Lakukanlah sesuatu itu karena itu memang baik untuk dilakukan, bukan karena apa yang akan kamu dapatkan.

Kamis, 20 Desember 2012

Mediasi Warga BKSDA Gagal

Jumat, 21 Desember 2012
TRIBUNPEKANBARU.COM, KAMPAR-Penyelesaian bentrok antara warga Desa Kuntu, Kecamatan Kampar Kiri dengan petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Riau belum menemukan titik temu. Pertemuan mediasi yang dirancang Kepolisian Resor Kampar, hingga Kamis (20/12) malam belum terlaksana. Kapolres Kampar AKBP Auliansyah Lubis melalui Kasat Reskrim AKP Eka Adrian Putra, mengungkapkan, gagalnya pertemuan dikarenakan oleh pihak BKSDA tak hadir. Padahal, menurut Eka, pihaknya sudah mengatur formasi pengamanan selama mediasi dengan menyiagakan pasukan dari Brimob Polda Riau ditambah personil Polres dan Polsek Kampar Kiri. "Tidak ada konfirmasi dari BKSDA. Makanya sangat disayangkan ini. Padahal kita di sini demi mereka," ujarnya pada Tribun. Sejauh ini, Eka mengatakan bahwa pihaknya sedang mengatur jadwal selanjutnya. "Intinya Pak Kapolres siap memfasilitasi pertemuan mediasi itu," tegasnya. Diberitakan sebelumnya, warga Desa Kuntu sempat menyandera tiga petugas BKSDA Provinsi Riau hampir sekitar 10 jam sejak Selasa (18/12) malam. Mereka baru dibebaskan jelang subuh, Rabu. Keterangan Kapolres Kampar, penyanderaan yang tidak disertai kekerasan itu dilakukan warga lantaran kesal pohon-pohon karet mereka di atas lahan kawasan konservasi dibabat petugas tanpa dirundingkan terlebih dahulu. Selain menyandera petugas, warga melampiaskan kemarahan mereka dengan merusak lima mobil. Tiga di antaranya merupakan mobil Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC). Dia menuturkan, kisruh bermula ketika tim BKSDA yang didampingi oleh aparat Polres Kampar ditambah personil Polsek Kampar Kiri dan Koramil Kampar Kiri dihadang oleh warga setelah mengeksekusi lahan di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Rimbang-Baling. Tim BKSDA menumbangkan pohon-pohon karet milik seorang warga, Naim, yang masuk dalam kawasan konservasi. Warga sendiri mengklaim lahan tersebut sebagai tanah ulayat. Sementara itu mantan Kepala Desa Kuntu tersebut mengungkapkan, kemarahan warga dipicu oleh tindakan tim BKSDA menumbangkan pohon-pohon karet milik warga menggunakan alat pemotong kayu (chain shaw) dan itu dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Tentu saja, kata dia, warga tidak terima. Apalagi, pohon karet itu sudah berproduksi dengan usia tanam antara empat sampai 10 tahun. Menurut dia, masyarakat sudah mulai membuka kebun di atas lahan kosong bekas pembalakan liar (illegal logging) itu sejak tahun 2003 silam. Hal ini juga diamini Kepala Urusan Pembangunan Kantor Desa Kuntu Azman. Menurutnya pihak BKSDA sebelumnya tidak pernah mensosialisasikan hamparan sekitar desa itu masuk kawasan. Bahkan, kata dia, sejak ia lahir tahun 1972 hingga tumbuh dewasa di desa itu, masyarakat tidak pernah tahu ada kawasan Marga Satwa Rimbang Baling. "Tidak pernah ada papan pengumuman dan pemberitahuan kepada masyarakat. Lantas, apakah masyarakat salah?," ujarnya pada Tribun, Kamis malam. Setahu masyarakat, kata dia, lahan tersebut merupakan bagian dari Tanah Ulayat Kenegerian Kuntu. Sehingga, masyarakat asli setempat tidak sampai berpikir akan bermasalah. Apalagi disebut merambah kawasan Marga Satwa secara ilegal. Di sisi lain, pernyataan BKSDA Provinsi Riau yang menyebutkan bahwa operasi penumbangan pohon karet di Desa Kuntu adalah kepentingan eksekusi, diklarifikasi oleh Pengadilan Negeri Bangkinang, Kamis (20/12). PN menyatakan bahwa tidak tepat kegiatan tersebut dinamakan eksekusi. Seperti diwartakan, Kepala Bidang Teknis BKSDA Saimin, sebelumnya mengatakan bahwa penumbangan pohon adalah untuk mengeksekusi putusan PN Bangkinang terhadap terdakwa berinisial N. Dikatakan, terdakwa dihatuhi hukuman karena merambah kawasan hutan secara ilegal. Menanggapi pernyataan itu, Humas PN Bangkinang Jumadi Apri Ahmad mengungkapkan bahwa berarti perkara yang dimaksud BKSDA adalah perdata. Ia menilai tidak tepat jika disebut eksekusi. Sebab, jelas dia, eksekusi terhadap putusan sidang hanya bisa dilakukan oleh pihak Kejaksaan dan Pengadilan. "Pihak pihak lain yang ikut sifatnya hanya membantu," ujarnya saat ditemui di Kantor PN Bangkinang, kemarin pagi. Menurut Jumadi, operasi BKSDA lebih tepat digolongkan ke dalam konsep penertiban kawasan hutan. Menanggapi ini, Kepala BKSDA Provinsi Riau, Sahroji, mengatakan soal eksekusi yang dilakukan pihaknya semata mata untuk mengembalikan kondisi kawasan konservasi Suaka Margasatwa Bukit Rimbang, Bukit Baling. Eksekusi itu menurutnya justru merupakan desakan dari warga sendiri. Dipaparkannya, kawasan yang diperkirakan seluas 120 ribu hektare tersebut merupakan kawasan konservasi. Artinya kawasan tersebut milik negara dengan kekuatan SK Kemenhut serta jelas tata batasnya. "Bahkan gubenur sampai pemerintahan kabupaten mengetahui itu. Sosialisasi juga sudah kerap dilaksanakan. Dan jika ditanya pengadilan, justru pengadilan yang meminta agar kawasan itu dikosongkan, " paparnya kepada Tribun, Kamis (20/12). Terpisah, Ketua Komisi A, DPRD Riau, Masnur mengakui memang kawasan tersebut adalah kawasan Suaka Margasatwa. Artinya kawasan itu harus dimaklumi sebagai kawasan koservasi. "Saya sudah bertemu dengan pihak BKSDA, dan informasi yang kami terima kawasan itu merupakan kawasan suaka marga satwa. Jadi baiknya ini dibicarakan dan disampaikan ke masyarakat, " ujarnya. (ndo/brt)
Sumber:http://pekanbaru.tribunnews.com/2012/12/21/mediasi-warga-bksda-gagal

KPK Soroti Kesemrawutan Regulasi Kawasan Hutan Indonesia

Jumat, 21/12/2012
Jakarta - Selain menangani persoalan penindakan korupsi, KPK ternyata juga menyoroti adanya kesemrawutan regulasi terkait hutan Indonesia. Pasalnya, tumpang tindih tersebut berpotensi merugikan keuangan negara. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan kompleksitas permasalahan tata ruang kehutanan dan sumber daya alam, seperti tumpang tindihnya pengaturan dan regulasi yang berujung pada konflik, telah mengakibatkan kerugian perekonomian negara. Selain itu juga berdampak pada ekologi dan biaya sosial. "Menyelesaikan konflik regulasi dan kepastian usaha menjadi salah satu pondasi bagi tercapainya upaya pemberantasan korupsi,” ujar Busyro di Jakarta, Jumat (21/12/2012). Menurut Busyro, sorotan KPK tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Pepres tersebut mengatur perlunya harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan terkait masalah sumber daya alam, khususnya bidang kehutanan, mineral dan batu bara, sumber daya air, pertanahan, tata ruang. "Serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai bagian dari fokus strategi jangka menengah," kata Busyro. Menurut mantan Wakil Ketua KY ini, pengukuhan kawasan hutan merupakan titik kritis dalam pengelolaan sumber daya hutan. Pentingnya penataan dan pengukuhan kawasan hutan dapat menentukan apakah pengelolaan hutan telah berjalan secara adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pihak. "Dengan adanya kepastian dua aspek ini akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelesaian konflik dan sengketa agraria," kata Busyro. Terkait dengan hal ini, KPK pada pekan lalu juga telah menggelar Seminar bertajuk "Menuju Kawasan Hutan yang Berkepastian Hukum dan Berkeadilan”. Seminar ini dihadiri oleh sejumlah pejabat dari instansi terkait seperti UKP4, Direktorat Jenderal (Ditjen) Planologi Kementerian Kehutanan, Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU, Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Ditjen Pemerintahan Umum Kemendagri, Kedeputian Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Kedeputian Bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian Bappenas, Ditjen Anggaran Kemenkeu, Kedeputian Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG, dan Kedeputian Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan BPN. (fjp/rmd)
Sumber:http://news.detik.com/read/2012/12/21/102804/2124278/10/kpk-soroti-kesemrawutan-regulasi-kawasan-hutan-indonesia?9922022

Selasa, 18 Desember 2012

Tebang Pohon Karet Warga, 3 Pegawai BKSDA Disandera

18 Desember 2012
Pekanbaru, – Tiga orang pegawai Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau disandera masyarakat desa karena menebang pohon karet milik warga. Ketiga petugas Kemenhut itu menebang pohon yang dianggap berada di kawasan Hutan Margasatwa. Tiga PNS BBKSDA itu disandera warga Desa Kuntu, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa (18/12/2012) menjelang salat magrib. Hingga pukul 22.45 WIB, ketiga pegawai BBKSDA itu tidak diperkenankan pulang oleh warga. Mereka disandera warga di kantor desa setempat. Ribuan warga itu marah karena petugas BBKSDA Riau telah menebangi pohon karet milik warga. “Bukan kami yang cari masalah, tapi pegawai BBKSDA itu. Selama dua hari ini mereka buat camp di lokasi kawasan hutan. Lantas mereka menebangi ratusan pohon karet milik warga. Siapa yang tak marah, kalau pohon karet sumber kehidupan ditebangi tanpa koordinasi terlebih dahulu,” kata Harpaini warga desa setempat dalam perbincangan dengan detikcom, malam ini. Masih menurut Harpaini, petugas kehutanan itu melakukan penebangan pohon karet warga dengan gergaji mesin. Hari pertama, warga masih membiarkannya, amun memasuki hari kedua wargapun akhirnya marah. “Warga desa bukan menyandera, namun kita minta ganti rugi atas penebangan pohon karet itu. Soalnya warga dalam membuka kebun karet sudah banyak keluar modal dan karet sebagai sumber pencaharian,” kata Harpaini. Warga juga menyesalkan, sikap arogansi petugas yang dianggap tidak melakukan koordinasi dengan perangkat desa setempat. Apalagi saat melakukan penertiban kawasan hutan dengan cara menebangi pohon karet itu petugas BBKSDA Riau dikawal pihak kepolisian dan TNI. Karena itulah, lebih dari 1000-an warga malam ini berkumpul di balai desa menahan petugas BBKSDA. “Tapi yang jelas, kami tidak melakukan tindakan anarkis. Pegawai BBKSDA itupun tidak ada dipukul warga. Kita hanya minta pertanggungjawaban mereka yang telah menebangi pohon karet warga,” ungkap Harpaini. Informasi yang dihimpun detikcom, petugas BBKSDA ini tengah melakukan penertiban atas penguasaan lahan oleh masyarakat. BBKSDA menganggap lahan karet masyarakat masuk dalam wilayah Hutan Suaka Margasatwa. Padahal menurut warga jika masuk hutan Margasatwa, mengapa baru dipermasalahkan sekarang. “Jika memang masuk wilayah hutan Margasatwa, mengapa baru sekarang dipermasalahkan. Padahal usia karet warga sudah ada yang tujuh tahun dan sudah bisa dideres,” keluh Imron warga lainnya. Saat ini warga belum bersedia melepas petugas BBKSDA tersebut. Sementara itu, jajaran Polres Kampar dari Bangkinang ibukota Kampar tengah menuju ke lokasi guna mengamankan situsi. (cha/iqb)
Sumber :http://gosiphotz.org/tebang-pohon-karet-warga-3-pegawai-bksda-disandera/

Babat Kebun Karet Warga Kampar Kiri,

Selasa, 18 Desember 2012 5 Mobil Dirusak dan Puluhan Personil Tim Terpadu Kehutanan Disandera Warga Kuntu, Kampar kiri merusak 5 mobil dan menyandera puluhan personil tim terpadu kehutanan. Protes pembabatan kebun karet warga.

Riauterkini-PEKANBARU- Terjadi amuk warga di Desa Kuntu, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Selasa (18/12/12). Ratusan warga melampiaskan amarah dengan merusak 5 unit mobil operasi Tim Terpadu Kehutanan Provinsi Riau. Tidak hanya itu, warga juga menyandera puluhan personil tim yang bertugas menertibkan aksi perambahan di Kawasan Konservasi Bukit Rimbang Bukit Baling. Penertiban sudah dilakukan sejak kemarin, Senin (17/12/12). Sekitar 13 hektar kebun karet warga telah dibabat petugas. Tindakan inilah yang memicu amarah. Warga tak terima karena menganggap tindakan aparat berlebihan. Selain itu, dalam melakukan penertiban juga tak pernah melakukan sosialisasi atau peringatan sebelumnya. Terlebih, warga beranggapan lokasi kebun karet yang dibabat masih kawasan tanah ulayat. Protes itu kemudian dilampaiaskan kepada tim yang kembali ke lokasi dengan tujuan melanjutkan eksekusi. Ratusan warga menghalang-halangi dan lantas memaksa seluruh personil tim yang terdiri dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, Dinas Kehutanan Kampar, unsur TNI dan Polri ke kantor Desa Kuntu. Selepas Maghrib situasi kian tak terkendali. Ratusan warga yang telah mengepung kantor desa langsung melampiaskan amarah. Mereka melempari petugas, terutama melakukan perusakan terhadap lima unit mobil operasional. Bahkan salah satu mobil sempat dicoba dibakar dengan bom molotov. "Ada satu mobil yang sempat dilempar bom molotov dan terbakar, namun beruntung apinya cepat padam," ujar Kapolsek Kampar Kiri Kompol Sagala saat dihubungi riauterkinicom. Sagala yang sedang berada di lokasi mengaku tak bisa berbuat apa-apa, mengingat situasi yang tak terkendal. Bahkan, saat ia berusaha menenangkan massa, justru emosi mereka semakin terpancing. Saat ini yang bisa dilakukan adalah mengupayakan evakuasi puluhan personil tim terpadu dari lokasi. "Kami sedang berusaha bagaimana menenangkan massa agar bersedia melepas tim dan besok dilanjutkan perundingan. Mungkin membicarakan ganti rugi," tuturnya. Sementara itu Kepala Dinas Kehutanan Kampar M Syukur saat dihubungi riauterinicom mengatakan kalau saat ini ada empat personilnya yang termasuk korban penyanderaan. Dikatakannya, eksekusi lahan perkebunan di kawasan Bukit Rimbang Bukit Baling merupakan keputusan provinsi. "Kami, Dinas Kehutanan Kampar hanya mendukung, karena itu merupakan keputusan rapat di provinsi," tuturnya. sampai saat ini situasi di Kantor Desa Kuntu belum terkendali. Ratusan massa masih terus mengepung dan belum bersedia melepas tim terpadu kehutanan.***(mad)
Sumber:http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=54425

Inilah Tiga Perusahaan di Riau Perampas Tanah Ulayat

Kamis, 13 Desember 2012
PEKANBARU-Tim Ombudsman Republik Indonesia menemukan sejumlah penyimpangan dibalik terbitnya hak guna usaha yang dimiliki tiga perusahaan perkebunan di Riau, mulai dari perampasan tanah ulayat sampai persyaratan fiktif yang sengaja dilakukan perusahaan demi merampas tanah ulayat dan tanah milik suku tradisional, salah satunya seperti Suku Akit. Ketiga perusahaan yang sudah melakukan penyimpangan dan menimbulkan konflik adalah PT Marita Makmur Jaya dengan masyarakat Desa Titi Akar, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis. Kemudian PTPN V dengan masyarakat Desa Sinama Nenek, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar dan masyarakat Desa Danau Lancang Kabupaten Kampar dengan PT RAKA. “Kita menemukan banyak penyimpangan yang dilakukan perusahaan tersebut. Terkait masalah ini, kita akan menemui Kepala BPN dan Menteri BUMN untuk menyelesaikan dan menindaklanjuti persoalan sengketa lahan di Riau," kata Ketua Umum Ombudsman RI, Azlaini Agus kepada wartawan usai rapat di Kantor Gubernur Riau, Rabu (12/12). Dalam kasus sangketa lahan di Riau, Ombudsman menemukan hampir 6.000 hektare HGU milik PT Marita Makmur Jaya (PT MMJ) yang masuk ke dalam lahan milik suku Akit di Desa Titi Akar. “Masalah ini tentu harus ditinjaklanjuti. Dalam kasus sangketa ini Gubernur Riau sudah berusaha melakukan mediasi,” papar Azlaini. Ditambahkan, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) belum lama ini telah mengadakan kesepakatan bahwa PT Marita Makmur Jaya bersedia mengeluarkan sebanyak 20 persen areal perkebunan untuk masayrakat. “Proses HGU PT Marita Makmur Jaya diduga menyimpang dari hukum,” tukasnya. Untuk mendapatkan HGU tersebut, PT Marita Makmur Jaya membentuk Koperasi Unit Desa (KUD) fiktif di Kecamatan Rupat Utara dengan mencantumkan sebanyak 300 anggota yang mengatasnamakan warga Desa Titi Akar. Padahal, mereka tidak merupakan warga Desa Titi Akar. ”KUD fiktif itu digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan izin usaha perkebunan PT Marita Makmur Jaya yang dikeluarkan oleh Bupati Bengkalis pada tahun 2004 lalu.Artinya, izin itu dikeluarkan dengan persyaratan fiktif. Ada juga pelepasan hutan yang seharusnya ditandatangani kepala desa, namun ditandatangani oleh orang lain yang bukan kepala desa,” ujarnya. Dikatakan, banyak peyimpangan yang telah dilakukan oleh PT Marita Makur Jaya meski pemnda setempat memberikan izin HGU. "Lahan tersebut harus inklaf. Apalagi HGU PT MMJ itu merupakan milik salah satu penduduk asli Riau yaitu Suku Akit. Jika mereka tertindas mau dikemanakan aset kita,” tuturnya. Dalam kasus sangketa lahan di Desa Sinama Nenek dengan PTPN V telah dilaporkan ninik mamak ke Ombudsman. Masyarakat meminta lahan seluas 2800 hektare yang selama ini dikelola PTPN V dikembalikan lagi kepada masyarakat. Sebab lahan yang dikelola oleh perusahan plat merah tersebut merupakan tanah ulayat masyarakat Sinama Nenek. Azlaini meminta kepada BPN untuk tidak mengeluarkan HGU 2800 hektare tersebut. ”Masalah ini bukan hannya semata persoalan tanah negara.Pasalnya, diatas tanah negara itu sudah ada hak masyarakat. Kita minta 2.800 hektare itu diserahakan kepada masayarkat.Seharusnya PTPN V tidak melakukan investasi di atas lahan yang bukan haknya, " pinta Azlaini. Begitu juga dengan sangketa lahan di Desa Danau Lancang yang kronologinya hampir mirip dengan kasus di Desa Sinama Nenek. Lahan PT RAKA, menurut Azlaini, mendapat persetujuan dasar dari Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu. Saat ini lahan tersebut secara geografis berada di wilayah Kabupaten Kampar.Akibat terjadinya konflik, pemerintah Kabupaten Kampar memberikan rekomendasi kepada kelompok tani pada lahan sama. "Izin yang dikeluarkan Pemkab Rohul lahan PT Raka tidak berada di Rohul melainkan di Kabupaten Kampar.Ini akan kita telusuri kembali dengan melihat legalitas yang dimilki PT Raka. Suatu perbuatan yang prosedurnya cacat hukum tentu akan batal demi hukum,” katanya. Ombudsman secara tegas meminta perusahaan yang tersangkut sangketa untuk lahan untuk bersedia inklafkan lahan kepada masyarakat. (btr/anr)
Sumber:http://fokusriau.com/berita-1863-inilah-tiga-perusahaan-di-riau-perampas-tanah-ulayat.html

Senin, 17 Desember 2012

Papan Dinding Mushalla Di Bongkar .Pelaku Diduga Risi Perjuangan Datuk Rajo Melayu .Mahasiswa The University of British Columbia Bikin Film Dokumenter

Sabtu 15 Desember 2012


SALO,TRIBUN- Sarifudin Datuk Rajo melayu dan anak kemenakan nya kaget dan kesal saat melihat Mushalla dibangun di tengah tanah ulayat dirusak orang tak di kenal.Dinding Papan nya di bongkar. Kondisi itu baru diketahui ketika masyarakat mendampingi mahasiswa dari The University Of British Columbia,Kanada,dikampung Pertemuan,Desa Siabu Kecamatan Salo Rabu (12/12)lalu. Kedatangan mahasiswa dari luar negeri itu bertujuan pembuatan film dokumenter mengenai konflik sosial di Tanah Ulayat Persukuan Kaum Melayu III Koto Sebelimbing.Mushalla itu di beri nama AL-Itjima’u.Sayangnya,Pelaku Pengrusakan tidak diketahui.’’Sekitar Sepuluh hari lalu ke lokasi,masih bagus.belum rusak,’’ujar jalimin ,warga,jumat(14/12)Ia menjelaskan barang barang di dalam mushallla juga utuh.Bahkan,ia masih sempat menyinggahi mushalla saat itu.Namun Saat ini,Kondisi tempat ibadah tersebut sudah memprihatinkan.Sementara masih utuh, katanya,hanya atap seng dan lantai mushalla ‘’Bekas bekas dinding tidak ada lagi,barang barang di dalam mushalla pun tidak ada juga.Dicari disekitar Mushalla pun tidak ada lagi.’’Ujar Jalimin Kemaren Siang. Sarifudin Mengatakan,Mushalla seluruh nya terbuat dari bahan papan dan kayu serta berbentuk panggung.Ini merupakan peningggalan satu satu nya yg didirikan warga.Sebelumnya disekitar Mushalla terdapat 27 Pondok tempat tinggal warga untuk bertahan sejak konflik dengan PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI)bergulir. Pondok pondok itu dibongkar petugas keamanan perusahaan.Tapi kalu Mushalla,Kita belum bisa menduga-duga Siapa pelakunya.Yang jelasnya ada kepentingan nya terhadap perjuangan kami,’’ujarnya. Pasca Pengrusakan mushalla itu ,kata Datuk,Ia sudah melaporke polisi.Ia dan anak kemenakan nya masih berembuk untuk mengambil keputusan tindakan apa yang akan ditempuh. Didatangi Staf PT PSPI Sarifudin Datuk Rajo Melayu menceritakan,Ia di datangi dua Staf PT PSPI setelah pengambilan gamabar dari university Of British Columbia .mereka datang langsung ke rumah nya d Desa Kebun Durian Kecamatan gunung Sahilan,Kamis(15/12) Sekitar pukul 15.00 WIB Datuk Hanya Mengenal satu orang bernama Anto.’’yang satu lagi,saya tidak melihat mukanya.’’katanya. Kedua orang itu datang dengan kenderaan operasional PSPI.kedua staf itu sempat beberapa menit berbincang bincang dengan nya.dalam perbincangan itu,tutur datuk ,kedua orang itu menanyakan seputar kedatangan akademisi luar negeri tersebut. Sementara itu Albadri Arif,pendamping masyarakat dari Scale-up.mengungkapkan,materi gambar di ambil untuk pembuatan film dokumenter itu lebih pada penggalian terhadap peninggalan sekitar lokasi konflik. Diantaranya,Asal usul persukuan Melayu yang dibuktikan dengan pemakaman kaum melayu di kampung Pertemuan dan batas batas sepadan tanah ulayat sebagai bukti alami.’’ Pohon karet yang bersebelahan dengan Akasia yang ditanami oleh PT.PSPI juga di ambil gambar nya,’’ujar Albadri. Sayangnya,pihak PT PSPI belum bisa di konfirmasi terkait pembuatan film dokumenter tersebut Humas PT.PSPI Hirman,telepon seluler nya tidak bisa di hubungi,kemaren sore.pesan singkatjuga,hingga berita ini diturunkan tidak di balasnya.(ndo)

Sumber :Epaper Tribun pekanbaru Sabtu 15 Maret 2012 

DIBONGKAR.. mushalla Al-Ijtimaul di Areal Tanah Ulayat Persukuan Kaum Melayu III koto Sebelimbing.dinding dinding nya dibongkar orang tak di kenal,Rabu(12/12).Disaat bersamaa dua mahasiswa The University of British Columbia,Kanada,lakukan pengambilan gambar dokumenter

Kampar Diminta Eksekusi Lahan PT RAKA

Monday, 17 December 2012
TAPUNG HULU-Pendamping masyarakat Danau Lancang dari Lembaga Bantuan Hukum RI, T Hutapea meminta Pemerintah Kabupaten Kampar melakukan eksekusi terhadap lahan PT Riau Agung Karya Abadi. Hal ini dilakukan agar persoalan antara masyarakat Danau Lancang Kecamatan Tapung Hulu tidak terus meluas. Pernyataan tersebut disampaikan T Hutapea yang ditugaskan untuk mendampingi masyarakat Danau Lancang kepada wartawan, Kamis kemarin. Dia meminta Pemkab Kampar lebih respon terhadap perkembangan konflik yang terjadi. Dikatakan, setelah keluar pernyataan dari Pemprov, sejauh ini belum tampak langkah Pemkab Kampar untuk upaya penyelesaian persoalan tersebut. Seperti diketahui, Pemprov Riau melalui Asisten I Setdaprov Riau Abdul Latief baru-baru ini menyebutkan bahwa PT Riau Agung Karya Abadi (RAKA) terletak di wilayah Tapung Hulu, Kabupaten Kampar. Abdul Latief mengatakan, Pemprov akan melakukan tinjauan ke lokasi untuk mengambil bukti lapangan. Sejauh ini, bukti yang dimiliki adalah peta kerja kerja dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Selain itu, penetapan batas wilayah juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 yang dijabarkan dalam Peta Top 45 dan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Ruang Provinsi Riau. Kemudian T Hutapea berharap agar persoalan tuntutan masyarakat Danau Lancang ini jangan terus meluas. Konflik antara masyarakat Danau Lancang menurutnya sudah jelas dan tinggal bagaimana cara mencari penyelesaiannya. Selama ini PT RAKA, kata Hutapea, selalu mengklaim telah mendapat rekomendasi perizinan dari Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu. Menurut Hutapea, kajian LBH bahwa secara hukum, PT RAKA tidak memiliki legal standing di atas lahan bersengketa tersebut. "Bisa disimpulkan, rekomendasi perizinan yang dikeluarkan oleh Pemkab Rohul selama ini, berarti gugur dan tidak bisa digunakan," ujarnya. Sementara salah seorang warga, Pendi berharap Pemerintah Kabupaten mencari solusi penyelesaian tuntutan warga yang tanahnya dirampas oleh PT RAKA. "Jangan salahkan kami lebih brutal nanti. Perusahaan sesuka hatinya panen dan melakukan perusakan, tapi tidak ditindak. Sementara kami masyarakat, panen saja dilarang. Sudah itu, waktu ada aksi, kami ditangkapi. Kemana lagi kami cari keadilan?," ujar Pendi. (hir)
Sumber : http://www.haluanriaupress.com/index.php/news/halaman-01/12793-kampar-diminta-eksekusi-lahan-pt-raka.html

Kamis, 13 Desember 2012

Ombudsman RI Soroti Konflik Lahan di Riau

PEKANBARU - Ombudsman Republik Indonesia menyoroti beberapa konflik lahan yang terjadi di Riau. Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah meminta Pemerintah Provinsi Riau untuk memfasilitasi dalam menyelesaikan masalah yang telah berlarut-larut tersebut. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Ombudsman RI, Azlaini Agus kepada Riau Pos, Rabu (12/12) usai melakukan rapat bersama Pemerintah Provinsi Riau dan instansi terkait di Kantor Gubernur Riau. Menurutnya, pertemuan dilakukan untuk menindaklanjuti tiga kasus yang menimbulkan konflik di masyarakat. ‘’Pertama mengenai kasus sengketa lahan di Titik Akar, Rupat. Pada kasus tersebut, terdapat lahan HGU yang masuk lahan masyarakat. Ini yang harus dituntaskan,’’ tutur Azlaini didampingi Ketua Ombudsman Riau, Ahmad Fitri. Polemik kedua adalah Konflik di Sinama Nenek dengan PTPN V. Untuk kasus ini, ninik mamak datang menuntut dan melapor ke Ombudsman RI. ‘’Dalam waktu dekat ini, kita akan melakukan langkah tindaklanjut dengan menemui Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Menteri BUMN, sehingga dapat dicarikan solusi terbaik,’’ ulasnya. Untuk kasus ketiga yang menjadi sorotan adalah polemik PT RAKA dengan masyarakat Danau Lancang. Untuk kasus ini, dia menyoroti legalitas dan proses administrasi yang kerap menjadi permasalahan di kemudian hari. ‘’Kita sudah dapat penjelasan dari Gubernur, Bupati Kampar dan BPN untuk hal tersebut. Jika cacat administrasi dalam prosesnya, maka secara aturan akan batal demi hukum,’’ tegas Azlaini.(rio/rpg)
Sumber :http://www.riautoday.com/konten/10773/-ombudsman-ri-soroti-konflik-lahan-di-riau--.html Kamis, 13 Desember 2012

Pemkab Kampar Diminta Eksekusi PT RAKA


TRIBUNPEKANBARU.COM, TAPUNG HULU - Pernyataan Pemprov Riau melalui Asisten I Setdaprov Riau Abdul Latief yang menyebutkan bahwa PT. Riau Agung Karya Abadi (RAKA) terletak di wilayah Tapung Hulu, Kabupaten Kampar pada akhir Nopember 2012 lalu, menjadi kabar gembira bagi masyarakat. Pemkab Kampar diminta menepati janjinya untuk mengeksekusi perusahaan bermasalah tersebut. T. Hutapea yang diutus langsung oleh Lembaga Bantuan Hukum RI dari Jakarta untuk mendampingi masyarakat Danau Lancang, meminta Pemkab Kampar lebih respon terhadap perkembangan konflik yang terjadi. Dikatakan, setelah keluar pernyataan dari Pemprov, Pemkab Kampar belum menunjukkan reaksi yang signifikan. Itu disampaikannya, terkait janji Pemkab Kampar kepada masyarakat yang menyatakan bahwa Pemkab Kampar akan bertindak setelah ada kepastian dari Pemprov Riau soal tapal batas. Ia meminta agar tim yang dibentuk Pemkab secepatnya turun ke lokasi. "Konflik ini jangan dibiarkan semakin berlarut-larut," katanya pada Tribun, Kamis (13/12/2012) pagi. Sebelumnya, Abdul Latief mengatakan, Pemprov akan melakukan tinjauan ke lokasi untuk mengambil bukti lapangan. Setakat ini, bukti yang dimiliki adalah peta kerja kerja dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Selain itu, penetapan batas wilayah juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 yang dijabarkan dalam Peta Top 45 dan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Ruang Provinsi Riau. Selama ini, PT RAKA selalu mengklaim telah mendapat rekomendasi perizinan dari Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu. Menurut Hutapea, kajian LBH bahwa secara hukum, PT RAKA tidak memiliki legal standing di atas lahan bersengketa tersebut. "Bisa disimpulkan, rekomendasi perizinan yang dikeluarkan oleh Pemkab Rohul selama ini, berarti gugur dan tidak bisa digunakan," ujarnya. Dikatakan, pada dasarnya, konflik lahan di Danau Lancang sudah jelas. Tinggal lagi, tutur dia, apakah pemerintah mempunyai niat menyelesaikan konflik tersebut. Hutapea mengatakan, saat ini masyarakat gampang terpancing emosinya. Untung masyarakat masih bisa menahan diri. Ia mengungkapkan, Selasa (11/12/2012) lalu, sekelompok orang yang bergerak dari perusahaan merusak jembatan yang dibangun masyarakat dalam lahan konflik. Dikatakan, aksi pengrusakan itu didampingi dua oknum polisi dari Polsek Tapung Hulu. "Terakhir diketahui bernama Jamal Sibarani dan Simanjuntak," ujarnya. Kedua oknum polisi itu, kata dia, bukannya melarang. Malah membiarkan aksi tersebut. Hutapea mengatakan, masyarakat sempat menghubungi kedua oknum polisi itu setelah aksi pengrusakan. Pihaknya ingin mengklarifikasi keikutsertaan kedua oknum polisi tersebut. "Kami diperintahkan Kapolsek. Kalau mau, laporkan aja ke Propam Mabes Polri. Kami tidak takut," ujarnya menirukan perkataan oknum polisi itu dalam pembicaraan lewat sambungan seluler itu. "Rekaman pembicaraan itu ada sama kita," katanya. Salah seorang warga, Pendi menambahkan, agar konflik tersebut cepat diselesaikan. Ia mengancam, masyarakat akan melakukan aksi lebih brutal dari sebelumnya jika perusahaan tidak segera ditutup. "Jangan salahkan kami lebih brutal nanti. Perusahaan sesuka hatinya panen dan melakukan pengrusakan, tapi tidak ditindak. Sementara kami masyarakat, panen aja dilarang. Sudah itu, waktu ada aksi, kami ditangkapi. Kemana lagi kami cari keadilan?," katanya Pendi. (ndo) David dan Faozi Dituntut 1,6 Tahun Sidang terhadap perkara pemalsuan dokumen berupa surat tanah, sudah sampai pada tahap penuntutan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kicky Arityanto dan Sobrani Binsar Tambunan membacakan tuntutan pada sidang yang digelar, Kamis (13/12/2012). Kicky, pada Tribun mengungkapkan, kedua terdakwa yakni, David Silalahi dan Ahmad Faozi, sama-sama dituntut 1,6 tahun. Menurutnya, David Silalahi telah jelas menggunakan Surat Keterangan Tanah (SKT) palsu ketika menggugat Perdata PT RAKA beberapa waktu lalu. Sementara Faozi adalah terdakwa yang paling mengetahui bahwa SKT itu dipalsukan. Menanggapi tuntutan itu, pengacara kedua terdakwa Renta Manullang mengaku heran. Dikatakan, JPU tidak cermat mengikuti proses persidangan sebelumnya. Padahal jelas dalam keterangan terdakwa dan saksi, kata dia, bahwa mereka diarahkan dan kemudian menjadi korban. Ia meminta agar sama-sama berpikir jernih dengan hati nurani. Dikatakan, dalam perkara pemalsuan itu terlibat seorang dari pihak PT RAKA bernama Buang Manalu. Meski dijadikan tersangka, Buang Manalu tidak tahu keberadaannya dimana dan telah dijadikan DPO. "Yang memalsukan itu, tangan Buang Manalu. Cobalah dipikir. Memang dari awal, klien kami sudah dijebak. Kenapa tidak dari awal Buang Manalu ditangkap?," ujarnya. Renta berharap, para penegak hukum tersentuh hati nuraninya melihat penderitaan masyarakat yang sudah bertahun-tahun dan tak kunjung berakhir. "Lebih baik saya berbicara soal hati nurani sekarang. Soal hukum, saya yakin semua sudah pintar. Intinya, klien kami mencari keadilan di sini. Sudahlah lahannya dirampas, dipenjarakan lagi," ujar Renta. (*)
Tribun Pekanbaru - Jumat, 14 Desember 2012

Sumber: pekanbaru.tribunnews.com

Pemkab Evaluasi HGU PT Duta Palma

10 Desember 2012 Untuk menghindari terjadinya konflik agraria terkait status Hak Guna Usaha (HGU) PT Duta Palma Nusantara (DPN), Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi segera memanggil Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pemanggilan pihak BPN ini, guna mengevaluasi sekaligus meninjau penguasaan lahan HGU PT DPN. Hal ini ditegaskan Bupati H Sukarmis melalui Asisten Pemerintahan Umum Drs H Erlianto MM kepada Riau Pos, saat ditemui di ruang kerjanya, akhir pekan lalu. “Untuk menghindari terjadinya konflik agraria terkait status HGU PT Duta Palma Nusantara perlu dilaksanakan evaluasi dan peninjauan terhadap HGU tersebut, untuk meninjau ini kita akan panggil BPN. Surat pemanggilan sudah kita siapkan, mudah-mudahan menjelang berangkat ke Bengkalis (hadiri pembukaan MTQ tingkat provinsi, red) sudah terlaksana,” sebut Erlianto. Untuk mengevaluasi dan melakukan peninjauan terhadap HGU, menurut mantan Inspektur dan Kadisdukcapil Kuansing ini, perlu dilaksanakan rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait guna untuk mengumpulkan informasi atau data-data terkait HGU tersebut. “Untuk langkah awal, makanya kita akan panggil dulu pihak BPN untuk mengumpulkan data-data terkait HGU PT Duta Palma ini,” jelas Asisten I Setda Kuansing ini. Pemanggilan pihak BPN terkait HGU PT DPN ini, di samping mengantisipasi terjadinya konflik agraria di tengah masyarakat kata Erlianto, juga mengkaji proses perpanjangan HGU perusahaan tersebut. Proses kepengurusan perizinan dan juga perpanjangan HGU menurutnya, harus ada rekomendasi dari pemerintah daerah, dalam hal ini kepala daerah. HGU PT DPN yang perizinan perpanjangannya keluar beberapa tahun lalu sebutnya, tanpa ada rekomendasi dari bupati dan pemuka masyarakat. Untuk 2013 kata Erlianto, pihaknya merencanakan untuk membuat data base HGU seluruh perusahaan yang ada di Kuansing. ''Tahun depan, kita akan buat data base HGU seluruh perusaahaan. Data ini penting, terlebih lagi kita ingin menertibkan lahan perkebunan,” ujar Erlianto.(ade)
Sumber:http://www.riaupos.co/daerah.php?act=full&id=3354&kat=4

Ombudsman RI Soroti Konflik Lahan di Riau


13 Desember 2012\ PEKANBARU (RP)- Ombudsman Republik Indonesia menyoroti beberapa konflik lahan yang terjadi di Riau. Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah meminta Pemerintah Provinsi Riau untuk memfasilitasi dalam menyelesaikan masalah yang telah berlarut-larut tersebut. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Ombudsman RI, Azlaini Agus kepada Riau Pos, Rabu (12/12) usai melakukan rapat bersama Pemerintah Provinsi Riau dan instansi terkait di Kantor Gubernur Riau. Menurutnya, pertemuan dilakukan untuk menindaklanjuti tiga kasus yang menimbulkan konflik di masyarakat. ‘’Pertama mengenai kasus sengketa lahan di Titik Akar, Rupat. Pada kasus tersebut, terdapat lahan HGU yang masuk lahan masyarakat. Ini yang harus dituntaskan,’’ tutur Azlaini didampingi Ketua Ombudsman Riau, Ahmad Fitri. Polemik kedua adalah Konflik di Sinama Nenek dengan PTPN V. Untuk kasus ini, ninik mamak datang menuntut dan melapor ke Ombudsman RI. ‘’Dalam waktu dekat ini, kita akan melakukan langkah tindaklanjut dengan menemui Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Menteri BUMN, sehingga dapat dicarikan solusi terbaik,’’ ulasnya. Untuk kasus ketiga yang menjadi sorotan adalah polemik PT RAKA dengan masyarakat Danau Lancang. Untuk kasus ini, dia menyoroti legalitas dan proses administrasi yang kerap menjadi permasalahan di kemudian hari. ‘’Kita sudah dapat penjelasan dari Gubernur, Bupati Kampar dan BPN untuk hal tersebut. Jika cacat administrasi dalam prosesnya, maka secara aturan akan batal demi hukum,’’ tegas Azlaini.(rio)
Sumber:http://m.riaupos.co/berita.php?act=full&id=20948&kat=3

Konflik Agraria Butuh Keputusan Radikal Pemerintah


Jumat, 14 Desember 2012 JAKARTA--MICOM: Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sandrayati Moniaga berpendapat pemerintah perlu mengambil keputusan radikal dalam upaya penyelesaian berbagai sengketa dan konflik agraria. "Tanpa ada putusan yang radikal dari pemerintah, tidak mungkin kita menyelesaikan sengketa dan konflik agraria karena persoalan ini sudah laten," kata Sandra seusai menghadiri Semiloka yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Kamis (13/12). Sandra menjelaskan persoalan sengketa dan konflik agraria di Indonesia memiliki sejarah panjang semenjak masa penjajahan kolonial hingga saat ini. Oleh karena itu, menurut Sandra, diperlukan perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan yang salah guna menghindari pengulangan konflik disertai kekerasan dengan faktor penyebab serupa. "Ini warisan kolonial, juga kebijakan dari orde baru, kalau tidak ada koreksi terhadap kebijakan yang salah kita akan menghadapi terus konflik-konflik disertai kekerasan," ujar dia. Sandra juga menilai pemerintahan saat ini belum berani merumuskan kebijakan-kebijakan radikal yang diharapkan dapat menjadi jalan keluar penyelesaian atas konflik-konflik dan sengketa agraria. "Kita sudah melihat fakta begitu banyak korban, baik korban pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya maupun korban pelanggaran hak sipil dan politilk. Ratusan orang meninggal terbunuh dengan berbagai kejadian terkait sengketa agraria," kata Sandra. "Jadi inilah potretnya, potret bahwa memang pemerintahan yang sekarang belum berani membuat keputusan yang memang cukup radikal," tambah Sandra. Komisi Pemberantasan Korupsi mengadakan semiloka bertajuk Menuju Kawasan Hutan yang Berkepastian Hukum dan Berkeadilan di Balai Kartini, Jakarta. Semiloka tersebut dibagi menjadi tiga tema pembahasan yaitu Harmonisasi Regulasi dan Kebijakan Sumber Daya Alam, Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan yang Berkepastian dan Berkeadilan serta Resolusi Konflik dan HAM Atas Hutan. Sandrayati Moniaga selaku Komisioner Komnas HAM menjadi salah satu pembicara dalam tema Resolusi Konflik dan HAM Atas Hutan, bersama Anggota Komisi II DPR RI Budiman Sudjatmiko serta Direktur Epistema Institute Myrna Safitri. Selain itu hadir juga dalam acara tersebut Komisioner KPK Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, Dirjen Planologi Kehutanan Bambang Supijanto, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial Priyadi Kardono, Anggota Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Tjokorda Nirarta Samdhi serta akademisi Institut Pertanian Bogor Dones Rinaldi. (Ant/OL-2) Sumber:http://m.mediaindonesia.com/index.php/read/2012/12/14/369954/284/1/Konflik_Agraria_Butuh_Keputusan_Radikal_Pemerintah

LSM Scale Up Nilai Riau Paling Rentan Konflik Agraria di Sumatra

Kamis, 13 Desember 2012 PALEMBANG--MICOM: Semakin banyak kasus konflik agraria yang terus bergulir di tanah air, merupakan hasil dari inkonsistesi pemerintah terhadap pengelolaan tanah. Berdasarkan data dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Scale Up, Provinsi Riau merupakan provinsi dengan tingkat kerentanan konflik tertinggi dari empat daerah rawan konflik di Pulau Sumatra. Sumatra Selatan (Sumsel) sebagai salah satu daerah rawan konflik, tidak kurang dari 192.500 ribu hektare tanah yang berkonflik sepanjang 2011. Sementara data BPN yang diperoleh Media Indonesia, menyebutkan sepanjang 2011 sebanyak 14.337 ribu kasus pertanahan terjadi, baik antara masyarakat dan pengusaha, aparat penegak hukum, maupun sesama masyarakat. Guru Besar Kajian Resolusi Konflik Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Iskandar Zulkarnain, menjelaskan, konflik agraria akan terus ada bahkan akan semakin bergulir membesar jika tidak ada penangganan serius dari pemerintah "Konflik ini bisa meledak kapan saja, karena pemerintah setengah hati dalam upaya melakukan penyelesaian konflik yang banyak memakan korban jiwa," ungkapnya. Sumsel memiliki 51 kasus konflik agraria yang berada di 10 Kabupaten. "Yang baru selesai hanya 14 kasus, 24 kasus masih dalam penyelesaian, 13 sedang diproses dalam jalur hukum. Jika tidak segera di selasikan. akan meledak seperti yang terjadi di Lampung," jelasnya. (OL-10)
Sumber:http://m.mediaindonesia.com/index.php/read/2012/12/13/369863/126/101/LSM_Scale_Up_Nilai_Riau_Paling_Rentan_Konflik_Agraria_di_Sumatra

Pemkab Kampar Diminta Eksekusi PT RAKA


Jumat, 14 Desember 2012 08:42 WIB TRIBUNPEKANBARU.COM, TAPUNG HULU - Pernyataan Pemprov Riau melalui Asisten I Setdaprov Riau Abdul Latief yang menyebutkan bahwa PT. Riau Agung Karya Abadi (RAKA) terletak di wilayah Tapung Hulu, Kabupaten Kampar pada akhir Nopember 2012 lalu, menjadi kabar gembira bagi masyarakat. Pemkab Kampar diminta menepati janjinya untuk mengeksekusi perusahaan bermasalah tersebut. T. Hutapea yang diutus langsung oleh Lembaga Bantuan Hukum RI dari Jakarta untuk mendampingi masyarakat Danau Lancang, meminta Pemkab Kampar lebih respon terhadap perkembangan konflik yang terjadi. Dikatakan, setelah keluar pernyataan dari Pemprov, Pemkab Kampar belum menunjukkan reaksi yang signifikan. Itu disampaikannya, terkait janji Pemkab Kampar kepada masyarakat yang menyatakan bahwa Pemkab Kampar akan bertindak setelah ada kepastian dari Pemprov Riau soal tapal batas. Ia meminta agar tim yang dibentuk Pemkab secepatnya turun ke lokasi. "Konflik ini jangan dibiarkan semakin berlarut-larut," katanya pada Tribun, Kamis (13/12/2012) pagi. Sebelumnya, Abdul Latief mengatakan, Pemprov akan melakukan tinjauan ke lokasi untuk mengambil bukti lapangan. Setakat ini, bukti yang dimiliki adalah peta kerja kerja dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Selain itu, penetapan batas wilayah juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 yang dijabarkan dalam Peta Top 45 dan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Ruang Provinsi Riau. Selama ini, PT RAKA selalu mengklaim telah mendapat rekomendasi perizinan dari Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu. Menurut Hutapea, kajian LBH bahwa secara hukum, PT RAKA tidak memiliki legal standing di atas lahan bersengketa tersebut. "Bisa disimpulkan, rekomendasi perizinan yang dikeluarkan oleh Pemkab Rohul selama ini, berarti gugur dan tidak bisa digunakan," ujarnya. Dikatakan, pada dasarnya, konflik lahan di Danau Lancang sudah jelas. Tinggal lagi, tutur dia, apakah pemerintah mempunyai niat menyelesaikan konflik tersebut. Hutapea mengatakan, saat ini masyarakat gampang terpancing emosinya. Untung masyarakat masih bisa menahan diri. Ia mengungkapkan, Selasa (11/12/2012) lalu, sekelompok orang yang bergerak dari perusahaan merusak jembatan yang dibangun masyarakat dalam lahan konflik. Dikatakan, aksi pengrusakan itu didampingi dua oknum polisi dari Polsek Tapung Hulu. "Terakhir diketahui bernama Jamal Sibarani dan Simanjuntak," ujarnya. Kedua oknum polisi itu, kata dia, bukannya melarang. Malah membiarkan aksi tersebut. Hutapea mengatakan, masyarakat sempat menghubungi kedua oknum polisi itu setelah aksi pengrusakan. Pihaknya ingin mengklarifikasi keikutsertaan kedua oknum polisi tersebut. "Kami diperintahkan Kapolsek. Kalau mau, laporkan aja ke Propam Mabes Polri. Kami tidak takut," ujarnya menirukan perkataan oknum polisi itu dalam pembicaraan lewat sambungan seluler itu. "Rekaman pembicaraan itu ada sama kita," katanya. Salah seorang warga, Pendi menambahkan, agar konflik tersebut cepat diselesaikan. Ia mengancam, masyarakat akan melakukan aksi lebih brutal dari sebelumnya jika perusahaan tidak segera ditutup. "Jangan salahkan kami lebih brutal nanti. Perusahaan sesuka hatinya panen dan melakukan pengrusakan, tapi tidak ditindak. Sementara kami masyarakat, panen aja dilarang. Sudah itu, waktu ada aksi, kami ditangkapi. Kemana lagi kami cari keadilan?," katanya Pendi. (ndo) David dan Faozi Dituntut 1,6 Tahun Sidang terhadap perkara pemalsuan dokumen berupa surat tanah, sudah sampai pada tahap penuntutan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kicky Arityanto dan Sobrani Binsar Tambunan membacakan tuntutan pada sidang yang digelar, Kamis (13/12/2012). Kicky, pada Tribun mengungkapkan, kedua terdakwa yakni, David Silalahi dan Ahmad Faozi, sama-sama dituntut 1,6 tahun. Menurutnya, David Silalahi telah jelas menggunakan Surat Keterangan Tanah (SKT) palsu ketika menggugat Perdata PT RAKA beberapa waktu lalu. Sementara Faozi adalah terdakwa yang paling mengetahui bahwa SKT itu dipalsukan. Menanggapi tuntutan itu, pengacara kedua terdakwa Renta Manullang mengaku heran. Dikatakan, JPU tidak cermat mengikuti proses persidangan sebelumnya. Padahal jelas dalam keterangan terdakwa dan saksi, kata dia, bahwa mereka diarahkan dan kemudian menjadi korban. Ia meminta agar sama-sama berpikir jernih dengan hati nurani. Dikatakan, dalam perkara pemalsuan itu terlibat seorang dari pihak PT RAKA bernama Buang Manalu. Meski dijadikan tersangka, Buang Manalu tidak tahu keberadaannya dimana dan telah dijadikan DPO. "Yang memalsukan itu, tangan Buang Manalu. Cobalah dipikir. Memang dari awal, klien kami sudah dijebak. Kenapa tidak dari awal Buang Manalu ditangkap?," ujarnya. Renta berharap, para penegak hukum tersentuh hati nuraninya melihat penderitaan masyarakat yang sudah bertahun-tahun dan tak kunjung berakhir. "Lebih baik saya berbicara soal hati nurani sekarang. Soal hukum, saya yakin semua sudah pintar. Intinya, klien kami mencari keadilan di sini. Sudahlah lahannya dirampas, dipenjarakan lagi," ujar Renta. (*) Penulis : nando Editor : zid Source : Tribun Pekanbaru
Sumber:http://pekanbaru.tribunnews.com/mobile/index.php/2012/12/14/pemkab-kampar-diminta-eksekusi-pt-raka

80 Kerajaan & Lembaga Adat Se-Indonesia Ikuti Musyawarah Kerajaan

Minggu, 09 Desember 2012 23:46 WIB Bandung - Sebanyak 80 kerajaan dan lembaga adat Se-Indonesia mengadakan musyawarah agung dan sarasehan di Gedung Merdeka Bandung, Jalan Asia Afrika, Minggu (9/12/12). Musyawarah dan sarasehan diadakan dengan maksud untuk melestarikan nilai-nilai budaya serta membangun komitmen bersama dalam program pemeliharaan dan pengembangan budaya antardaerah. "Acara ini terselenggara oleh Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FKSN) dengan difasilitasi Yayasan Pamanah Rasa Nusantara yang merupakan majelis musyawarah persaudaraan keraton, kesultanan dan lembaga adat nusantara Jawa Barat (Jabar),"ucap RA Ikke Dewi Sartika selaku Ketua Panitia musyawarah agung dan sarasehan saat ditemui di Gedung Merdeka. Menurutnya, dari 156 kerajaan anggota FKSN hanya 80 kerajaan yang hadir dalam musyawarah agung dan sarasehan tersebut. "Yang hadir bukan hanya dari Indonesia saja, tetapi juga ada yang berasal dari luar negeri. Seperti kerajaan Selangor dan Brunei Darusalam. Mereka berstatus sebagai tamu saja,"ucap Ika. Sementara beberapa kerajaan daerah di Indonesia yang hadir adalah Gowa, Bali, Bone, Sinjai serta Yogyakarta. Dia mengatakan,yang hadir bukan hanya raja, tetapi juga perwakilannya baik keluarga kerajaan maupun lembaga adat. Acara dimulai sejak Sabtu (8/12) dengan rangkaian acara sarasehan, Prosesi musyawarah agung serta pembacaan hasil musyawarah serta penutupan dengan pembacaan rajah penutup pada Minggu (9/11). Kendati rangkaian acara berjalan lancar, Ikka mengeluhkan tak adanya alokasi dana dari Pemerintah Kota Bandung dan Pemerinta Provinsi Jabar untuk berlangsungnya acara."Tidak ada bantuan dari APBD, kami mengadakan acara secara swadaya bersama anggota,"katanya. Ke depan, Ikka menyatakan, tindak lanjut dari musyawarah dan sarasehan adalah pemembuatan buku terkait keraton kesultanan dan lembaga adat Nusantara serta komitmen bersama untuk mengusung Konferensi Asia Afrika Royal Meeting mengenai pemuliaan budaya daerah. Dari pemantauan, para peserta dari berbagai kerajaan tampak menggunakan pakaian adat masing-masing daerah. Mereka saling bersalaman serta berfoto bersama seusai penutupan acara. (007/PR)

Ukur Tanah, Sekurity Basko Group Ditodong Senpi

(Sabtu, 21 Januari 2012) Kegiatan pengukuran tahan yang dilakukan sekurity Basko Group memicu konflik. Seorang pria tiba-tiba datang menghalangi sambil menodongkan senjata api. Riauterkini-PEKANBARU-Bermakud hendak membicarakan masalah batas tanah antara milik PT Basko Group dengan milik Antoni di Jalan Soekarno Hatta ujung arah Kubang Raya. Torisman Lase (30) kordinator sekurity Basko Group justru ditodong senpi oleh Antoni. Tak terima akan hal itu, korban kemudian melaporkannya ke Mapolda Riau, Jum'at (20/1) siang. Dalam laporannya, kejadian pada Rabu (18/1) sekitar pukul 13.00 WIB siang itu, pelapor datang bersama rekannya yang lain ke rumah terlapor dengan tujuan untuk menanyakan batas tanah serta membicarakan kepemilikan surat-surat tanah milik terlapor karena bangunan yang didirikan terlapor dianggap telah melewati batas tanah miliknya dan masuk dalam area tanah milik Basko Group. Namun, saat korban menanyakan hal tersebut, terlapor tak dapat menunjukkan surat-surat tanah miliknya dan berdalih mengatakan semua surat tanah tersebut telah disimpannya di sebuah Bank. Karena pertemuan tersebut tak menemukan titik terang, terlapor kemudian berjanji kepada korban pada Sabtu (21/1) mendatang akan memanggil pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna mengukur batas tanah tersebut," ungkap korban kepada polisi. Selanjutnya, Mendengar janji yang telah disampaikan terlapor, korban beserta rekannya kemudian menyetujuinya untuk membicarakannya lagi nantinya. Setelah sama-sama menyepakati janji terlapor, akhirnya korban dan rekannya bergegas untuk pulang. Namun, baru sesaat akan naik ke dalam mobil yang dikendarainya, pelapor dan beberapa rekannya sempat melihat terlapor mengeluarkan sepucuk senpi dari pinggangnya. Karena ulahnya diketahui pelapor, terlapor dengan cepat menyimpan kembali senpi miliknya. Melihat hal tersebut, pelapor kembali mendatangi terlapor untuk menanyakan maksud perbuatannya mengeluarkan senpi tersebut. Namun, saat ditanya, terlapor tidak mau mengatakannya dan hanya menunjukkan surat izin kepemilikan senpi. Kabid Humas Polda Riau AKBP S Pandiangan kepada wartawan membenarkan adanya laporan perbuatan tidak menyenangkan yang diterima pihaknya. Saat ini laporan tersebut masih dalam pemeriksaan pihaknya.***(har)
Sumber : Riau terkini http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=43105

Rabu, 12 Desember 2012

Ombudsman: Perizinan PT RAKA Batal Demi Hukum

PEKANBARU-Wakil Ketua Ombudsman RI, Azlaini Agus mengungkapkan, semua perizinan PT RAKA harusnya batal secara hukum karena lahan PT RAKA masuk dalam wilayah Pemkab Kampar. Hal tersebut diungkapkannya usai melakukan pertemuan dengan Gubri yang diwakili Asisten I Setdaprov Riau Abdul Latif, Pemkab Kampar, Pemkab Rohul, BPN dan Kepala Dinas Kehutanan Riau Zulkifli Yusuf. Azlaini menjelaskan, izin yang dikeluarkan Pemkab Rohul berada di wilayah administrasi kabupaten lain. Karena itu harus ditelusuri kembali legalitas BPN Rohul memberikan Sertifikat Hak Milik. “Jadi, suatu perbuatan hukum yang cacat dalam prosedurnya, maka hasil akhirnya batal demi hukum dan itu prinsip hukumnya. Semua surat yang dikeluarkan Pejabat Pemkab Rohul itu batal demi hukum dan harus mencabutnya sebagai azas tata kelola hukum yang baik,” ungkapnya kepada Haluan Riau, Rabu (12/12) di Kantor Gubernur Riau. Azlaini juga menerangkan, laporan permasalahan lahan antara masyarakat Danau Lancang dengan PT RAKA kepada Ombudsman atas laporan masyarakat yang difasilitasi Kontras. “Kita tadinya sudah mendapatkan penjelasan dari Gubri, Bupati Kampar, BPN dan Kadishut . Yang menjadi persoalan, PT RAKA mendapatkan persetujuan dasar dari Pemkab Rohul. Padahal sekarang nyatanya lahan tersebut berada dan masuk di wilayah Kabupaten Kampar. Terjadi konflik karena Pemkab Kampar juga memberikan rekomendasi untuk satu kelompok tani di lahan yang sama,” terangnya. Suku Akik Selain itu Ombudsman juga mendesak Pemprov Riau segera menyelamatkan tanah Suku Akit di Desa Titik Akar Kecamatan Rupat Utara Kabupaten Bengkalis dari PT Marita Makmur Jaya. Azlaini menjelaskan, permasalahan sengketa lahan ini sudah lama terjadi dan juga sudah ada pertemuan. “PT Marita mendapat hampir 6.000 hektare HGU. Tapi HGU itu masuk dalam lahan desa suku asli di situ, yakni Akit yang ada di Desa Titik Akar," jelasnya. Dijelaskannya, gubernur sudah memulai usaha mediasi. Di DPD RI pun sudah ada kesepakatan bahwa PT Marita Makmur Jaya bersepakat mengeluarkan (inclave) 20 persen dari arealnya untuk masuk masyarakat. Juga dikatakan, proses HGU PT Marita Makmur Jaya itu ada juga menyimpang dari ketentuan hukum. Misalnya, adanya KUD Fiktif yang digunakan untuk mitra. Dalam KUD Rupat Jaya itu dicantumkan 3 ratusan nama anggota dengan alamat Desa Titik Akar, padahal mereka bukan penduduk Desa Titik Akar. “Nah, KUD fiktif itu sudah dijadikan persyaratan untuk mendapatkan izin usaha perkebunan yang dikeluarkan oleh Bupati Bengkalis pada tahun 2004 artinya izin itu dikeluarkan atas satu persyaratan fiktif,” terangnya. Selain KUD Fiktif, kata Azlaini, permasalahan lainnya HGU PT Marita Makmur Jaya juga belum dilakukan pelepasan kawasan hutan. Tanda tangan kepala desa ditanda tangani orang lain yang bukan kepala desa tersebut. “Jadi sebenarnya sudah banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan PT Marita Makmur Jaya,” tuturnya. Dikatakannya lagi, dikarenakan sekarang PT Marita Makmur Jaya itu sudah diberikan HGU, Ombudsman ingin Desa Titik dikeluarkan (inclave). Meskipun sudah ada kesepakatan dengan DPD RI untuk dilakukan inclave 20 persen. “Kita hanya ingin desa titik akar itu di-Inclave dari sana, karena Penduduk Desa Titik Akar salah satu penduduk asli di Riau , yakni Suku Akit yang merupakan salah satu asset Riau dan tidak mungkin pindah kemana-mana karena nenek moyang mereka berumah disitu, tinggal disitu ,” terangnya. “Jadi kalau memang ada kesepakatan dengan DPD RI bahwa sepakat diinclave 20 persen dari lahan HGU tersebut. Kita tetap meminta semua HGU dari perusahaan itu. Jadi desa itu tetap ada,” imbuhnya. Kemudian juga menyelesaikan lahan seluas 2.800 hektare di Desa Sinamanenek yang dikuasai PTPN V sejak 2007 lalu dikembalikan kepada masyarakat. Pasalnya, lahan tersebut sama sekali tidak termasuk HGU PTPN V. Untuk penyelesaiannya Ombudsman juga berencana menemui Menteri BUMN dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Azlaini menjelaskan, permasalahan kasus antara Penduduk Desa Sinamanenek dengan PTPN V ini dilaporkan kepada Ombudsman yang difasilitasi dengan Kontras. Yang intinya ada 2.800 hektare yang dikelola oleh PTPN V di Desa Sinamanenek. “Tetapi itu di luar HGU mereka. Intinya selama ini PTPN V melakukan bisnis di atas lahan yang bukan milik mereka. Nah, inilah yang digugat Penduduk Sinamanenek dan Pemerintah melalui BPN tidak perlu mengeluarkan HGU 2.800 hektare tersebut dan sekarang masyarakat menuntut hak masyarakat adat,” jelasnya. Selanjutnya untuk penyelesaiannya, kata Azlaini, Ombudsman akan menemui BPN dan Menteri BUMN agar menindaklanjuti permasalahan HGU PTPN V yang sama sekali tidak berada di Desa Sinamanenek. “Intinya, PTPN itu seharusnya tidak melakukan investasi di lahan yang memang bukan hak mereka. Kita akan tindaklanjuti dengan menemui BPN dan Menteri BUMN untuk tindak lanjut penyelesaiannya. Kita ingin lahan yang 2.800 ha itu dikembalikan kepada masyarakat dan masyarakat bisa mengembalikan aset perusahaan yang telah ada dengan mekanisme melalui perbankan dan saya rasa itu tidak sulit," urainya. Dalam pertemuan tersebut. Ombudsman meminta bantuan dan fasilitasi agar tiga permasalahan konflik lahan di Riau yang diterima Ombudsman agar diselesaikan. “Jadi, kami hari ini meminta bantuan dan fasilitasi dari gubernur dan sudah ditunjuk Asisten I sebagai perkawilannya. Pertemuan ini untuk melihat perkembangan dan tindak lanjut dari aduan tiga kasus lahan yang kami terima,” terangya. Sementara itu, Asisten I Sekdaprov Riau, Abdul Latif menyebutkan, jika permasalahan konflik lahan PTPN V dengan masyarakat Desa Sinamanenek sudah terjadi sejak tahun 2007 lalu. (rud) Sumber: http://haluanriaupress.com/index.php/news/halaman-01/12533-ombudsman-perizinan-pt-raka-batal-demi-hukum.html Thursday, 13 December 2012

Selasa, 11 Desember 2012

4005 Konflik Pertanahan di Indonesia Belum Diselesaikan

BPN: JAKARTA - Badan Pertahanan Nasional (BPN) mencatat terdapat 4.005 kasus sengketa dan konflik pertahanan di Indonesia yang belum diselesaikan. Oleh karena itu, saat ini sedang diupayakan untuk mempercepat penyelesaian kasus-kasus tersebut. Menurut Kepala Pusat Hukum dan Humas BPN, Kurnia Toha jumlah tersebut adalah setengah dari jumlah keseluruhan konflik dan sengketa tanah selama beberapa tahun yaitu sekitar 8000 kasus yang sudah diselesaikan sebagian.

"Kasus tanahnya bermacam-macam ya, ada sengketa antarperusahaan, individu dengan perusahaan, dan antara masyarakat dengan perusahaan. Kami memprioritaskan penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan masyarakat secara luas," ujar Kurnia dalam jumpa pers di gedung BPN, Jakarta Selatan, Senin (24/9). Jumpa pers ini sendiri berkaitan dengan Hari Tani Nasional dan HUT Agraria. Dalam pemaparan ini ia tidak memaparkan secara detail konflik-konflik yang terjadi saat ini.

"Kenapa win-win solution ya karena satu sama lain harus mengalah. Kalau tidak ada yang mau mengalah, konflik pertanahan di Indonesia tidak akan selesai. BPN bertindak sebagai mediator," sambungnya.

Untuk menyelesaikan konflik dan sengketa pertanahan ini, BPN membentuk Tim 11 dan ad hoc. Tugas tim ini adalah menyelesaikan konflik, menjadi mediator antarpihak yang bersengketa dan mengawasi jalannya penyelesaian sengketa. Hasil Tim 11 ini berupa rekomendasi yang juga diberikan pada instansi terkait untuk menyelesaikan konflik pertanahan.

"Tidak ditetapkan target waktu penyelesaiannya secara khusus, tapi Kepala BPN tadi sudah menegaskan pada semua kanwil di daerah agar menetapkan target penyelesaian konflik di daerah masing-masing. Jangan sampai berlarut dari tahun ke tahun," paparnya.

Menanggapi unjukrasa ribuan petani di depan Gedung BPN, Kurnia mengatakan konflik  yang dihadapi petani termasuk salah satu dari jumlah sengketa tanah yang akan diselesaikan oleh BPN.

"Kami berharap tidak ada lagi demo seperti ini. Dengan adanya banyak demo berarti masih banyak kasus konflik tanah yang belum selesai. Kita berharap konflik tanah bisa segera diselesaikan, agar petani dan masyarakat juga diuntungkan," pungkas Kurnia.(flo/jpnn)
 
Sumber:http://www.jpnn.com/read/2012/09/24/140816/BPN:-4005-Konflik-Pertanahan-di-Indonesia-Belum-Diselesaikan-

tanah untuk keadilan

tanah untuk keadilan

Visitor

Flag Counter

Bertuah

Blogger Bertuah