungkin untuk ditukar maupun dipindahkan. “Saya tidak dapat menukar wilayah adat, tanah yang merupakan hak saya adalah tanah ini, sedangkan tanah yang lain adalah hak yang lain” ujarnya.  Hasan Basri sendiri mengklaim bahwa dirinya adalah keturunan keempat dari Panglima Nasam, seorang panglima perang, sekaligus salah satu tokoh pendiri kota Dumai pada jaman kerajaan Melayu Riau dulu.
Saat ini Hasan Basri yang menyebut dirinya sebagai Kalifah, mengaku bahwa ia membawahi satu kelompok dari 800 kepala keluarga.  Berbeda dengan kelompok adat pada umumnya, kelompok Hasan Basri terdiri dari berbagai etnis, selain orang Melayu Riau, maka warga kelompoknya berasal dari etnis Jawa, Batak, Bugis dan Minang. “Kami tidak membedakan etnis, kelompok adat kami mencirikan Indonesia, demikian pula agama, kami tidak membedakan agama, siapapun bisa bergabung disini. Selama ia dan keluarganya menjalankan apa yang digariskan oleh kelompok. Tidak bikin ribut.”
Sesuai dengan rencana Hasan Basri untuk pengelolaan lahan 1.600 hektar ini, maka 1 kepala keluarga akan memiliki 2 hektar lahan.  Sehingga dengan demikian akan ada 800 KK yang akan terbagi rata di lahan tersebut.  Hasan Basri sendiri telah mendirikan sebuah rumah adat besar di salah satu blok wilayah lahan yang dianggap sebagai wilayah adatnya.  Di samping rumah adat Melayu besar tersebut, ia membangun sebuah bangunan mesjid yang juga bercorak Melayu.  Di lahan adat, menurut penuturan Hasan Basri, terdapat 40 anggota kelompok yang tinggal tetap.
Ketika menemani Mongabay Indonesia berjalan ke area yang telah dibuka, Panji Suratmin salah seorang anggota kelompok Hasan Basri yang beretnis Jawa, mengeluh dengan kematian tanaman karet yang dikelolanya.  “Baik karet, jagung atau padi, yang kami tanam banyak yang mati, kebanyakan mati waktu air pasang dari banjir kanal gambut.” Dari penampakan di lapangan memang terlihat banyak bibit tanaman karet yang mati karena layu akar.


Lahan yang telah dibuka oleh PT SGP bagi kelompok Hasan Basri.  Karet (tampak depan) menggantikan tegakan kayu hutan alam.  Foto: Ridzki R. Sigit















Lahan yang telah dibuka oleh PT SGP bagi kelompok Hasan Basri. 
Karet (tampak depan) menggantikan tegakan kayu hutan alam. Foto: Ridzki R. Sigit

“Yang tumbuh subur di lahan gambut sini cuma labu, kalau pisang lumayan buat sehari-hari,” ujarnya.  Saat ditanya, ia mengaku telah mengenal Hasan Basri sejak 12 tahun lalu. Panji dan keluarganya pindah dari Aceh ke Riau pada saat situasi konflik bersenjata Aceh meningkat. Ia dan keluarganya harus pindah saat desa transmigrasi tempatnya tinggal diserang oleh gerombolan bersenjata.  Sejak bertemu dengan Hasan Basri, ia ditampung dan sejak itu menjadi anggota kelompoknya.
Panji sendiri saat ini mempertahankan hidupnya dengan bekerja serabutan, baik dengan mengolah lahan di wilayah adat Kalifah Hasan Basri maupun pergi keluar bekerja menjadi kuli tanam.  Panji sendiri meskipun sudah berumur, masih terlihat lincah bergerak dengan tubuh kurusnya yang terpanggang matahari.
“Kalau bagaimana kelompok adat djalankan, saya tidak tahu. Yang saya tahu pak Kalifah yang memimpin, siapa yang mengurusi tiap-tiap bagian saya tidak tahu. Tanya saja ke pak Kalifah,” elaknya saat ditanya bagaimana mekanisme pengambilan keputusan kelompok dijalankan dalam komunitas adat Kalifah Hasan Basri. Demikian pula ia mengelak untuk menjelaskan bagaimana konsep penataan lahan dan hutan tersisa setelah seluruh lahan diserahterimakan kepada individu di dalam kelompok Hasan Basri.

Rumah warga di wilayah lahan yang ditempati oleh kelompok Hasan Basri.  Foto: Ridzki R. Sigit
Rumah warga di lahan yang ditempati oleh kelompok Hasan Basri. 
Warga bertahan dari bekerja serabutan disaat mengolah lahan tidak terlalu menghasilkan.  
Foto: Ridzki R. Sigit

Hingga artikel ini dibuat, belum terdapat kepastian masa depan dari area hutan alam tersisa 700 hektar di blok PT SGP.  Meskipun pihak perusahaan telah menawarkan area kompensasi baru bagi anggota kelompok Hasan Basri, selama itu pula ia masih tetap kukuh dengan prinsipnya.  Apa yang terjadi pada saat ini bagi APP bagaikan tersandera dengan berbagai persoalan  sebelum era kebijakan komitmen pelestarian hutannya. Belum ada jalan keluar dari kasus ini.
Si anak kucing besar masih asyik menjilati wadah air minum di dalam kandangnya.
”Kalau sudah sehat dan besar, kami pasti lepaskan ke hutan kembali,” kata Panji.  Niat Panji memang baik, tetapi ketika habitat tempat hidupnya menyempit, mangsa telah menghilang, akankah macan dahan sumatera, harimau dan satwa liar lain tetapi hidup dan selamat di habitatnya selama klaim lahan masih berlangsung di atas habitat tempat ia hidup?  Jangan-jangan sudah habis hutannya, saat urusan klaim lahan ini usai.

Sumber:mongabay.co.id

tanah untuk keadilan

tanah untuk keadilan

Visitor

Flag Counter

Bertuah

Blogger Bertuah