Lakukanlah sesuatu itu karena itu memang baik untuk dilakukan, bukan karena apa yang akan kamu dapatkan.

Minggu, 23 Maret 2014

Sengketa Lahan di Pelalawan, Masyarakat Diminta Lapor ke Polisi

Kamis, 20 Februari 2014
Jurnas.com | SENGKETA lahan di Dusun Sei Lagan, Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau, masih menjadi persoalan yang belum selesai hingga kini. Sejumlah warga merasa dirugikan, karena telah mengeluarkan uang ratusan juta rupiah untuk memiliki lahan dan membuka perkebunan, namun ternyata lahan tersebut diklaim sebagai areal konsesi PT Nusa Wana Raya (NWR).

Menyikapi persoalan tersebut, Kepolisian Daerah (Polda) Riau menghimbau, masyarakat yang merasa dirugikan karena membeli lahan di areal konsesi PT NWR tersebut, segera melapor kepada Kepolisian Resort (Polres) Pelalawan. Kepolisian siap membantu bagi masyarakat yang dirugikan.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo kepada Jurnal Nasional, Kamis (20/2), di ruang kerjanya, di Pekanbaru, terkait permasalahan sengketa lahan di areal konsesi itu, perusahaan telah mengantongi izin mengelola Hutan Tanam Industri (HTI) sejak tahun 2007. Sebelumnya, lahan itu dikelola PT Siak Raya Timber, lalu di take over ke PT NWR.

“Persoalannya, ketika proses take over dari perusahaan sebelumnya, lahan dalam kondisi kosong, dan itu dirambah oleh masyarakat. Status lahan itu HTI, yang dipercaya pemerintah untuk digarap PT NWR, tetapi lahan itu dirambah oleh masyarakat. Itu cerita sebenarnya. Saat ini, sudah 2.000 hektar lahan yang dirambah,” ujar Guntur.

Dilanjutkan Kabid Humas yang pernah menjadi Kapolres Pelalawan tahun 2011-2013 itu, anggota Brimob Polda Riau yang ditugaskan di lokasi tersebut, tidak membekingi perusahaan. Katanya, kepolisian bertindak professional, karena alasan HTI itu, sebagai landasan bertindak. Justru masyarakatnya yang melanggar, karena tidak mengetahui aturan itu. Padahal, hak mengelola itu ada pada PT NWR.

“Brimob di lokasi itu BKO, sifatnya pengamanan saja, permintaan dari Kapolres sebagai antisipasi bentrok massa dengan perusahaan,” jelas Guntur.

Ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kapolres Pelalawan AKBP Aloysius Suprijadi mengungkapkan, masyarakat asli di lokasi tersebut sudah mau keluar dari areal itu. Dari 900 KK, saat ini sudah tinggal 407 KK, karena mereka sudah pulang kampung. “Sudah disiapkan lahan relokasi. Batin Datuk Antan-antan, sudah menyiapkan untuk relokasi masyarakat tempatan atau masyarakat adat itu. Dan mereka menerima. Tapi yang merasa punya lahan itu tidak menerima, sehingga mereka menjadikan masyarakat itu sebagai tamengnya. Padahal sudah tinggal relokasi saja. Pemilik lahan banyak orang Pekanbaru,” tutur Kapolres Pelalawan.

Ditambahkannya, saat ini (Kamis, 20/2-Red), kondisi di lokasi aman dan lancar saja. Pihak kepolisian maupun perusahaan belum ada yang menyentuh sekolah maupun tapak rumah.

Sementara itu, beberapa pemilik mengaku pada tahun 2010 telah membeli lahan seluas 100 hektar dari warga setempat. Pada awal 2011, mereka menanam pohon kelapa sawit dan palawija. Namun, pada akhir 2013, tiba-tiba PT NWR mengklaim bahwa lahan tersebut merupakan lahan konsesi perusahaan yang telah mendapat izin dari Kementerian Kehutanan untuk dikelola.

Akibat sengketa lahan itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan bersama Polres Pelalawan dan PT NWR serta masyarakat di lokasi tersebut bermusyawarah. Dalam mediasi tersebut, menurut Humas Polres Pelalawan AKP Lumban G Toruan, Pemkab Pelalawan, Polres Pelalawan dan pihak perusahaan memberikan 3 opsi kepada masyarakat agar mau meninggalkan areal atau lahan tersebut.

Opsi pertama, pihak perusahaan akan memberikan ongkos bagi masyarakat yang mau pulang kampung. Kedua, perusahaan dapat menerima masyarakat untuk menjadi karyawan dan disiapkan mess. Ketiga, masyarakat akan direlokasi. Dan setelah dilakukan mediasi itu, maka masyarakat memilih opsi ke tiga.

Reporter : Lisda Yulianti Harnina
Redaktur : Jan Prince Permata


Source: m.jurnas.com

tanah untuk keadilan

tanah untuk keadilan

Visitor

Flag Counter

Bertuah

Blogger Bertuah