Lakukanlah sesuatu itu karena itu memang baik untuk dilakukan, bukan karena apa yang akan kamu dapatkan.

Rabu, 12 Februari 2014

Rebut Lahan Diserobot, Ratusan Warga Inhil Duduki Lahan PT THIP

Rabu, 12 Pebruari 2014 13:01

Ancaman petani Inhil menduduki lahan PT THIP tak sekedar gertak sambal. Ratusan massa datang untuk merebut lahan yang diserobot perusahaan asal Malaysia tersebut.

Riauterkini-TANJUNG SIMPANG-Sekitar 500-an massa petani Desa Tanjung Simpang, Kec. Pelangiran saat inI sudah menduduki lahan mereka dI areal PT THIP.

Ratusan massa ini sebelum bergerak menuju lokasi terlebih dahulu berkumpul di pelabuhan Desa Tanjung Simpang, kemudian dengan menggunakan beberap unit pompong bertolak menuju lokasi kebun di Kanal 25 Simpang Kiri, kebun PT THIP.

Setibanya di lokasi mereka langsung 'menguasai' lahan mereka yang diserobot PT THIP. Massa meminta perusahaan sawit asal Malaysia ini mengembalikan lahan mereka, kalau tidak lahan ini akan terus diduduki.

"Kami tetap duduki lahan ini, sampai ada komitmen dari PT THIP untuk mengembalikan lahan kami ini," sebut Sudarto alias Kopak, Rabu (12/2/14).

Aksi pendudukan lahan ini tidak mendapatkan 'perlawanan' dari perusahaan. Tampak puluhan personil kepolisian hanya mengamankan jalannya aksi ini.

Untuk diketahui, Selasa (1/2/14) pihak Pemkab Inhil telah mengadakan Rakor membahas masalah konflik lahan petani dengan perusahaan di Inhil. Dimana, terhadap konflik lahan petani Tanjung Simpang dan PT THIP, pihak Pemkab Inhil akan melakukan inventarisir lahan petani yang masih bermasalah dengan perusahaan, untuk kemudian dicarikan solusinya.***(mar) 


Sumber:riauterkini.com

Minggu, 09 Februari 2014

Kemenhut Tolak Kerja Sama Anak Usaha APP

Pekanbaru,   (Antarariau.com) - Greenomics Indonesia menyatakan Kementerian Kehutanan menolak kerja sama operasional dengan dua anak usaha kelompok perusahaan Asia Pulp and Paper (APP) yakni PT Arara Abadi dan PT Wirakarya Sakti.

"Permohonan itu diajukan tiga bulan setelah APP meluncurkan "forest conservation policy" atau kebijakan konservasi hutan pada  Februari 2013," ujar Koordinator Program Nasional Greenomics  Vanda Mutia Dewi melalui telepon seluler dari Pekanbaru, Jumat.

Para perusahaan kelompok APP tersebut, lanjut dia, yakni PT Perawang Sukses Perkasa Industri, PT Ruas Utama Jaya, PT Rimba Mandau Lestari yang berada di Riau. Sedangkan PT Rimba Hutani Mas berada di Jambi dan PT Rimba Hutani Mas yang berada di Sumatera Selatan.

Kelima perusahaan tersebut sekaligus membuktikan bahwa pemasok bahan baku independen yang disebut APP, ternyata adalah anak usaha langsung dari perusahaan yang memproduksi pulp dan kertas yakni PT Arara Abadi dan PT Wirakarya Sakti.

Akhirnya permohonan persetujuan itu ditolak Kemenhut setelah melakukan pemantauan oleh Direktorat Jenderal Hutan Tanaman Kemenhut serta membongkar fakta bahwa perusahan-perusahaan tersebut terkait langsung dengan APP.

"Selanjutnya, pihak Kemenhut meminta agar APP tidak lagi mengajukan permohonan kerja sama operasional serupa untuk perusahaan-perusahaan yang diklaim sebagai pemasok-pemasok independen," katanya.

Dalam laporan satu tahun pelaksanaan kebijakan konservasi hutan APP, Greenomics menyerukan agar perusahaan raksasa pada industri kertas itu tidak lagi menyembunyikan status perusahaan pemasok bahan bakunya yang terbukti membabat hutan alam dan gambut.

Pihaknya juga meminta agar "rainforest alliance" tidak melakukan audit terhadap kebijakan APP selama belum ada kejelasan tentang status hukum perusahaan-perusahaan yang disebut APP sebagai pemasok independen.

"Kami harap laporan ini bisa menjadi rujukan bagi semua pemangku kepentingan tentang status hukum perusahaan yang selama ini ditutupi sebagai pemasok independen oleh APP," ucap Vanda.

Market Transformation Leader World Wildlife Fund (WWF) Aditya Bayunanda mengatakan hingga kini kebijakan konservasi hutan APP belum menyentuh bagaimana mengganti kerusakan hutan yang telah dilakukan.

Dia juga mengingatkan perusahaan itu telah membuka hutan alam seluas lebih dari 2,6 juta hektare.

"APP seharusnya bertanggungjawab karena mewariskan hutan rusak yang sangat luas," katanya.

Dengan sejarah perusakan hutan yang kelam, APP bukanlah model yang layak ditiru perusahaan pulp dan kertas lain.

"APP baru menyatakan berhenti membabat hutan alam setelah hutannya habis. Jika kampanye ala itu ditiru perusahaan lain, maka bisa membahayakan masa depan hutan Indonesia," tegasnya.

Kamis, 06 Februari 2014

Greenomics : Komitmen Kelestarian APP Dipertanyakan

Kamis, 6 Februari 2014
 
Jakarta -  Greenomics Indonesia menyatakan kebijakan konservasi hutan kelompok Asia Pulp and Paper (APP)  dalam perspektif hukum masih harus dipertanyakan.  
Laporan terbaru Greenomics soal satu tahun pelaksanaan Kebijakan Konservasi Hutan APP yang dirilis di Jakarta, Rabu menyebutkan sejumlah perusahaan yang diklaim pemasok independen, terbukti adalah anak usaha dari raksasa industri bubur kertas itu.
Koordinator Nasional Greenomics Vanda Mutia Dewi menyatakan, pihaknya menyerukan agar APP tidak lagi menyembunyikan status perusahaan pemasok bahan bakunya yang terbukti membabat hutan alam dan gambut.

Greenomics juga meminta agar Rainforest Alliance, tidak melakukan audit terhadap kebijakan APP selama belum ada kejelasan tentang status hukum perusahaan-perusahaan yang disebut APP sebagai pemasok independen.

"Kami harap laporan ini bisa menjadi rujukan bagi semua pemangku kepentingan tentang status hukum perusahaan yang selama ini ditutupi sebagai pemasok independen oleh APP," katanya.
APP melansir Peta Jalan Kelestarian 2020 (Sustainability Roadmadp 2020 and Beyond) pada Juni 2012, yang mana saat itu, perusahaan tersebut menyatakan akan menghentikan pembukan hutan alam dan gambut di areal konsesinya, yang luasnya mencapai 1,08 juta hektare.

Namun, lanjutnya, kebijakan tersebut tidak menyentuh konsesi perusahaan yang disebutnya sebagai pemasok independen, bahkan pembukaan hutan alam dan gambut pada sekitar 30 perusahaan pemasok independen dengan luas konsesi mencapai 1,55 juta hektare pun terus dilanjutkan.
Kemudian, pada dokumen Kebijakan Konservasi Hutan APP yang dilansir Februari 2013, penghentian pembukaan hutan alam memang mencakup areal perusahaan pemasok independen.
"Namun sayangnya sebagian besar hutan alam dan gambut di pemasok independen tersebut sudah terlanjur habis. Fakta ini seharusnya tidak boleh dilupakan," kata Vanda.

Bukti bahwa pemasok independen ternyata adalah anak usaha langsung dari APP terlihat jelas saat lima pemasok besar APP yaitu PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI), PT Ruas Utama Jaya (RUJ), PT Rimba Mandau Lestari, PT Rimba Hutani Mas (Jambi) dan PT Rimba Hutani Mas (Sumatera Selatan) mengajukan permohonan persetujuan kepada Kemenhut untuk melaksanakan kerjasama operasional dengan dua anak usaha APP yaitu PT Arara Abadi dan PT Wirakarya Sakti.
Permohonan tersebut diajukan tiga bulan setelah APP meluncurkan Kebijakan Konservasi Hutan.
Permohonan persetujuan tersebut, ungkap Vanda, ditolak Kemenhut setelah pemantauan yang dilakukan Direktorat Jenderal Planologi Kemenhut membongkar fakta bahwa perusahan-perusahaan tersebut terkait langsung dengan APP.

"Kemenhut pun selanjutnya meminta agar APP tidak lagi mengajukan permohonan kerjasama operasional serupa untuk perusahaan-perusahaan yang diklaim sebagai pemasok pemasok independen," ujar dia.
Vanda menyatakan, APP sepantasnya menyingkap status hukum seluruh perusahaan pemasoknya.
Dia mengingatkan APP seharusnya menyadari penolakan Kemenhut terhadap permohonan yang diajukan pemasoknya punya implikasi hukum jika tidak ada pengakuan terhadap apa yang sudah diampaikan dalam dokumen permohonan.
Sementara itu, Market Transformation Leader WWF Indonesia Aditya Bayunanda menyatakan  hingga kini kebijakan konservasi hutan APP belum menyentuh bagaimana mengganti kerusakan hutan yang telah dilakukan.

Dia mengingatkan, APP telah membuka hutan alam seluas lebih dari 2,6 juta hektare sebelumnya."APP seharusnya bertanggungjawab karena mewariskan hutan rusak yang sangat luas," kata dia.

Aditya melanjutkan dengan sejarah perusakan hutan yang kelam,  APP bukanlah model yang layak ditiru oleh perusahaan pulp dan kertas lain.
"APP baru menyatakan berhenti membabat hutan alam setelah hutannya habis. Jika kampanye ala APP ditiru perusahaan lain, bisa membahayakan masa depan hutan Indonesia," katanya. (ant)

Sumber:pekanbaru.tribunnews.com

tanah untuk keadilan

tanah untuk keadilan

Visitor

Flag Counter

Bertuah

Blogger Bertuah