Lakukanlah sesuatu itu karena itu memang baik untuk dilakukan, bukan karena apa yang akan kamu dapatkan.

Selasa, 11 Juni 2013

Tiga PKS PT CRS Mati Total


11 Juni 2013 - 10.27 WIB


BERJAGA-JAGA : Ratusan warga Kecamatan Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi, berjaga-jaga di jalan simpang empat Desa Sako, Kecamatan Pangean, Senin (10/6/2013). foto: juprison/riau pos

Laporan JUPRISON, Pangean juprison@riaupos.co

Ratusan warga Kecamatan Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi yang tergabung dalam Koperasi Tani (Koptan) Perkasa, memblokir armada milik PT Citra Riau Sarana (CRS), yang juga grup Wilmar sejak tiga pekan lalu.

Selama tiga pekan tersebut, warga memblokir armada CRS dengan mendirikan tenda di persimpangan empat di Desa Sako, Kecamatan Pangean.

Persimpangan empat ini, merupakan tempat keluar masuknya armada CRS, baik mobil CPO maupun mobil pengangkut cangkang dan armada lainnya.

Senin (10/6), sebanyak 430 orang warga Pangean memadati persimpangan empat tersebut. Mereka berkumpul dan bersiaga menunggu kedatangan aparat Brimobda Riau.

Karena dikabarkan aparat Brimob akan mengawal puluhan armada PT CRS untuk bisa masuk dan keluar guna mengangkut minyak dari tiga PKS milik PT CRS.

Hingga pukul 18.00 WIB, ratusan warga Pangean masih berjaga-jaga dan standby menunggu kedatangan aparat Brimob tersebut. Sementara itu, para intel dari pihak kepolisian dan TNI terlihat memantau pergerakan warga tersebut.

Aksi pemblokiran ini bermula ketika belum dipenuhinya tuntutan Koptan Perkasa atas lahan inti PT CRS seluas 2.400 ha. Warga menuntut supaya PT CRS merealisasikan 20 persen dari luas lahan inti tersebut kepada warga Pangean.

Karena diketahui, sejak 1999 Koptan Perkasa ini telah melakukan komplain atas lahan yang dikuasai CRS tersebut. Karena sedari awal, lahan inti CRS ini merupakan lahan yang telah dikuasai Koptan Perkasa, namun sejak 2003, lahan ini sudah menjadi HGU perusahaan anak Wilmar Group.

‘’Sejak 1999 kita berjuang menuntut pengembalian lahan ini, sampai sekarang tak juga dipenuhi,’’ kata Ketua Koptan Perkasa, Drs Sarwanis Royrick MM saat ditemui Riau Pos, di sela-sela aksi pemblokiran tersebut, kemarin.

Dijelaskannya, sudah berulang kali pihaknya melakukan perundingan dengan PT CRS, baik melalui mediasi oleh Bupati, DPRD Kuansing maupun pihak kepolisian. Namun tetap saja perusahaan ini mengabaikan tuntutan masyarakat. ‘’Bahkan mereka meremehkan mediasi yang dilakukan Bupati,’’ ujarnya.

Karena mampu menahan amarah kepada PT CRS, pihaknya melakukan upaya pemblokiran terhadap armada CRS.

‘’Sudah ada sekitar 3 pekan kita siaga di sini. Dari 400-an anggota, mereka kita bagi empat sift, dan mereka inilah yang kita tugaskan menghentikan mobil CRS,’’ ungkapnya.

Diakui Sarwanis, pihaknya akan terus memberikan perlawanan kendati pihak perusahaan meminta pengawalan dari aparat Brimob Polda Riau.

‘’Sekarang kita menunggu kedatangan saudara (Brimob, red) kita, mungkin dengan kedatangannya ini tuntutan kami bisa dipenuhi,’’ ujarnya yang siap menghadang aparat Brimobda Riau ini.

Akibat aksi pemblokiran tersebut, tiga unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT CRS di dua kecamatan, masing-masing di Kecamatan Sentajo Raya dan Logas Tanah Darat mati total alias berhenti beroperasi, sejak lima hari lalu.

Di samping itu, ribuan hektare lahan inti dan lahan plasma CRS juga tidak bisa dipanen, karena produksi CPO di pabrik tersebut telah menumpuk dan tidak bisa diekspor.

‘’Ya, akibat dari aksi pemblokiran itu, sudah lima hari ini tiga pabrik dan kebun mati total,’’ kata Humas PT CRS, Aslan yang dikonfirmasi wartawan, terpisah kemarin.

Aslan mengakui, akibat pemblokiran ini pihaknya mengalami kerugian cukup besar. Oleh karena tidak ingin merugi, maka menurutnya, manajemen PT CRS berupaya minta bantuan dari aparat kepolisian agar usahanya ini aman dan lancar.

Tiga PKS PT CRS ini produksinya mencapai 30 ton per jam. Rata-rata satu hari pabrik ini beroperasi selama 15 jam. Artinya, selama satu hari itu, 450 ton per hari produksi CPO PT CRS. Nah, sejak 5 hari lalu, katanya lagi, PKS dan kebun mati total.

Terkait tuntutan warga Pangean, menurut Aslan, manajemen Wilmar telah berupaya mengakomodir tuntutan tersebut, yakni dengan merealisasikan 74 ha kepada warga Pangean dan kompensasi uang senilai Rp300 juta. ‘’Itu jawaban dari manajemen,’’ katanya.

Mendapat jawaban itu, Koptan Perkasa menolak upaya tersebut, karena tidak sebanding dengan tuntutan. Apalagi, lahan 74 ha yang mau diserahkan bukan hasil perjuangannya, melainkan perjuangan kelompok masyarakat lainnya.(ade)

Sumber: http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=30008&kat=3#.UbbZXNjEpIB

tanah untuk keadilan

tanah untuk keadilan

Visitor

Flag Counter

Bertuah

Blogger Bertuah