Lakukanlah sesuatu itu karena itu memang baik untuk dilakukan, bukan karena apa yang akan kamu dapatkan.

Minggu, 10 Februari 2013

Lahan Sengketa Warga Batang Kumu-PT MAI Masuk Wilayah Riau


PEKANBARU - Perkembangan terakhir situasi di Desa Batang Kumu Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau yang sempat bergolak beberapa hari lalu akibat bentrok warga dengan Brimob Poldasu kini mulai kondusif.

Warga sejak Sabtu dan Ahad 4 Februari dan 5 Februari 2012 mulai turun ke ladang untuk bertani membersihkan ladang padi, jagung, dan kacang yang menjadi andalan masyarakat Desa Batang Kumu. Untuk saat ini tidak ada warga menanam kelapa sawit di daerah sengketa tersebut.

Demikian kata Kuasa Hukum masyarakat Batang Kumu M Nasir Sihotang SH kepada riaupos online Ahad petang (5/2) yang saat ini sedang berada di Jakarta. M Nasir  Senin (6/2) akan menghadap beberapa pejabat penting di Jakarta antara lain Kepala Badan Pertanahan Nasional, Dirjenbun, Kementerian Kehutanan, dan lain-lain untuk menyelesaikan masalah ini.

Menurutnya, lima korban yang ditembak Brimob Polda Sumut beberapa hari lalu kini kondisinya sudah agak membaik dan di rawat jalan. Sementara tiga ibu rumah tangga (IRT) yang sempat ditahan di Mapolsek Sosa Desa Padanglawas Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara juga sudah dilepas dan sudah berkumpul lagi dengan keluarga.

Pengobatan korban tembakan ditanggung pembiayaannya oleh Poldasu. Sebelumnya pihak Pemkab Rokan Hulu juga rebutan ingin menanggung biaya perobatan warganya. ''Namun yang Saya tahu akhirnya pihak Poldasu yang menanggung biaya perobatan lima korban penembakan itu,'' jelas M Nasir Sihotang SH.

Menurut M Nasir Sihotang SH, pihaknya sudah mengadakan pengukuran di lapangan di lahan sengketa antara masyarakat dengan PT Mazaro Agro Indonesia (PT MAI) menggunakan alat GPS dan membuka Peta Rupabumi foto udara 1977 lembar 0717-31 skala 1 : 50.000 diterbitkan Badan Koordinasi Survei Pemetaan Dasar Nasional (Bakosurtanal), bahwa lahan yang dipersengketakan itu masuk wilayah Provinsi Riau dan ada 5 km lagi ke perbatasan Sumut.(azf)
 
Sumber :http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=9128&kat=3
5 Februari 2012

JULIAN WILSON: Investigasi Dilakukan Di Perusahaan Penerima


130210_julian wilson.jpg

Ekspor kayu Indonesia ke Uni Eropa (UE) mencapai sekitar US$1,2 miliar tiap tahunnya, atau mencapai 10%--15% dari total produk ekspor hutan Indonesia. Sebab itu keputusan UE memberlakukan regulasi perkayuan (European Union Timber Regulation/ EUTR) Maret 2013 membuat resah eksportir.
Kebijakan tersebut dianggap proteksionis dan dikhawatirkan menghambat ekspor Indonesia ke kelompok 27 negara itu.

Untuk mengulaska masalah  tersebu,  Bisnis dengan Julian Wilson,Duta Besar Kepala Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam, dan Asean. Berikut petikannya:


Kewajiban untuk melalui SVLK Indonesia tentu akan menambah biaya bagi produsen kayu Indonesia, apakah hal ini akan menjadikan kayu Indonesia menjadi lebih tidak kompetitif di pasar Eropa lantaran tambahan biaya bisa berimbas pada harga kayu?

Hal tersebut sama sekali salah, bukan hanya di Eropa, tetapi selama konsumen Eropa, Jepang, Amerika sangat peduli pada isu keberlanjutan, kayu asal Indonesia justru menjadi semakin menarik bagi mereka. ]
Jangan pernah melihat verifikasi adalah kebutuhan pemerintah, melainkan kebutuhan konsumen terhadap jaminan kayu legal. Kebutuhan atas produk yang lebih ramah lingkungan telah berkembang selama 15 tahun terakhir, dan saya pikir trend ini tidak akan menurun.

Selain itu, karena Indonesia telah terlebih dahulu berinisiatif melakukan kerja sama dengan UE, maka Indonesia diuntungkan. Kayu asal Indonesia memenuhi selera pasar yang menginginkan adanya produk yang berkelanjutan, dengan demikian Indonesia dapat mengambil pasar lebih banyak dari negara-negara eksportir lain yang belum memiliki sertifikat legal. Bahkan Indonesia dapat mencetak lebih banyak keuntungan karena kayu bersertifikat bisa jadi lebih mahal karena lebih banyak dicari, padahal tidak banyak negara eksportir yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut.

Apakah ada negara lain yang juga akan melakukan perjanjian kerja sama sukarela dengan UE untuk verifikasi kayu?

Ada enam negara yang telah bernegosiasi dengan UE, termasuk negara yang sedang mengembangkan perjanjian kerja sama sukarela, antara lain Indonesia, Liberia, Ghana, Kamerun, Republik Afrika Tengah, dan Republik Kongo. Juga ada enam negara lain yang masih bernegosiasi.

Selain itu, ada 15 negara di wilayah Afrika, Asia dan Amerika Selatan yang menunjukan ketertarikan. Begitu juga Malaysia. Terus terang saya belum mengetahui akpan Malaysia akan melakukan perjanjian, tetapi ketika Indonesia melakukan perjanjian tersebut, Malaysia tentunya juga tidak mau kalah.

Saya rasa Cina menghindari (perjanjian kerja sama suka rela). Saat ini mereka telah memiliki sertifikat dengan FSC, kami percaya China tidak menjual kayu secara ilegal. Namun persoalannya mereka tetap tidak memiliki VPA dengan UE, dengan demikian kami tidak dapat memberi jaminan legalitas. Sementara kepada Indonesia, misalnya, kami bisa memberi jaminan karena telah menandatangani VPA.

Persoalannya adalah bagaimana kalau kayu ilegal Indonesia dikirim ke negara lain, Malaysia misalnya, lalu Malaysia melakukan ekspor ke UE. Jangan lupa bahwa Malaysia belum memiliki VPA, tentu kami akan mengecek asal kayu mereka.

Undang-undang kami meminta importir memastikan bahwa kayu yang mereka impor adalah legal dan kredibel. Perusahaan di UE pun akan memastikan kayu-kayu yang mereka gunakan adalah legal dan kredibel karena mereka tentu tidak ingin Greenpeace mendatangi kantor mereka dan menuding mereka mendukung perusakan hutan karena menggunakan kayu-kayu yang tidak kredibel.

UE akan menjamin kredibilitas kayu Indonesia?

Apabila SVLK sudah siap dijalankan dan memenuhi seluruh perjanjian, tentu saja. Ini adalah kesempatan besar bagi Indonesia, sekaligus tantangan besar untuk membuktikan kredibilitasnya.

SVLK memberi keyakinan kepada importir UE bahwa kayu asal Indonesia adalah legal dan kredibel. Dengan demikian tidak lagi perlu ada kontrol tambahan, kayu asal Indonesia akan langsung masuk ke pasar Eropa, dengan kredibilitas yang kami jamin. Tidak ada yang akan menghentikan pengiriman kayu asal Indonesia di wilayah perbatasan. Jadi kredibilitas tersebut tidak hanya diyakinkan oleh SVLK, tetapi ada jaminan dari birokrasi di UE.

Bagaimana jika pasar menemukan ada yang tidak beres dengan kayu-kayu ini, apakah kayu akan dihalangi masuk?

Kami tetap tidak akan menghalangi masuknya kayu di perbatasan. Kayu-kayu asal Indonesia akan terus mengalir ke pasar Eropa, baik kini hingga nanti.
Namun apabila ada keluhan mengenai kayu-kayu ini, otoritas nasional akan datang dan memeriksa di perusahaan penerima kayu. Perdagangan akan terus berjalan, pengapalan tidak akan mengalami gangguan. Kami tidak mungkin melakukan pengecekan pada pengapalan, ada jutaan kayu, terlalu banyak untuk diperiksa.

Investigasi akan dilakukan di perusahaan penerima. Apabila hasil investigasi menemukan persoalan mengenai kayu ini, kami akan memberi tahu kepada pemerintah Indonesia sembari melacak melalui importir dari mana asal kayu-kayu tersebut.

Bagaimana UE meyakinkan kredibilitas tersebut?

Kami ingin melihat hal-hal seperti seberapa banyak audit yang telah dilakukan, apakah pernah ada masalah mengenai sistem audit tersebut, dan apabila ada masalah apakah sudah ditindaklanjuti.
Selain itu keluhan mengenai kayu ilegal juga akan kami perhatikan, apakah ada investigasi menyeluruh. Juga apakah pernah ada tuntutan dari pasar mengenai kredibilitas kayu asal Indonesia.

Jangan lupa sertifikat ini (SVLK) bukan diberikan oleh birokrat, melainkan oleh independent auditor, dan apabila ternyata independent auditor ini tidak bisa dipercaya, masih banyak lembaga non-pemerintah yang akan mengawasi. Lembaga non-pemerintah ini akan memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai hal-hal yang tidak beres.
Dengan demikian masyarakat yang akan berkomunikasi dengan pemerintah dan meminta adanya investigasi mengenai hal tersebut. Ini adalah sistem pengawasan SVLK yang dibangun oleh Indonesia, bagi saya desain sistem ini adalah ide yang luar biasa. (if)
Sumber : Rika Novianti

http://new.bisnis.com/julian-wilson-investigasi-dilakukan-di-perusahaan-penerima

Minggu, 03 Februari 2013

Dishutbun Siak Tinjau Tapal Batas Dua Desa

Rabu, 23 Januari 2013

Berawal dari adanya beberapa Kelompok Tani di Desa Buantan Besar Kecamatan Siak sejak Tahun 2008, kemudian menyusul dari Desa Tasik Betung Kecamatan Sungai Mandau Tahun 2011, banyak menimbulkan permasalah di antara dua Desa lain Kecamatan tersebut di mana Desa Tasik Betung yang selalu menuding Desa Buantan besar jikalau sudah menyerobot wilayah Desa Tasik Betung. Terkait kisruh tudingan penyerobotan wilayah Desa Tasik Betung yang ditudingkan kepada Desa Buatan Besar, diduga kuat dari pihak pengurus kelompok tani yang sudah terbentuk dari Desa Tasik Betung punya kepentingan tertentu yang mengarah pada mafia hutan Negara. Padahal, tambal batas di antara dua desa yang lain kecamatan tersebut masih simpang siur. 

Kelompok tani dari Desa Buantan Besar menurut beberapa sumber yang dihimpun wartawan sadarionlinedan Radar Nusantara di lapangan menyebutkan tidak termasuk di wilayah Desa Tasik Betung Kecamatan Sungai Mandau. Karena Desa Tasik Betung sampai ke titik kelompok tani dari Desa Buantan Besar mencapai lebih kurang 32 km. Sedangkan Desa Buantan Besar sampai ke titik areal kelompok tani Desa Buantan Besar lebih kurang 12 km.

Sehubungan kisruh tapal batas antara dua desa ini, Senin (21/01/2013), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Siak yang dihadiri oleh Deddy Maidian dan beberapa orang staf, Sekcam Kecamatan Siak O.K.Mohd Rendra DP dan staf, Camat Sungai Mandau Irwan Kurniawan dan beberapa orang staf, Kepala Desa Buantan Besar A.Rahim dan beberapa orang Kaur, Kepala Desa Tasik Betung Khairul Anas dan beberapa orang Kaur dan juga dihadiri oleh masyarakat bersama-sama melakukan survei lapangan untuk mencari titik koordinat tambal batas antara dua Desa tersebut.

Hasil Survei yang dilakukan ternyata membuahkan hasil. Ada keanehan yaitu peta yang dibawa perwakilan Dishutbun Siak bukan peta yang dikeluarkan Pemkab Siak yang berwewenang tentang penetapan tambal batas. Melainkan yang dibawa adalah peta hasil survei titik koordinat wilayah beberapa perusahaan HTI yang dikeluarkan Dishutbun Siak.

Dari beberapa perwakilan di masing-masing instansi ini, ketika berkomentar terkait tapal batas di antara dua desa tersebut mengatakan, permasalahan ini akan disampaikan kepada Pemkab Siak yang berwewenang tentang penetapan tapal batas desa dan kecamatan.

Masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani dari dua desa ini dan pemerintah dua desa sangat mengaharapkan Pemkab Siak supaya secepat mungkin menentukan tambal batas antara dua desa ini agar tidak membuat keributan diantara dua desa tersebut, berlarut-larut kisruh tambal batas antara dua desa tersebut. (waruwu/Alwi)





Konflik Kehutanan Karena Penerapan HMN Sepihak



3 February 2013 |  12:34 WIB


Jakarta – Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) belum lama ini mengeluarkan kajian tentang konflik kehutanan dan akar masalahnya. Dalam laporannya, HuMa melaporkan bahwa konflik di sektor kehutanan pada umumnya disebabkan oleh penerapan hak menguasai negara (HMN) secara sepihak pada tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat adat atau komunitas lokal secara komunal. Perlawanan dari masyarakat berkembang karena negara mengatur hak pengelolaan tanah secara sepihak.
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kemenhut menyebutkan bahwa terdapat 31.957 desa yang saat ini teridentifikasi berada di sekitar dan dalam kawasan hutan yang masih menunggu proses kejelasan statusnya. Banyak desa yangwilayah administratifnya berbatasan dengan dan bahkan hampir secara keseluruhan berada di dalam kawasan hutan lindung atau konservasi. Hal ini berarti tindakan masyarakat dapat dengan mudah dianggap sebagai tindakan ilegalatau kriminal, misalnya memungut atau mengambil kayu hasil hutan.
Sebagai contoh adalah Desa Sedoa yang terletak di Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Sekitar 90% dari wilayah desa ini berada di kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Lore-Lindu.
Tidak berbeda jauh dengan Kelurahan Battang Barat, Kota Palopo, Sulawesi Selatan yang sekitar 400 hektar-nyaterkena perluasan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Nanggala III.
Sertifikat tidak dapat terbit selama masih berada dalam kedua wilayah dalam contoh di atas. Pengaturan tanah dalam kawasan hutan ada dalam wewenang Kementerian Kehutanan (Kemenhut), sementara sertifikat atau registrasi tanah berada di bawah Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sepintas, masalah desa-desa di sekitar dan di dalam kawasan hutan terlihat sebagai masalah administratif. Akan tetapi, pengelolaan tanah hutan yang diurusi oleh dua lembaga ini -Kemenhut dan BPN- berimplikasi pada pelayanan publik, jaringan infrastruktur, dan lain sebagainya, yang rentan menghadirkan diskriminasi dan pelanggaran HAM bagi masyarakat desa dalam kawasan hutan tersebut.
Selain konflik mengenai kejelasan status wilayah administratif, konflik kehutanan juga dilatari oleh perbedaan cara pandang antara perusahaan dan komunitas setempat atas jenis tanaman yang harus ditanam. Biasanya, konflik seperti ini marak terjadi pada area-area konsesi hutan produksi atau hutan tanaman industri yang memiliki tutupan primer. Perusahaan membutuhkan lahan berskala luas untuk ditanami bahan baku pembuatan kertas atau kayu lapis olahan.
HuMa mencatat salah satu contoh konflik kehutanan dalam kategori ini pada kasus PT Toba Pulp Lestari di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Perusahaan tersebut membabat Hutan Kemenyan (Tombak Haminjon) yang sudah dikuasai secara turun temurun oleh masyarakat adat Pandumaan dan Sipituhuta dan menggantinya dengan pohon ekaliptus, yang kemudian menimbulkan konflik.
Hal serupa terjadi pula pada kasus PT. Wira Karya Sakti yang membabat hutan primer untuk ditanami akasia dan ekaliptus di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, serta kasus PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Semenanjung Kampar, Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau.

tanah untuk keadilan

tanah untuk keadilan

Visitor

Flag Counter

Bertuah

Blogger Bertuah