Lakukanlah sesuatu itu karena itu memang baik untuk dilakukan, bukan karena apa yang akan kamu dapatkan.

Selasa, 21 Januari 2014

10 Tahun Rezim SBY: Kekerasan Warnai Konflik Agraria, Korban Jiwa Naik 525%!

Jumat, 17 Januari 2014

SUARAAGRARIA.COM JAKARTA, SACOM - Sebentar lagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengakhiri masa baktinya. Menjadi pertanyaan, apa yang akan diwariskan periode kekuasaan SBY di bidang Hak asasi rakyat dan petani soal kebijakan agraria nasional?

“Sepanjang kekuasaan SBY, rakyat khususnya mereka para petani, perempuan dan masyarakat adat setiap hari semakin kehilangan tanah dan air mereka serta jauh dari pemenuhan hak asasi petani,” tegas Iwan Nurdin, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria. “Jatuhnya korban jiwa akibat konflik agraria tahun ini juga meningkat drastis sebanyak 525%,” papar Iwan.

Tahun lalu korban jiwa akibat konflik agraria sebanyak 3 orang petani. Memperihatinkan, pada tahun 2013 ini korban jiwa tercatat 21 orang. Sebanyak 30 orang tertembak, 130 orang mengalami penganiayaan dan 239 orang ditahan oleh aparat keamanan.

“Meningkatnya jumlah korban tewas dalam konflik agraria tahun ini sangat memprihatinkan dan menandakan bahwa masyarakat telah menjadi korban langsung dari cara-cara ekstrim dan represif pihak aparat keamanan (TNI/Polri),” terang Iwan lagi.

Korps kepolisian merupakan instrumen pemerintah yang paling banyak terlibat dalam kekerasan dalam menangani konflik agraria sepanjang tahun 2013 ini, yakni 47 kasus, diikuti oleh TNI, 9 kasus.

Yang menyedihkan adalah keterlibatan organ non-pemerintah yang ikut-ikutan menangani konflik agraria. Berdasarkan catatan KPA penanganan dengan cara kekerasan oleh pihak keamanaan perusahaan mencapai 29 kasus. Kasus yang paling dekat adalah soal pembangunan waduk bubur gadung, dimana preman ikut-ikutan menganiaya petani.

Menanggapi data tersebut, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI), Hendry Saragih sangat sedih.  

“Serikat Petani Indonesia menilai Rezim SBY bukan saja tidak mampu menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi petani, namun secara massif memproduksi pelanggaran Hak Asasi Petani baru secara pesat,” tegas Henry.

Data itu tentu saja sangat bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang ikut sebagai pendukung Deklarasi Hak Asasi Petani di Dewan HAM PBB yang di usulkan SPI sebagai hasil konferensi Hak Asasi Petani dan Pembaruan Agraria yang diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2001 silam.  

Apa yang diwariskan SBY di atas telah mengokohkan akar masalah agraria nasional berupa ketimpangan penguasaan, pemilikan dan pengusahaan sumber-sumber agraria, yang menimbulkan konflik agraria tak berkesudahan serta kerusakan lingkungan hidup yang semakin meluas.

“Praktis, agenda reforma agraria tidak pernah dijalankan selama pemerintahan SBY berkuasa,” tegas Hendry. 


Sumber:suaraagraria.com

Sabtu, 18 Januari 2014

10 Tahun Rezim SBY: Hampir Tiap Hari Ada Kasus Konflik Agraria di Tahun 2013

Tahun Rezim SBY: Hampir Tiap Hari Ada Kasus Konflik Agraria di Tahun 2013

tanah untuk petani
JAKARTA, SACOM - Pengabaian agenda reformasi agraria menelan korban. Pengabaian juga menyebabkan jumlah kasus konflik agraria meningkat tajam jika dibandingkan dengan jumlah tahun 2012 lalu. Luas areal konflik juga semakin besar saja.

Berdasarkan catatan KPA, sepanjang tahun 2013 terdapat 369 konflik agraria dengan luasan mencapai 1.281.660.09 hektar (Ha) dan melibatkan 139.874 Kepala Keluarga (KK).

“Artinya hampir setiap hari terjadi lebih dari satu konflik agraria di tanah air, yang melibatkan 383 KK (1.532 jiwa) dengan luasan wilayah konflik sekurang-kurangnya 3.512 Ha,” terang Iwan Nurdin, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria.  

Angka itu juga berarti menunjukkan bahwa ada tren peningkatan kuantitas kasus dan luas area konflik agraria jika dibandingkan dengan tahun 2012.

Jumlah konflik agraria naik 171 kasus, jika dibandingkan tahun 2102 yang berjumlah 198 kasus. Luas areal konflik juga mengalami peningkatan hebat, dari 318.248,89 Ha menjadi 1.281.660.09 Ha di tahun 2013 ini.

Lalu jumlah korban tewas mencapai 21 orang, 30 tertembak, 130 menjadi korban penganiayaan serta 239 orang ditahan oleh aparat keamanan.

“Jatuhnya korban jiwa akibat konflik agraria tahun ini juga meningkat drastis sebanyak 525%. Tahun lalu korban jiwa dalam konflik agraria sebanyak 3 orang petani, sementara di tahun ini konflik agraria telah menimbulkan korban jiwa sebanyak 21 orang. Sebanyak 30 orang tertembak, 130 orang mengalami penganiayaan dan 239 orang ditahan oleh aparat keamanan,” terang Iwan.

“Meningkatnya jumlah korban tewas dalam konflik agraria tahun ini sangat memprihatinkan dan menandakan bahwa masyarakat telah menjadi korban langsung dari cara-cara ekstrim dan represif pihak aparat keamanan (TNI/Polri), pamswakarsa perusahaan, dan juga para preman bayaran perusahaan dalam konflik agraria,” terang Iwan lagi.

Berdasarkan Laporan Akhir Tahun 2013 KPA, pelaku kekerasan dalam konflik agraria sepanjang tahun 2013 didominasi oleh aparat kepolisian sebanyak 47 kasus, pihak keamanaan perusahaan 29 kasus dan TNI 9 kasus.

Dilihat dari cakupan korban yang melibatkan keluarga (petani/komunitas adat/nelayan), dapat dipastikan bahwa perempuan dan anak-anak merupakan kelompok rentan menjadi korban dari konflik agraria berkepanjangan.

Lalu, lanjut Iwan, dari ratusan kasus konflik itu, yang paling sering terjadi adalah pada sektor perkebunan, 180 konflik. Namun meski perkebunan adalah sektor terbanyak kasus konflik agrarianya, dalam hal luasan area konflik, kawasan kehutanan ternyata merupakan area konflik agraria terluas yaitu 545.258 Ha, diikuti perkebunan seluas 527.939,27 Ha, dan sektor pertambangan seluas 197.365,90 Ha.

Sedangkan provinsi terbanyak dalam hal kasus konflik agrarianya adalah Sumatera Utara, diikuti Jawa Timur, Jawa Barat dan Riau. Namun, menurut Iwan, bukan berarti ketiga provinsi tersebut riil terbanyak kasus konflik agrarianya. Sebab, bisa jadi provinsi lain tinggi kasus konfliknya, hanya saja mungkin belum meletus pada tahun 2013 ini. Mengapa? karena sesungguhnya setiap provinsi “menyimpan” potensi konflik agraria.  

Jadi jika ditotal selama SBY memimpin negara ini sejak 2004 telah terjadi 987 konflik agraria dengan areal konflik seluas 3.680.974,58. Sedangkan total jumlah KK yang menderita akibat konflik agraria mencapai 1.011.090. Memprihatinkan!

Sumber:suaraagraria.com

Kamis, 02 Januari 2014

Warga Minta Ketua DPD Membantu Selesaikan Konflik

02 January 2014


Berita Terkait:

Kuantan Singingi,  (Antarariau.com) - Ketua DPD RI Abdul Gafar diterima dengan baik sejumlah masyarakat Hulu Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, bahkan warga sempat menyampaikan keluhan terkait konflik perampasan tanah warga oleh perusahaan yang dapat menyengsarakan masyarakat.


Pertemuan di halaman Pasar Lubuk Ambacang, digunakan warga untuk berkeluh kesah, mengadukan konflik sengketa lahan di kawasan hutan Sumpu yang hingga kini belum juga tuntas walaupun persoalan ini sudah menjadi isu nasional dan dilaporkan ke penek hukum.


"Mencapai  16 ribu hektar tanah ulayat milik masyarakat adat Hulu Kuantan, kini telah dirampas oleh pemilik modal besar," kata ketua Forum hak Adat Hulu Kuantan melalui sekretarisnya  Kosasih di Taluk, Kamis.

 
Dikatakannya,  dengan kedatangan salah sastu Ketua DPD RI ini membuat masyarakat lega dan berharap persoalan didaerah dapat diselesaikan, karena selama ini persoalan tanah yang dirampas perusahaan menjadi bumerang bagi warga setempat yang dapat mengancam kesejahteraan warga kedepannya.


Akibatnya masyarakat adat Hulu Kuantan kini tidak lagi memiliki sejengkalpun tanah di kawasan tersebut karena sudah dikuasai pihak asing. Sekarang kami sudah menjadi penonton dikampung sendiri.

  
" Lahan di kawasan Sumpu itu mayoritas dikuasai PT Merauke, Padahal PT Merauke merupakan perusahaan yang bergerak secara ilegal di wilayah Kuansing," ucapnya.


Menanggapi hal itu, Abdul Gafar Usman meminta masyarakat adat membuat laporan secara tertulis kepada lembaganya agar dapat disikapi segera sehingga persoalan ini tidak berlarut - larut yang dapat mensengsarakan masyarakat.

 
" laporannya kirim ke saya, insya Allah kami akan mengusutnya hingga tuntasn," tegasnya.

         Menurut Gafar, permasalahan yang dialami masyarakat adat Hulu Kuantan hampir sama dengan sengketa yang dialami oleh Kabupaten Kampar dan Inhu, sejumlah pengaduan disampaikan oleh masyarakat.


Pengusutan kepemilikan sejumlah lahan di kawasan Sumpu, Kecamatan Hulu Kuantan semakin tak jelas. Pasalnya, semenjak 2001 lampau, ribuan hektar lahan milik masyarakat adat Hulu Kuantan kini dikuasai sejumlah pengusaha.

 
Sementara pihak berwenang seperti Dinas Kehutanan provinsi maupun kabupaten terkesan diam. Padahal menurut aturan, kawasan HPT tidak boleh diperjualbelikan, apalagi di lahan tersebut sebahagian terdapat kawasan hutan lindung.
Asripilyadi
COPYRIGHT © 2014
Sumber :antarariau.com

 

Rabu, 01 Januari 2014

Hutan Sumpu Dikuasai Perusahaan, Warga Hulu Kuantan Mengadu ke DPD RI

Rabu, 1 Januari 2014

Hutan masyarakat adat Hulu Kuantan diserobot pemodal kuat, sehingga mereka hanya jadi penonton di negeri sendiri. Masyarakat curiga ada oknum yang 'bermain' di sana.

 

Riauterkini-TELUK KUANTAN- Silaturahmi Ketua DPD RI Abdul Gafar dengan masyarakat Hulu Kuantan, Rabu (1/1/14) di halaman Pasar Lubuk Ambacang, digunakan warga untuk berkeluh kesah, mengadukan sengketa lahan di kawasan hutan Sumpu yang hingga kini belum juga tuntas.

"Ada sekitar 16 ribu hektar tanah ulayat milik masyarakat adat Hulu Kuantan, kini telah dirampas oleh pemilik modal besar. Sehingga masyarakat adat Hulu Kuantan kini tidak lagi memiliki sejengkalpun tanah di kawasan tersebut karena sudah dikuasai pihak asing. Sekarang kami sudah menjadi penonton dikampung sendiri," ujar ketua Forum Hak Adat Hulu Kuantan, Raja Rapuas di hadapan Abdul Gafar menjelaskan.
 

Tidak hanya Rapuas, Sekretaris Forum Hak Adat Kosasih juga tidak mau ketinggalan. Kata Kosasih, yang menguasai ribuan hektar lahan di kawasan Sumpu itu mayoritas PT Merauke. Padahal menurut Kosasih, PT Merauke merupakan perusahaan yang bergerak secara ilegal di wilayah Kuansing.

"Mereka menguasai ribuan lahan di wilayah tersebut tanpa memiliki izin dari pemerintahan daerah. Lucunya, Pemerintahan daerah malah berdiam diri selama ini. Kami curiga dengan pihak terkait, jangan-jangan ada oknum yang 'bermain' disana," papar Kosasih.

Menanggapi hal itu, Abdul Gafar Usman meminta masyarakat adat membuat laporan secara tertulis kepada lembaganya. "Kirim ke saya, insya Allah kami akan mengusutnya hingga tuntasn" katanya.

Sambung Gafar, permasalahan yang dialami masyarakat adat Hulu Kuantan hampir sama dengan sengketa yang dialami oleh Kabupaten Kampar dan Inhu. "Kami banyak terima pengaduan masalah sengketa lahan ini, seperti di Kampar dan Inhu," jelasnya.

Kata Gafar, sebagai fungsi legislasi di lembaga DPD, dirinya dalam menyelesaikan masalah ibarat "berjenjang naik, bertangga turun". Artinya, setelah menerima laporan dari massyarakat, pihaknya terlebih dahulu menelaah dan merunutnya mulai dari tingkat kabupaten, Provinsi baru di level DPD.

Sekedar diketahui, pengusutan kepemilikan sejumlah lahan di kawasan Sumpu, Kecamatan Hulu Kuantan semakin tak jelas. Pasalnya, semenjak 2001 lampau, ribuan hektar lahan milik masyarakat adat Hulu Kuantan kini dikuasai sejumlah pengusaha, sementara pihak berwenang seperti Dinas Kehutanan provinsi maupun kabupaten terkesan diam. Padahal menurut aturan, kawasan HPT tidak boleh diperjualbelikan, apalagi di lahan tersebut sebahagian terdapat kawasan hutan lindung.

"Memang ada beberapa kali dari Dinas Kehutanan Kuansing datang langsung ke lokasi kawasan, tapi mereka hanya meninjau, sementara tindakan yang konkrit belum ada kami tengok," ujar salah seorang tokoh pemuda Hulu Kuantan, Noprijon menjelaskan.***(dri) 


Sumber:riauterkini.com

Berita Terkait:  
Hutan Sumpu dalam Status Quo Ratusan Warga Minta PT Merauke Hentikan Aktivitas 
Kadis Kehutanan Kuansing Janji Selesaikan Kasus Hutan Sumpu
Tuntaskan Penyerobotan Lahan Sumpu, Semua Aktifitas Harus Dihentikan
PT Merauke, Perusahaan Pupuk Ikut Merambah HPT Sumpu Kuansing
Masyarakat Selalu Dirugikan Akibat Konflik

Ditolak MK, KCUM Kini Gugat SK HGU PT. TPP Ke PTUN

01 January 2014
Rengat, (Antarariau.com) - Setelah ditolak Mahkamah Konstitusi,   Koperasi Cipta Usaha Mandiri (KCUM)  Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau kembali menggugat ke PTUN untuk uji materil SK BPN tahun 2013 tentang perpanjangan HGU PT Tunggal Perkasa Plantations.
       
"Surat MK tertanggal 28 Novenber 2013 isinya menolak permohonan KCUM," kata Hatta Munir Wakil Warga Masyarakat Indragiri Hulu, di Rengat, Rabu.
       
Ia mengatakan, berdasarkan arahan Ketua MK tidak dapat memenuhi permohonan pihak KCUM, karena permasalahan pengujian materil SK HGU yang diterbitkan BPN bukan termasuk dalam kewenangan MK.
       
Dalam surat MK itu pihak KCUM disarankan untuk  melakukan pengujian atas SK HGU tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau pengadilan dalam Mahkamah Agung sesuai dengan tugas pokok masing masing.
       
"Saya akan terus melanjutkan gugatan ke PTUN Jakarta, gugatan itu telah diterima dan mulai disidangkan pekan lalu," tegasnya.
       
Menurut Hatta, jika Keputusan Presiden (Keppres) atas Pengangkatan Patrialis Akbar dianggap bertentangan dengan UU bisa dibatalkan di PTUN, tidak menutup kemungkinan SK No 90/HGU/BPN-RI/2013 tentang perpanjangan HGU PT TPP juga bisa dibatalkan PTUN.
       
Gugatan masyarakat Kecamatan Pasirpenyu, Lirik dan Sugai Lala yang tergabung dalam wadah KCUM di PTUN Jakarta bakal berhasil. Dia meminta kepada seluruh anggota KCUM dapat bersabar dan berdoa agar putusan PTUN Jakarta berpihak kepada masyarakat.
       
Semua anggota yang turut berjuang bersabar dan senantiasa berdoa.
       
Perjuangan itu dalam rangka membantu masyarakat untuk mendapatkan lahan kebun kelapa sawit minimal 20 persen dari luasan HGU PT TPP sebagaimana di amanatkan Permentan.
Asripilyadi
COPYRIGHT © 2014

Sumber:antarariau.com

Berita Terkait :

polres inhu buru dpo kasus bentrok
Dampak Bentrok di PT TPP, Murid SMKN 1 Pasir Penyu Inhu Batal Praktek
Polisi Tak Tegas di Inhu, Anarki Oknum Warga Makin Besar 
Sukmayanto mengatakan, aksi anarkis oknum warga bukan kali ini terjadi. Menurut dia, hal itu terus berulang akibat ketidaktegasan aparat kepolisian
Konflik Lahan, Karyawan PT.TPP Bentrok dengan Warga Inhu 
Tuntutan tak Pernah Ditanggapi, Akhirnya Warga Tanah Merah Putus Jalan ke PT TPP
Pemkab Inhu Undang Kemenkopulhukkam
Warga Mengadu ke Anggota DPD RI 
Bupati Sampaikan Persoalan PT TPP
Polisi Tangkap Sembilan Warga Pelaku Bentrok Dengan TPP
Warga dan Karyawan PT Tunggal Perkasa Plantation Bentrok Lagi di Inhu
Warga Kuasai dan Panen Sawit PT Tunggal Perkasa Plantation Inhu
Karyawan PT TPP Minta Kejelasan Polres Inhu
http://karupuaksagu.blogspot.com/2013/10/polisi-janji-profesional-tangani-kasus.html

tanah untuk keadilan

tanah untuk keadilan

Visitor

Flag Counter

Bertuah

Blogger Bertuah